
AS Rilis Kebijakan 'Industri Hijau', Apa Dampaknya ke RI?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kebijakan Amerika Serikat dalam Inflation Reduction Act (IRA) dan CHIPS and Science Act (CSA) berpotensi mengembalikan proteksionisme industri dan menurunkan daya saing dari industri negara berkembang. Kementerian Perindustrian pun buka suara terkait kebijakan AS tersebut.
"Kita tahu IRA bukan saja untuk Indonesia, tapi Uni Eropa mengeluh tentang regulasi ini, tapi saya kira kita tidak terlalu perlu memperhatikan AS, mungkin kita perlu perhatikan kondisi domestik, Anda bisa lihat jelas di pasar dan potensi anda bisa liat jelas kebijakan-kebijakan dan fokus pada pemerintah, dan potensi ini besar sekali," kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kemenperin, Eko S. A. Cahyanto dalam Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023, Kamis (7/9/23).
Indonesia pun tidak tinggal diam terkait kebijakan ini, melainkan sudah mulai melakukan pembicaraan dengan banyak negara yang tergabung dalam The Indo-Pacific Economic Framework (IPEF).
"Terkait dengan IRA kita sudah bicara mendalam lewat anggota IPEF yang 14 negara itu, kita bicara manfaat dari regulasi ini, saya telah sebutkan tentang mineral yang kita punya dan kita bisa menjadi bagian dari rantai suplai AS karena kapasitasnya dapat masuk ke pasar global, tapi saat yang sama seperti saya sebutkan tadi kita harus pertimbangkan aspek industri hijaunya," sebut Eko.
"Hal lain adalah keterjangkauan, karena transisi dari teknologi energi baru perlu pertimbangan dari keterjangkauannya, kita harus seimbangkan bagaimana kita dapat mengembangkan potensi dan saat yang sama kita dapat manfaat dari kondisi yang kita miliki," sebut Eko.
Amerika Serikat telah memutuskan untuk mengeluarkan insentif hijau bagi perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis berbasis ramah lingkungan atau menggunakan teknologi pengurangan emisi karbon.
Insentif atau subsidi hijau ini dikenal dengan Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) yang telah ditandatangani Presiden AS Joe Biden pada 16 Agustus 2022 lalu.
Tujuannya, tak lain untuk menunjukkan komitmen AS untuk membangun sebuah ekonomi energi bersih yang baru. IRA ini mengatur bahwa Pemerintah AS akan mendukung pembangunan ekonomi berbasis energi bersih melalui kombinasi hibah, pinjaman, insentif, dan dukungan lainnya.
Namun sayangnya, aturan ini diperkirakan akan berdampak pada Indonesia, khususnya produk nikel Indonesia. Melalui IRA ini, pabrik atau kendaraan listrik yang mendapatkan pasokan nikel dari Indonesia dikecualikan dari pihak yang bisa mendapatkan insentif hijau dari Pemerintah AS ini.
(hoi/hoi) Next Article Angka Gembel di AS Meledak, Rekor Tertinggi