
Covid-19 Singapura Meledak 250.000 Kasus, Rawat Inap RS Mulai Penuh

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Covid-19 Singapura mengalami peningkatan beberapa minggu terakhir. Dari data kementerian kesehatan (MOH) tanggal 5-11 Mei, kasus naik dua kali lipat menjadi 25.900 kasus.
Strait Times menulis jumlah orang yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 di Negeri Kota itu juga telah meningkat. Tercatat hingga akhir pekan MOH menyebut menjadi sekitar 280 orang telah dirawat selama seminggu terakhir.
Angka ini naik dari 250 kasus dari tanggal 5 hingga 11 Mei. Karenanya pemerintah Singapura kembali menyerukan warganya, terutama kelompok rentan untuk kembali melakukan vaksinasi tambahan dan memakai masker.
"Lakukan vaksinasi setahun sekali, terutama jika Anda sudah lanjut usia," katanya dikutip Senin (27/5/2024).
Ledakan Covid-19 Singapura terjadi karena sub-varian KP.1 dan KP.2. Ini merupakan kelompok varian Covis-19 FLiRT.
KP.1 dan KP.2 mencakup lebih dari dua pertiga kasus Covid-19 di negeri itu saat ini. Namun MOH mengatakan belum ada indikasi, baik secara global maupun lokal, bahwa keduanya lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang juga beredar.
"Meskipun jumlah ini lebih dari 3,5 kali lipat jumlah orang yang menerima dosis vaksin Covid-19 yang diperbarui pada periode 13-16 Mei 2024, masyarakat Singapura yang paling rentan tidak lagi mendapatkan vaksinasi Covid-19 terkini," kata juru bicara MOH memperingatkan warga hati-hati.
"Dengan setiap gelombang baru, ada risiko lebih tinggi bagi mereka untuk jatuh sakit parah jika terinfeksi," tambahnya.
Sementara itu, Profesor Paul Tambyah, mengutip Infectious Diseases Society of America, menyebut penyakit yang disebabkan oleh KP.2 dan KP.1 tidak separah nenek moyangnya JN.1. Namun, kata Prof Tambyah, KP.2 dan KP.1 mungkin lebih mudah menular.
"Perilaku mereka mengikuti perilaku semua virus, yang pada akhirnya berevolusi menjadi lebih mudah menular dan kurang ganas," katanya.
"Bahkan virus pandemi influenza tahun 1918 yang mematikan, yang menewaskan satu dari 50 orang di seluruh dunia, berevolusi menjadi jenis influenza musiman yang dominan pada tahun 1920 hingga 1957," ujarnya.
Seperti JN.1 dan varian Omicron sebelumnya, mungkin diperlukan waktu lima hari atau lebih sebelum seseorang mulai menunjukkan gejala setelah terpapar, meskipun gejala mungkin muncul lebih cepat. Gejalanya meliputi demam, sakit tenggorokan, pilek, dan kelelahan.
Saat ini, lebih sedikit orang yang kehilangan indera perasa dan penciuman dibandingkan pada awal pandemi, namun beberapa orang mungkin masih mengalami gejala-gejala tersebut. Orang yang terinfeksi juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti diare, mual, dan muntah, yang terkadang disalahartikan sebagai gejala norovirus.
(sef/sef) Next Article PDB Singapura Q1-2024 Tumbuh 2,7%, Efek Taylor Swift & Coldplay?