Para CEO Buka-bukaan Ancaman Terbesar Kini: Perang Dunia

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Amerika Serikat (AS) sedang menghadapi titik perubahan besar keempat dalam sejarah sejak awal abad ke-20. Jika para pemimpin dunia salah mengambil langkah, dampaknya bisa serupa dengan apa yang terjadi pada tahun 1930-an dan pada akhirnya berujung pada Perang Dunia II.
Hal ini diungkapkan oleh CEO think tank kebijakan luar negeri Atlantic Council, Frederick Kempe. Menurutnya, ketakutan tersebut menjadi fokus perhatian para CEO perusahaan-perusahaan besar saat ini.
"Setiap CEO, semua bank yang saya ajak bicara, mempertimbangkan geopolitik dalam pemikiran mereka dengan cara yang tidak dilakukan lima tahun lalu," kata Kempe pada pertemuan puncak virtual ²©²ÊÍøÕ¾ Global Evolve pada Kamis (2/11/2023).
Kempe menyebut pergeseran ini tidak terjadi secara tiba-tiba, dengan pecahnya perang di Timur Tengah antara Israel dan Hamas. Hal ini telah berkembang selama lima tahun terakhir karena serangkaian guncangan eksternal yang telah mengubah status quo di pasar.
"Perang (Presiden Rusia)Â Putin di Ukraina adalah sebuah peringatan," kata Kempe.
"Tidak ada yang mengatakan hal itu tidak akan mempengaruhi bisnis. ... Geopolitik mulai memasuki ruang rapat dengan cara yang belum pernah saya alami sebelumnya," tambahnya.
Ia mengatakan ini membuat semakin banyak anggota C-suite, yaitu jajaran eksekutif di sebuah perusahaan yang memiliki jabatan tinggi, yang memasukkan analisis geopolitik ke dalam tim urusan pemerintahan. Menambahkan hubungan outsourcing dengan konsultan di dalamnya dan membawa lebih banyak manajemen risiko ke posisi itu.
Kempe menuturkan masuk akal bagi para CEO untuk menyimpulkan bahwa keadaan mungkin akan menjadi lebih buruk. CEO JPMorgan Jamie Dimon misalnya, baru-baru ini juga memperingatkan hal serupa.
"Ini mungkin merupakan saat paling berbahaya yang pernah dialami dunia dalam beberapa dekade," katanya lagi.
Secara rinci, ia menjelaskan, empat tahun pertama dalam dekade terakhir ini telah menimbulkan guncangan eksternal. Mulai dari peristiwa Covid-19, penarikan pasukan AS di Afghanistan yang kemudian melemahkan posisi AS di dunia.
Belum lagi keputusan Putin untuk menginvasi Ukraina dan keputusan AS "keluar" dari Moskow. Terakhir, pecahnya perang antara Israel dan Hamas.
Ia kemudian mengaitkannya dengan tiga titik perubahan besar terakhir dalam sejarah dunia yakni Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Dingin. Melihat pola itu, saat ini dunia juga bisa diklasifikasikan masuk dalam "ketegangan dan risikonya lebih tinggi dari sebelumnya".
"Ada dunia yang lebih saling terhubung dibandingkan yang pernah kita alami, dengan kemampuan teknologi untuk melakukan lebih banyak dampak buruk dengan lebih cepat," ujar Kempe lagi.
Karenanya, Kempe percaya bahwa Amerika harus memastikan sistem global tetap utuh. Ia mencontohkan bagaimana pilihan-pilihan yang diambil Amerika setelah Perang Dunia I, berujung pada isolasionisme, Holocaust, dan jutaan kematian.
Sementara negara tersebut "berbuat baik" setelah Perang Dunia II. Sehingga melahirkan lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan NATO.
Sementara meningkatnya hubungan bilateral antara musuh-musuh AS, yakni China, Rusia, Iran, dan Korea Utara, juga meningkatkan tingkat risiko bagi AS. Kempe menyarankan perusahaan-perusahaan untuk tidak terlalu bergantung pada China dalam rantai pasokan mereka, melakukan mitigasi terhadap risiko, dan membangun ketahanan.
"Karena Anda mungkin tidak dapat mengalihkan risiko berikutnya. ... Anda harus memahami risiko terlebih dahulu dan bersikap rendah hati terhadapnya," pungkasnya.
(sef/sef) Next Article Ditemui Jokowi, Perusahaan Raksasa China Bakal Meluncur ke RI
