
AS & China 'Perang' Lagi, Indonesia Bisa Gigit Jari

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Arief Ramayandi menilai rencana Amerika Serikat menaikkan tarif bea masuk produk dari China bisa memperlambat arus perdagangan global. Dia menilai hal tersebut juga bisa berdampak pada perekonomian Asia, termasuk Indonesia.
"Kalau memang betul tarif impor dari China dinaikkan Amerika Serikat, maka arus perdagangan global bisa melambat," kata Arief dalam acara Asian Development Outlook 2024 Discussion di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis, (16/5/2024).
Arief mengatakan perekonomian Asia termasuk Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan kondisi perekonomian China. Dia mengatakan China banyak mengimpor bahan baku untuk produksinya dari negara-negara lain di Asia.
"Negara-negara yang ada di kawasan ini terhubung oleh rantai pasok, jadi produk akhir yang dikirim dari China ke Amerika Serikat itu punya kontribusi terhadap ekspor negara-negara di kawasan ini," kata dia.
Arief mengatakan apabila perang dagang ini terjadi, maka harapan bahwa permintaan global akan lebih baik pada 2024 dan 2025 bisa pupus. Ujung-ujungnya, ekspor negara-negara di kawasan termasuk Indonesia bisa tergerus karena perang dagang ini.
"Kalau itu terjadi artinya nett ekspor sebagai salah satu pendorong pertumbuhan mungkin akan menjadi tidak baik," kata dia.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengumumkan tarif baru terhadap impor China senilai US$18 miliar atau sekitar Rp288 triliun. Gedung Putih mengatakan kenaikan tarif diperlukan untuk melindungi industri Amerika dari persaingan tidak sehat.
Mulai tahun ini, Presiden Joe Biden akan menaikkan tarif impor kendaraan listrik China sebanyak empat kali lipat, dari 25% menjadi 100%. Pajak impor panel surya China akan berlipat ganda, dari 25% menjadi 50%, dan tarif terhadap beberapa impor baja dan aluminium China akan meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari 7,5% saat ini menjadi 25%.
Biden juga mengarahkan Perwakilan Dagang AS Katherine Tai untuk menaikkan tarif lebih dari tiga kali lipat pada baterai litium-ion untuk kendaraan listrik dan baterai litium yang dimaksudkan untuk penggunaan lain. Mulai tahun 2025, tarif impor semikonduktor China akan melonjak dari 25% menjadi 50%.
Dilansir Reuters, China mengecam tindakan pemerintahan Biden dan berjanji akan mengambil tindakan tegas untuk melindungi kepentingannya. Beijing menilai hal tersebut justru bisa menjadi senjata makan tuan.
(rsa/mij) Next Article Malaysia Untung Gegara "Perang" AS-China, Kok Bisa?