RI Bisa Boncos Rp307 T Efek RPP Kesehatan, Kemenperin Warning

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan (RPP Kesehatan) tengah jadi perdebatan. RPP ini disebut-sebut bisa memicu gelombang PHK hingga memicu kerugian negara hingga Rp307 triliun.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo mengakui alotnya pembahasan ini terjadi di lintas kementerian.
"Jadi memang pembahasan cukup alot sekali. Beberapa poin yang sangat alot terutama masalah batas kandungan tar dan nikotin. Terdapat perbedaan kami dengan Kemenkes (Kementerian Kesehatan). Kemenkes (maunya) tar dan nikotin diterapkan Kemenkes. Namun kami berpendapat karena untuk di SNI, makanya pakai SNI saja agar tidak ada dualisme kebijakan," ujarnya dalam dialog Manufacture Check ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Senin (27/11/2023).
SNI akan melibatkan banyak pihak, yaitu perwakilan pemerintah, Kemenperin, Kemenkes, industri, konsumen, dan juga para pakar. Pembahasan secara menyeluruh oleh para stakeholder terkait SNI ini dinilai akan memberikan dampak lebih baik.
Seperti diketahui, RPP Kesehatan rencananya akan memuat sejumlah ketentuan yang lebih ketat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP Tembakau).
Rencananya, RPP itu akan memuat sejumlah pengendalian produksi, impor, peredaran, iklan rokok hingga larangan-larangan terkait penjualan dan sponsorhip produk tembakau dan rokok elektrik.
RPP ini membuat petani, pedagang, buruh, hingga pengusaha kompak dan menolak aturan baru ini diterbitkan. Apalagi, aturan ini disebut tak memperhitungkan pendapat mereka. Kesehatan utamanya terkait aturan baru dalam pengetatan aturan rokok menjadi perdebatan alot.
Eddy menekankan kontribusi industri hasil tembakau terhadap penerimaan negara mencapai Rp218 triliun untuk cukai hasil tembakau. Berikut dengan pajak maka nilainya meningkat jadi Rp290 triliun.
"Belum lagi devisa negara mencapai Rp 17 triliun," sambung Eddy.
Oleh karena itu, menurut Edy jangan sampai draft atau rancangan Peraturan Pemerintah (PP) turunan Undang-Undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan (RPP Kesehatan) membuat berbagai dampak yang saat ini sudah baik justru menjadi buruk.
"Hingga saat ini dampak positif sangat baik dan negatif terkendali. Jangan sampai kecenderungan yang terjadi saat diperketat dampak positif berkurang dan negatif justru bertambah. Apalagi penghidupan jutaan orang bergantung dari industri tembakau ini," sebut Edy.
Adapun RPP Kesehatan terkait pengamanan zat adiktif ini juga akan mengatur sejumlah pengendalian dan larangan terkait peredaran, iklan, sponsorship hingga produksi produk tembakau dan rokok elektrik.
Kendati isu kesehatan sangat penting, di lain sisi Edy tidak menafikan kontribusi industri hasil tembakau terhadap perekonomian Nasional. Terutama dari sisi penciptaan lapangan kerja dan serapan tenaga kerja.
"Petani tembakau, petani cengkeh, buruh pabrik, buruh tani, pekerja retail, iklan dan masih banyak lagi. Belum lagi multiplier effect-nya dari hulu ke hilir," tutur Edy.
(dce) Next Article Awas, Jual Rokok Eceran Bakal Dilarang!
