
Ini Kata Pengamat Penerbangan soal Insiden Korean Air-Malaysia Airline

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Insiden di penerbangan yang terjadi pada Korean Air dan Malaysia Airlines beberapa hari lalu membuat geger. Pasalnya kedua maskapai tiba-tiba melaporkan pendaratan darurat, sehingga menambah angka kecelakaan pesawat dalam tahun ini.
Pengamat penerbangan RI, Alvin Lie, buka suara soal kedua insiden itu. Ia menyebut insiden yang menimpa Korean air dan Malaysia Air itu berbeda dengan insiden yang dialami Singapore Airlines pada Mei lalu, yang berkaitan dengan turbulensi.
"Pada kasus Korean air dan Malaysia Airlines kedua pesawat ini mengalami dekompresi yaitu tekanan udara kabin yang turun drastis sehingga pilot dengan sengaja menurunkan ketinggian pesawatnya dari 30.000 kaki atau 40.000 kaki ke 10.000 kaki," jelas Alvin dikutip Kamis (27/6/2024).
Alvin menyebut alasan pesawat menurunkan ketinggiannya hingga 10.000 kaki karena pada ketinggian tersebut sudah ada oksigennya. Oksigennya, tambah dia, sudah tidak setipis di atas ketinggian 10.000 kaki.
Ia menuturkan, ketika kabin mengalami dekompresi, masker oksigen yang otomatis keluar dari atas tempat duduk hanya cukup untuk 15 menit. Hal ini memang membuat pilot harus mengambil langkah dengan menurunkan pesawatnya ke ketinggian 10.000 kaki atau kurang.
"Langkah ini dilakukan supaya penumpang maupun awak pesawat bisa bernafas, tidak kekurangan oksiges. Kalau sampai terjadi kekurangan oksigen akan terjadi hipoksia, yang membuat badan lemas, menyebabkan sesak nafas sampai tidak sadar dan juga bisa meninggal," jelasnya.
Menurut Alvin, situasi yang bahaya adalah jika kebocoran tidak terdeteksi sehingga tanpa terasa pelan-pelan awak pesawat dan penumpang itu mengalami hipoksia.
"Itu bisa meninggal semua," katanya.
Lalu apakah dekompresi ada kaitannya dengan iklim? Alvin menyebut tidak ada.
"Tidak (ada kaitannya dengan iklim). Ini urusannya urusan teknis pesawat. Kenapa pesawat bisa mengalami dekompresi macam-macam. Bisa saja benar ada kebocoran pada kabin sehingga ada udara yang keluar," ucapnya.
"Ingat ya bahwa udara di dalam kabin ini tekanannya lebih tinggi daripada tekanan di luar karena memang diatur demikian," tegasnya.
Selain itu, Alvin juga mengatakan hal ini juga tidak ada kaitannya dengan usia pesawat, tetapi lebih berkaitan dengan perawatan pesawat. Meski begitu, ia menyebut penumpang tidak perlu khawatir sebab pilot juga sudah dilatih ada prosedurnya untuk mengambil langkah-langkah pengamanan.
"Kalau memang terjadi seperti ini juga pilot bisa mengendalikan pesawatnya turun kembali ke bandara asal atau ke bandara terdekat. Percaya saja bahwa sistem perawatan pesawat itu selalu diperiksa kalaupun terjadi kerusakan, pilot sudah dilatih dan punya prosedur, jadi don't worry, happy happy saja," tutupnya.
Sebelumnya, dua maskapai tiba-tiba melaporkan pendaratan darurat, yakni Korean Air dan Malaysia Airlines pekan ini. Hal itu hanya terjadi selang beberapa hari saja.
Insiden Korean Air melibatkan pesawat jenis Boeing 737 Max 8 sementara Malaysia Airlines menggunakan Airbus A330-200. Keduanya kembali ke bandara awal masing-masing, dan batal ke tujuan semula.
(sef/sef) Next Article Maskapai Kini Takut Pakai Boeing? Airbus Menang 2 Tender Besar di Asia
