
Jonggol Hampir Jadi Ibu Kota, Pengusaha Besar Sampai Tertipu

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN mendapat sorotan khusus di tengah gegap gempita pesta demokrasi 2024, khususnya pemilihan presiden (pilpres). Ini karena salah satu capres mengambil sikap tak tegas untuk melanjutkan mega proyek kebanggaan Presiden Joko Widodo itu.
Capres itu adalah nomor urut 1 Anies Baswedan yang cenderung mengambil sikap terus mengkritisi pembangunan IKN. Ketimbang membangun dan memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke IKN yang ada di tengah hutan, Anies lebih ingin membangun pusat kota lain secara merata dan tersebar di berbagai wilayah.
Pertanyaan lanjutan di tengah-tengah publik pun muncul, apakah IKN yang proyeknya kini tengah berjalan dan akan memakan anggaran senilai Rp 466 triliun seketika terhenti ketika Jokowi lengser. Sebab, sejarah mencatat, ganti kekuasaan, ganti prioritas pembangunan di Indonesia memang lazim terjadi.
Di antaranya juga masih terkait dengan proyek ibu kota baru Indonesia, yakni Jonggol. Presiden Soeharto pernah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke daerah Jonggol, Jawa Barat. Dalam persiapan sebagai ibu kota, Jonggol hendak dijadikan kota terlebih dahulu.
Soeharto pun menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 1/1997 tertanggal 15 Januari 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri. Melalui Kepres itu, Soeharto ingin menyulap Jonggol menjadi kawasan metropolitan.
Ia telah menyiapkan daerah pemukiman, industri, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan, pusat kota dan pemerintahan. Di sekitarnya akan ada kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung, waduk dan bendungan.
Tim Pengarah Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri dan Badan Pengendali Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri dipersiapkan. Masing-masing akan disebut Tim Pengarah dan Badan Pengendali.
Jonggol dipilih karena dekat dengan kawasan Jabotabek yang sudah sangat berkembang pada masa Orde Baru. Daerah Jonggol bisa diakses dari Jakarta lewat jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Beberapa perumahan sudah muncul di sekitar Cibubur kala itu.
Pembangunan kawasan seluas 30 hektar tersebut akan diserahkan kepada pihak swasta. Pihak swasta yang kemudian digandeng adalah PT Bukit Jonggol Asri, yang terkait dengan Bambang Trihatmodjo, anak ketiga daripada Presiden Soeharto.
"Di proyek Bukit Jonggol Asri City Mandiri, ada keterlibatan putra presiden dan kehadiran satu perusahaan milik Grup Salim yang bertindak sebagai salah satu pemegang saham," tulis Haryo Winarso dan An An Kartiwa dalam buku Perjuangan Keadilan Agraria (2019:152).
Ribuan hektar tanah di sana tidak memakai izin lokasi berkat rekomendasi Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional pada 1998. Hingga 1997, PT Bukit Jonggol Asri telah berhasil menempati areal seluas 12.818 hektar dengan rincian 8.918 hektar hutan, 2.100 hektar perkebunan, dan 1.800 hektar lahan rakyat di Bogor.
Namun, ketika proyek pindah ibu kota mulai berjalan krisis moneter menghantam Indonesia pada 1997. Krisis diikuti oleh gerakan reformasi yang akhirnya mendepak Soeharto dari kursi Presiden. Rencana menjadikan Jonggol sebagai ibu kota kandas bersamaan dengan bergantinya kekuasaan di Indonesia.
Pengembang kawakan macam Ciputra sempat hanyut dalam riuh wacana pindah ibu kota yang terjadi dua dekade lalu. Direktur Independen Ciputra Development, Tulus Santoso Brotosiswojo mengakui bahwa perseroan membeli tanah di Jonggol dalam rangka persiapan ibu kota pindah.
Karena ibu kota batal pindah ke Jonggol, kini lahan tersebut jadi proyek perumahan menengah bawah Citra Indah, yang lokasinya di Jalan Raya Jonggol.
(mij/mij) Next Article Jokowi Siapkan 'Payung' Buat Jakarta Usai Tak Lagi Ibu Kota