
Begini Desain JSS SBY yang Dicoret Jokowi, Tak Cuma Jembatan!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Jembatan Selat Sunda (JSS) merupakan salah satu mega proyek yang terbengkalai akibat pergantian pemimpin di dalam negeri. Indonesia pun pada tahun depan juga akan mengalami pergantian kepemimpinan saat terselenggaranya Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
JSS sendiri merupakan salah satu proyek besar yang ingin direalisasikan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014 silam. Namun, pada saat dirinya lengeser setelah 10 tahun menjabat, JSS tak dilanjutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai penggantinya.
Jokowi lebih memilih mendesain mega proyeknya sendiri, yakni Ibu Kota Nusantara atau IKN sebagai ibu kota baru pengganti DKI Jakarta. Nasib proyek IKN pun juga menjadi terancam pola pergantian kepemimpinan karena salah satu capres, yakni Anies Baswedan tak tegas menyatakan akan melanjutkan pembangunan IKN.
JSS sendiri sebetulnya proyek yang bukan sekedar menjadi jembatan penghubung antara Pulau Jawa dan Sumatera. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang saat itu dijabat oleh Hatta Rajasa mengatakan bahwa JSS bukan sekedar proyek jembatan penyeberangan.
"Ini yang dibangun bukan jembatan penyeberangan , bukan jembatan yang ada di Thamren, studynya aja setahun," ujarnya di Kementerian Perekonomian, pada Juli 2013 silam sebagaimana dikutip dari website ekon.go.id, Kamis (21/12/2023).
Hatta Rajasa mengatakan butuh waktu sekitar 10 tahun untuk merampungkan semua Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) yang menjadi tempat pembangunan JSS. KSISS yang diperkirakan akan menelan dana hingga Rp200 triliun ditargetkan akan rampung pada 2025. Sedangkan JSS sendiri diperkirakan memakan dana Rp100 triliun sendiri.
Karena bukan hanya sekedar jembatan penyeberangan biasa, Hatta Rajasa kala itu menekankan pemerintah mencari pola terbaik yang tidak akan membebani ekonomi Indonesia untuk membangun JSS.
"Kalau dana APBN digunakan Rp200 triliun untuk bangun JSS, orang Kalimantan, Papua, Aceh akan marah. Karena mereka mau bangun jembatan, bagun waduk di daerah mereka saja masih antre," tuturnya.
Dalam proses pembangunannya Menko Perekonomian itu sempat meminta agar proses pengerjaannya direalisasikan secara transparan dan tata kelola pengerjaannya juga harus baik. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya praktek tidak sehat dalam proyek ini. "Enggak ada kongkalikong, nggak ada yang dirugikan semua terbuka," tegasnya.
Dikutip dari website Kementerian PUPR, JSS adalah jembatan sepanjang 29 kilometer dengan ketinggian bangunan setidaknya 200 meter dari dasar sampai permukaan air laut. Khusus di atas permukaan laut, JSS dirancang berdiri setinggi 75 meter.
Melintasi Selat Sunda dari pantai di kawasan Anyer hingga di kawasan Bakauheni, lebar jembatan dirancang 60 meter persegi. Terdiri dari 2x3 jalur lalu lintas, dan 2x1 jalur darurat. Jembatan ini dilengkapi lintasan ganda (double track) rel kereta api, pipa gas, pipa minyak, kabel fiber optik, dan kabel listrik.
Jembatan ini bakal terletak di areal yang merupakan zona gempa dengan arus gelombang laut yang deras dan berlokasi di Selat Sunda yang memiliki palung laut sedalam 150 meter dan lebar sampai dua kilometer.
Namun, proyek yang diperkirakan akan menelan biaya Rp 100 triliun atau US$ 15 miliar itu didesain dapat menahan gempa sampai 9 Skala richter (SR).
![]() Jembatan Selat Sunda. (Dok. ekon.go.id) |
Sejarah proyek JSS sebetulnya juga sudah cukup lama muncul. Pada 1960, proyek ini sudah mulai keluar dari rahim ketika seorang profesor bernama Sedyatmo mencetuskan konsep Tri Nusa Bimasakti, atau interkoneksi antar tiga pulau yakni Jawa-Sumatera-Bali.
Konsep itu lalu mulai dilirik pada 1986 ketika Presiden Soeharto menugaskan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) untuk mengkaji Tri Nusa Bimasakti. Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang dan Jembatan Messin di Italia menjadi role model dalam studi ini. Akan tetapi, hingga rezim Orde Baru tumbang proyek tidak dilaksanakan.
Pada era Presiden Habibie wacana pembangunan jembatan ultra-panjang kembali bergulir. Habibie menugaskan menterinya untuk kembali mengkaji proyek ini. Krisis moneter yang terjadi pada 1998 membuat kajian ini terhenti.
Barulah pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda benar-benar digarap serius. Pada 2004, Pemerintah Provinsi Banten dan Lampung, bekerja sama dengan perusahaan milik pengusaha Tommy Winata, Artha Graha menghidupkan kembali ide proyek ini.
Untuk membiayai proyek ini, Pemprov Lampung dan Banten menggandeng pihak swasta yang dikomandoi oleh Artha Graha. Dari hasil kajian, diperkirakan butuh dana hingga Rp 100 triliun untuk membangun jembatan ini.
Presiden SBY memberikan restu dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Lewat Perpres itu, peletakan batu pertama ditargetkan akan terlaksana pada 2014. Namun, hingga Presiden SBY lengser pada 2014, groundbreaking pembangunan jembatan tidak pernah dilaksanakan.
Presiden Jokowi yang menerima estafet kepemimpinan dari SBY tak pernah menyinggung lagi kelanjutan proyek ini. Andrinof Chaniago pada Oktober 2014 yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan Presiden memang tidak berencana melanjutkan proyek ini.
"Sampai sekarang tak pernah ada pernyataan dari Bapak Presiden akan memajukan itu ke dalam program proyek infrastruktur," tuturnya 31 Oktober 2014 dikutip dari .
Sikap presiden yang disampaikan Andrinof kala itu masih bertahan hingga mendekati masa akhir kepemimpinan Jokowi. Presiden Jokowi hingga saat ini tidak pernah menyatakan akan melanjutkan proyek Jembatan Selat Sunda.
(mij/mij) Next Article Awal Jadi Presiden, Jokowi Batalkan Proyek Idaman SBY Rp100 T