²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Panas Pemilu AS-Prancis-Inggris: Biden Mundur, Prancis Chaos-Sunak Bye

sef, ²©²ÊÍøÕ¾
02 July 2024 05:47
Presiden AS Joe Biden menghadiri debat presiden pertama yang diselenggarakan oleh CNN di Atlanta, Georgia, AS, 27 Juni 2024.
Foto: Presiden AS Joe Biden menghadiri G7, di sana terdap (REUTERS/Marco Bello)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemilihan umum (pemilu) bakal terjadi di sejumlah negara maju. Di antaranya Amerika Serikat (AS), Prancis dan Inggris.

Di AS, meski pemilu terjadi November nanti, bara kompetisi sudah terlihat sejak pekan lalu. Di mana negara itu menyelenggarakan debat calon presiden (capres) antara dua partai terkuat di negeri itu, Partai Demokrat dan Partai Republik.

Diketahui petahana Presiden AS Joe Biden dan mantan Presiden Donald Trump kembali maju. Namun debat membuat masalah baru di mana kini sejumlah jajak pendapat meminta Biden mundur dari pemilihan.

Sementara di Prancis, pemilu parlemen awal terjadi akhir pekan ini dan secara mengejutkan dimenangkan partai anti imigran oposisi Presiden Emmanuel Macron, Reli Nasional (RN). Meski demikian ini belum final karena putaran kedua akan dilakukan 7 Juli.

Meski begitu, kerusuhan merebak di mana kelompok ekstrem kanan melalukan pembakaran di jalan. Macron sendiri kini mendesak koalisi untuk bertindak menghalangi kemenangan sayap kanan.

Di Inggris panas pemilu juga sudah terjadi menjelang hari pemilihan 4 Juli. Lalu bagaimana updatenya?

Berikut rangkuman ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (2/7/2024).

Pemilu AS: Biden Diminta Mundur

Ramai-ramai warga AS termasuk pemilih dari Partai Demokrat menginginkan Presiden Joe Biden mundur dari calon presiden (capres). Ini merupakan dampak terbaru dari debat pemilu AS, yang dilakukan Kamis pekan lalu.

Hal itu terlihat dalam beberapa jajak pendapat terbaru. Pada debat pertama melawan capres Partai Republik yang juga mantan presiden Donald Trump, Biden mendapat banyak kritik karena dianggap muncul dengan mengkhawatirkan- suara serak dan pernyataan yang terbata-bata-, mengindikasikan kekhawatiran pemilih pada umurnya yang mencapai 81 tahun.

"Dalam jajak pendapat Morning Consult, 60% responden dari Partai Republik dan Demokrat mengatakan presiden harus digantikan oleh partainya pada pemilu bulan November. Sementara 11% lainnya tidak yakin," tulis The Guardian.

Secara rinci, survei itu menunjukkan bahwa separuh Partai Demokrat (47%) menginginkan Biden keluar (resign) dari pencalonan, dibanding dengan independen (59%) dan dari Partai Republik )59%). Namun tidak ada pengganti jelas untuk Biden, meski Wakil Presiden Kamala Harris mendapat dukungan 30% dan Gubernur California Gavin Newsom memperoleh 20%.

Dalam jajak pendapat lain, YouGov misalnya, sebagian besar responden berpendapat Trump memenangkan debat tersebut. Di mana 30% anggota Partai Demokrat percaya bahwa orang lain selain Biden akan memberikan peluang terbaik bagi partai tersebut untuk menang pada bulan November.

Menurut jajak pendapat Data for Progress, sebagian besar pemilih menganggap Biden, yang akan berusia 82 tahun pada awal masa jabatan kedua, terlalu tua untuk mencalonkan diri lagi. Sebanyak 53% mengatakan mereka mengkhawatirkan usianya, serta kesehatan fisik dan mentalnya sedangkan 42% mengatakan mereka lebih mengkhawatirkan hukuman pidana Trump, persidangan lain yang akan datang, dan ancaman terhadap demokrasi.

Survei paling buruk bagi Biden di dapat dari pooling Korps Demokrasi terhadap pemilih yang condong ke Partai Demokrat. Mengutip Politico, mereka mengggambarkan Biden dengan kata-kata seperti "bingung", "lemah", dan "demensia".

Di sisi lain, mengutip Reuters, seruan keras agar Biden mundur juga muncul dari sejumlah editorial media AS. Ini paska survei media CBS pasca debat, yang menunjukkan peningkatan 10 poin dalam jumlah anggota Partai Demokrat yang percaya Biden tidak seharusnya mencalonkan diri sebagai presiden, 36% menjadi 46%.

"Kebenaran yang disayangkan adalah Biden harus mundur dari pencalonan, demi kebaikan bangsa yang telah ia layani dengan sangat mengagumkan selama setengah abad," kata Atlanta Journal-Constitution dalam editorialnya pada hari Minggu.

"Pensiun sekarang diperlukan bagi Presiden Biden, muat laman itu.

Hal sama juga diutarakan editorial New York Times. Ditegaskan bahwa Biden dalam debat pekan lalu, tak seperti Biden empat tahun lalu.

"Pada debat hari Kamis, presiden perlu meyakinkan publik Amerika bahwa ia memenuhi tuntutan berat dari jabatan yang ingin ia pertahankan untuk masa jabatan berikutnya. Namun, para pemilih tidak bisa diharapkan untuk mengabaikan apa yang terlihat jelas: Biden tidak lagi seperti empat tahun lalu," jelas laman itu.

"Dia kesulitan menjelaskan apa yang akan dia capai di masa jabatan kedua. Dia kesulitan menanggapi provokasi Trump. Dia berjuang untuk meminta pertanggungjawaban Trump atas kebohongannya, kegagalannya, dan rencananya yang mengerikan. Lebih dari sekali, dia berjuang untuk mencapai akhir kalimat," tegasnya.

Hal lain yang disoroti juga terkait kasus putra Biden, Hunter, yang pada 11 Juni lalu menjadi anak pertama dari seorang presiden AS yang menjabat pertama, yang dihukum karena melakukan kejahatan. Juri memutuskan dia bersalah karena berbohong, menggunakan narkoba ilegal ketika dia membeli pistol pada tahun 2018.

Sementara itu, para petinggi Partai Demokrat mengesampingkan kemungkinan menggantikan Biden. Para pemimpinnya secara resmi menolak itu dalam pertemuan terbaru kemarin.

"Sama sekali tidak," jawab Senator Partai Demokrat Georgia Raphael Warnock.

"Saya bersama Joe Biden, dan tugas kami adalah memastikan dia mencapai garis finis pada bulan November," tegasnya.

Di sisi lain mantan Presiden AS Barrack Obama dan juga Bill Clinton mencoba membantu menenangkan kekhawatiran. Keduanya mengakui kelemahan kinerja debat Biden tetapi meminta para pemilih untuk mengabaikannya.

"Malam debat yang buruk sering terjadi. Percayalah, saya tahu. Namun pemilu ini masih merupakan pilihan antara seseorang yang telah berjuang untuk rakyat biasa sepanjang hidupnya dan seseorang yang hanya peduli pada dirinya sendiri," kata Obama yang juga dari Partai Demokrat AS, dalam sebuah postingan di X.

"Saya serahkan penilaian debat kepada para pakar, tapi inilah yang saya tahu: fakta dan sejarah penting," kata Clinton juga dalam postingannya di X memberi dukungan ke Biden.

Halaman 2>>> Pemilu Prancis dan Inggris

Pemilu Prancis Chaos: Perdana Menteri Ganti

Pemilu Prancis juga memanas. Partai sayap kanan RN yang dipimpin oleh Marine Le Pen meraih kemenangan gemilang pada putaran pertama pemungutan suara pada hari Minggu dengan kelompok tengah Macron tertinggal di tempat ketiga di belakang koalisi sayap kiri New Popular Front.

Sebenarnya dalam sistem politik Prancis, seorang calon anggota parlemen membutuhkan lebih dari 50% suara pada pemilihan putaran pertama agar dapat terpilih. Jika gagal, dua kandidat teratas, bersama dengan siapa pun yang mendapat dukungan lebih dari 12,5% pemilih terdaftar, akan maju ke putaran kedua.

Le Pen telah meminta para pemilih untuk memberikan partainya mayoritas absolut pada putaran kedua pemungutan suara pada 7 Juli. Sehingga ketua RN yang berusia 28 tahun Jordan Bardella dapat menjadi perdana menteri.

Namun sebagian besar proyeksi menunjukkan RN gagal mencapai mayoritas absolut. Meskipun hasil akhirnya masih jauh dari pasti.

"Ekstrim kanan berada di ambang kekuasaan," tulis berita utama di harian Le Monde.

Menjelang putaran kedua, kubu Macron pun kini mulai bekerja sama dengan aliansi sayap kiri dengan harapan bahwa pemungutan suara taktis akan mencegah RN memenangkan 289 kursi yang dibutuhkan untuk mendapatkan mayoritas absolut. Macron dalam pernyataan tertulisnya pada Minggu malam mendesak koalisi demokrasi "luas" melawan kelompok sayap kanan, yang disebutnya bisa menyebabkan bencana.

Perlu diketahui memang Macron akan tetap menjabat sampai 2027. Namun, bila RN menang, ia dapat menghadapi tekanan untuk memilih PM dari RN.

PM baru tersebut akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan domestik dan ekonomi Prancis. Macron, sebagai presiden, tetap bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri dan pertahanan.

Analis memprediksi hasil pemilu sela ini akan membuat kebijakan pemerintah "menggantung" di parlemen. Ini dapat menyebabkan kelumpuhan dan kekacauan politik selama berbulan-bulan.

"Jika RN meraih mayoritas absolut dan Bardella, yang tidak memiliki pengalaman memerintah, menjadi perdana menteri, hal ini akan menciptakan periode 'hidup bersama' yang menegangkan dengan Macron, yang telah berjanji untuk menjalani masa jabatannya hingga tahun 2027," muat laman asal Prancis, AFP.

"Kedatangan RN yang anti-imigrasi ke dalam pemerintahan akan menjadi titik balik dalam sejarah modern Prancis -- pertama kalinya kekuatan sayap kanan mengambil alih kekuasaan di negara tersebut sejak Perang Dunia II, ketika negara itu diduduki oleh Nazi Jerman," tambahnya.

Sementara itu, lusinan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota Prancis Minggu. Mereka adalah kelompok ekstrem kanan.

Massa berujuk rasa dengan menyalakan suar di Paris saat mereka berjalan melalui jalan-jalan kota, melewati tabung gas air mata yang berasap dan tong sampah yang menyala. Pembakaran dilakukan di sejumlah titik.

Pemilu Inggris: Rishi Sunak Terancam Good Bye

Di Inggris, pemilu akan digelar pekan ini, tepatnya pada 4 Juli mendatang. Dalam pemilihan perdana menteri (PM) baru, petahana konservatif Rishi Sunak menghadapi tantangan berat dari Keir Starmer dari Partai Buruh.

Menurut The Guardian, Sunak tertinggal 20 poin dalam jajak pendapat. Namun, meskipun tertinggal, Sunak tetap optimistis. "Ini belum berakhir sampai benar-benar berakhir," Sunak mengunggah di X baru-baru ini.

Sunak, yang merupakan keturunan India, menjadi perdana menteri Inggris pertama yang beragama Asia dan Hindu ketika ia terpilih tanpa lawan dari sesama anggota parlemen Tory. Mantan pemodal itu telah dipuji karena berhasil menenangkan pemerintahan setelah kekacauan masa jabatan perdana menteri Truss dan Boris Johnson dan karena berhasil mengurangi separuh inflasi.

Namun, ia gagal memenuhi beberapa janji, termasuk memangkas daftar tunggu kesehatan, menghentikan imigrasi ilegal, dan mengirim migran ke Rwanda.

Jajak pendapat secara teratur memberinya peringkat persetujuan terendah dari semua perdana menteri yang pernah ada. Perlu diketahui sejumlah nama lain juga muncul sebagai lawannya. Antara lain Keir Starmer, pemimpin oposisi utama Partai Buruh.

Ia adalah mantan pengacara hak asasi manusia dan kepala jaksa penuntut umum yang dijagokan oleh para lembaga survei untuk memenangkan pemilihan dan menjadi perdana menteri. Sosok berusia 61 tahun itu telah dipuji karena telah membawa partainya kembali ke jalur tengah dan membasmi anti-Semitisme sejak menggantikan Jeremy Corbyn yang berhaluan kiri sebagai pemimpin pada April 2020.

Para pendukung melihatnya sebagai sosok yang pragmatis dan aman, yang sangat cocok untuk mengelola Inggris dari kemerosotan ekonomi. Para kritikus menuduhnya sebagai orang yang tidak bersemangat dan tidak konsisten yang gagal mengeja visi yang jelas bagi negara.

Ada pula Nigel Farage. Ia tidak pernah menjadi anggota parlemen dan belum mengonfirmasi apakah ia akan mencalonkan diri menjadi anggota parlemen, tetapi seorang Eurosceptic garis keras ini siap memengaruhi pemilihan, baik sebagai kandidat parlemen atau pembawa berita TV.

Mantan anggota Parlemen Eropa yang berusia 60 tahun,adalah salah satu tokoh yang paling memecah belah dalam politik Inggris. Ia mendapat julukan "Mr Brexit" dari mantan presiden AS Donald Trump setelah membantu membujuk mayoritas warga Inggris pada tahun 2016 untuk memilih keluar dari Uni Eropa.

Di sisi lain, muncul pula tokoh Partai Demokrat Liberal Inggris, Ed Davey maupun Partai Nasional Skotlandia (SNP) John Swinney. Tapi sebagian survey memastikan mereka tidak akan memenangkan pemilihan, meski dapat memiliki suara dalam menentukan siapa yang akan menang.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular