
Kabar Buruk dari AS: Utang Tembus Rp 550 Ribu T, Bikin Ketar-ketir

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Utang Amerika Serikat (AS) terus membengkak hampir 50% sejak awal pandemi hingga kini. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak, termasuk The Fed.
Dalam paparan ²©²ÊÍøÕ¾ International, utang federal AS (IOU) saat ini berada di level US$ 34,5 triliun atau setara Rp 550.792 triliun (kurs Rp 15.965). Ini naik US$ 11 triliun bila dibandingkan dengan Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19 menyerang.
Kenaikan ini pun menuai kekhawatiran dari sejumlah pihak, termasuk perusahaan, bankir, dan moneter AS sendiri. Ketua The Fed, Jerome Powell misalnya, menyebut saat ini kondisi keuangan AS menuju pada defisit struktural yang besar.
"Kita menuju defisit struktural yang besar. Kita harus berurusan dengan hal ini cepat atau lambat, dan berurusan lebih cepat akan menjadi lebih atraktif daripada nanti," ujarnya dalam sebuah sambutan di hadapan bankir, dikutip Senin (20/5/2024).
"Setiap orang harus membaca hal-hal yang mereka publikasikan mengenai defisit anggaran AS dan harus sangat khawatir bahwa hal ini adalah sesuatu yang perlu dilakukan oleh orang-orang terpilih secepatnya," tambahnya meminta semua pihak membaca laporan Kantor Kongres AS untuk Anggaran (CBO) mengenai kondisi fiskal negara.
Sebelumnya, CBO memang menyebutkan bahwa utang pemerintah AS yang dipegang oleh masyarakat lewat surat utang, akan meningkat dari 99% PDB menjadi 116% pada dekade berikutnya. CBO memberi sinyal bahwa jumlah itu lebih besar dibandingkan periode mana pun dalam sejarah AS.
Badan tersebut memperkirakan kekurangan sebesar US$ 1,6 triliun (Rp 25.544 triliun) pada tahun fiskal 2024. Kekurangan ini akan membengkak menjadi US$ 2,6 triliun (Rp 41.509 triliun) pada tahun 2034.
Bila diukur dari PDB, defisit tersebut akan meningkat dari 5,6% pada tahun berjalan menjadi 6,1% dalam 10 tahun.
"Sejak The Great Depression, defisit hanya melampaui tingkat tersebut selama dan segera setelah Perang Dunia II, krisis keuangan 2007-2009, dan pandemi virus corona," kata laporan tersebut menyinggung krisis yang menurunkan tingkat ekonomi di seluruh dunia, mulai tahun 1929 hingga 1939.
Sebenarnya ketakutan ini juga telah menjadi pembicaraan CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon, sebagaimana dimuat Sky News. Menurutnya, Washington harus sadar bahwa pihaknya harus lebih fokus pada masalah defisit fiskal.
"Pada satu titik, hal ini akan menimbulkan masalah dan mengapa Anda harus menunggu? Masalahnya akan disebabkan oleh pasar dan kemudian Anda akan dipaksa untuk menghadapinya dan mungkin dengan cara yang jauh lebih tidak nyaman dibandingkan jika Anda menghadapinya sejak awal," ungkapnya.
Sementara itu, terdapat kekhawatiran bahwa kenaikan imbal hasil obligasi dapat berdampak pada pasar ekuitas. Analis di Wolfe Research dalam sebuah catatan mengatakan utang federal AS kini berada pada lintasan jangka panjang yang tidak berkelanjutan dan menimbulkan kekhawatiran baru kecuali Washington memiliki kebijakan fiskal yang baik.
"Perkiraan kami adalah bahwa para pengambil kebijakan (di kedua pihak) tidak akan mau mengatasi ketidakseimbangan fiskal jangka panjang AS dengan cara yang serius sampai pasar mulai menekan keras situasi yang tidak berkelanjutan ini," tulis para analis Wolfe.
"Kami percaya bahwa pembuat kebijakan dan pasar kemungkinan besar meremehkan proyeksi biaya bunga bersih di masa depan," tambahnya.
(sef/sef) Next Article Utang AS Jebol, Janet Yellen Ambil Langkah Darurat