²©²ÊÍøÕ¾

Buka-bukaan, Industri Hasil Tembakau Bisa Tertekan Karena Hal Ini!

dpu, ²©²ÊÍøÕ¾
13 January 2025 13:13
Ilustrasi petani tembakau. (Dok.Pixabay)
Foto: Ilustrasi petani tembakau. (Dok.Pixabay)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bab XXI tentang pengamanan zat adiktif yang termuat dalam Pasal 429 - 463 diberlakukan, dan aturan turunannya (Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan). Pasalnya, ruang lingkup pengaturan tersebut dapat mematikan kelangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan berpandangan, regulasi tersebut bisa meningkatkan peredaran rokok ilegal.

"PP 28/2024 ini dinilai akan menimbulkan persaingan tidak sehat dan memicu maraknya peredaran rokok ilegal," tegas Henry Najoan di Jakarta, Senin (13/01/2024).

Henry Najoan menegaskan, IHT adalah pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, dengan begitu, seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan regulasi tersebut.

"GAPPRI mendesak pemerintah membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan dalam membuat regulasi yang adil dan berimbang. Hal itu sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, serta menjaga stabilitas perekonomian nasional," terang Henry Najoan.

GAPPRI sendiri sangat mendukung pemerintahan Presiden Prabowo - Gibran yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diantaranya dengan menyerap jutaan tenaga kerja dengan menjalankan kepemimpinan negara dan bangsa dengan tulus, dengan mengutamakan kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Karena itu, GAPPRI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial.

"Kami berharap pemerintah tidak membuat kebijakan seperti PP 28/2024 yang mengatur pembatasan tar dan nikotin, melarang bahan tambahan dan penyeragaman kemasan yang tidak cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki produk khas seperti kretek," kata Henry Najoan.

Diketahui, kretek berbahan baku tembakau lokal yang memiliki nikotin tinggi serta kandungan rempah seperti cengkeh. "Dengan pelarangan bahan tambahan, akan membuat petani tembakau dan cengkeh menjadi tidak terserap hasil panennya," ujar Henry Najoan.

Merujuk data GAPPRI, IHT merupakan salah satu sektor strategis nasional yang mempekerjakan kurang lebih 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor.

Kajian GAPPRI juga mencatat, IHT telah mengalami tekanan berat, yang dibuktikan dengan tidak tercapainya target penerimaan cukai di tahun 2024 yang berarti menjadi kali kedua secara berturut-turut target CHT tidak tercapai. Tahun ini, dari target cukai sebesar Rp 230,4 triliun hanya mampu diraup sebesar Rp 216,9 triliun.

Hal ini menunjukkan bahwa IHT telah melewati titik optimumnya dan tidak mampu lagi memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pengaturan yang berlebihan dan tidak proporsional terhadap industri hasil tembakau akan mengguncang stabilitas ekonomi nasional, mengingat kontribusi kretek nasional terhadap penerimaan negara melalui cukai, pajak, dan lapangan kerja padat karya sangat sinigikan," pungkas Henry.


(dpu/dpu) Next Article Pentingnya Melindungi Kedaulatan Ekonomi Pertembakauan Nasional

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular