²©²ÊÍøÕ¾

Memahami Daftar Merah Hewan dan Tumbuhan yang Terancam Punah

Kusumadewi Sri Yulita, ²©²ÊÍøÕ¾
06 June 2023 17:50
Kusumadewi Sri Yulita
Kusumadewi Sri Yulita
Yulita adalah staf peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Fokus risetnya tentang genetika populasi dan konservasi tumbuhan tropis, khususnya pohon komersial dan terancam punah. Sebelum bergabung di BRIN, Yulita pernah juga bekerja di beberapa.. Selengkapnya
Titan Arum (Amorphophallus titanum) atau bunga bangkai. (Dok. IUCN Red List)
Foto: Titan Arum atau bunga bangkai. (Dokumentasi IUCN Red List)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi ²©²ÊÍøÕ¾Indonesia.com

Awal tahun ini, pemerintah baru saja mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2023 mengenai Pengarusutamaan Keanekaragaman Hayati. Ini artinya dalam menjalankan roda pembangunan, selain berupaya menemukan potensi serta mengembangkannya supaya menjadi devisa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga dalam kaitan pembangunan dan pengembangan suatu wilayah harus mempertimbangkan faktor keanekaragaman hayati, baik aspek pelestrian maupun pemanfaatan.

Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional terkait keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan lainnya. Ini artinya, bahkan Indonesia telah berkomitmen pada penduduk dunia untuk aktif menjaga keanekaragaman hayati dan juga mengurangi dampak perubahan iklim.

Salah satu upaya atau langkah awal untuk mencegah kepunahan suatu jenis kehati adalah dengan mengetahui status keterancaman suatu jenis kehati. Cara untuk mengetahui atau menilai suatu jenis itu dikategorikan sebagai jenis yang berisiko mengalami kepunahan adalah dengan melakukan serangkaian analisis terhadap aspek biologi, ekologi dan ancaman.

Panduan mengenai proses penilaian ini bisa dilakukan dengan menggunakan dokumen yang telah disusun oleh sebuah organisasi konservasi internasional, yaitu International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang telah berdiri sejak tahun 1964. Dokumen ini telah diterima sebagai dokumen utama (dan mungkin satu-satunya) yang digunakan untuk menilai risiko kepunahan suatu jenis kehati baik flora, fauna maupun jamur.

Tentu saja, setiap negara tidak harus menggunakan dokumen ini untuk diadopsi. Namun dari pengalaman saya dan beberapa kolega peneliti Indonesia mencoba untuk mengembangkan panduan semacam ini untuk tumbuhan di Indonesia, ternyata memang tidak mudah.

Serangkaian analisis yang harus dilakukan untuk menilai status keterancaman suatu jenis kehati antara lain mengetahui sebarannya, berapa lama kisaran hidupnya, usia berapa mulai bereproduksi, dan yang terpenting adalah apa saja ancaman yang dihadapi jenis tersebut baik di masa lalu, saat ini dan proyeksi ancaman di masa mendatang.

Kelihatannya rumit, namun data-data ini bisa diperoleh dari berbagai sumber baik itu pengamatan langsung berupa studi populasi, data-data perdagangan, dan referensi lainnya yang tentunya secara ilmiah bisa dipertanggung jawabkan. Seluruh proses penilaian/assessment ini dilakukan oleh para relawan, yang sebagian besar adalah peneliti, yang tergabung dalam IUCN Species Specialist Group.

Produk dari seluruh proses ini adalah 'status konservasi' suatu jenis kehati'. Status konservasi ini akan diperbarui berdasarkan hasil penelitian secara reguler, idealnya setiap lima tahun sekali. Menurut data terbaru mereka (pada saat tulisan ini dibuat), saat ini ada lebih dari 150.300 jenis dalam daftar merah IUCN di mana lebih dari 42.100 jenis kehati yang terancam punah, termasuk di dalamnya 41% amfibi, 37% hiu dan pari, 36% terumbu karang, 27% mamalia, 13% burung.

Dari jumlah itu, sekitar 15.000 jenis kehati Indonesia sudah dinilai status konservasinya, dan 2.343 di antaranya berisiko terancam punah, termasuk 1.297 jenis tumbuhan. Data ini akan diperbarui setiap saat. Tentunya jumlah ini masih jauh mencerminkan dari jumlah total kekayaan kehati Indonesia, dan perlu upaya serius untuk melakukan proses penilaian status kehati ini.

Lalu apakah status konservasi ini bisa diterapkan secara menyeluruh untuk setiap negara? Bisa iya dan bisa tidak, karena status konservasi tersebut sifatnya 'global' karena penilaian ini adalah untuk seluruh dunia. Artinya bila suatu jenis tumbuhan/hewan yang memiliki sebaran di luas di dunia memiliki status 'terancam punah', belum tentu jenis tersebut 'terancam punah' di suatu negara, dan sebaliknya.

Namun apabila jenis yang dinilai adalah jenis endemik maka status konservasi global bisa langsung diadopsi untuk tingkat nasional. Idealnya setiap negara memiliki daftar merah sendiri, baik untuk suatu kelompok hewan atau tumbuhan tertentu bahkan untuk kawasan karena panduan yang dibuat oleh IUCN ini memungkinan dibuatnya penilaian status kehati untuk tingkat regional dan nasional, contoh yang telah dibuat oleh Brasil dan Afrika Selatan.

Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki satu buku daftar merah untuk 50 jenis kayu komersial, dan juga perwakilan otoritas penilaian red list untuk tumbuhan. Pada tahun ini juga telah dibentuk Indonesian Species Specialist Group di bawah payung IUCN Species Specialist Group yang salah satu kegiatannya akan berfokus pada penilaian status konservasi jenis kehati Indonesia.

Daftar Merah ini sangat penting tidak hanya untuk membantu mengidentifikasi spesies-spesies yang membutuhkan upaya pemulihan yang ditargetkan, tetapi juga untuk memfokuskan agenda konservasi dengan mengidentifikasi situs dan habitat utama yang perlu dilindungi.

Contoh negara yang sudah mengadopsi ini adalah Afrika Selatan. Selain itu daftar merah tersebut tidak saja menjadi rujukan untuk kebijakan dan langkah-langkah konservasi melainkan juga terkait dengan perdagangan.

Jika suatu jenis kehati sudah masuk kategori daftar merah dan menjadi komoditas perdagangan di pasar Internasional, maka perdagangannya diatur oleh sebuah konvensi internasional lainnya yaitu CITES (The Convention on International Trade Endangered Species).

Regulasi yang ada di CITES mengatur (berdasarkan permintaan pasar internasional juga tentunya) bahwa semua produk/komoditas yang berasal dari flora/fauna yang terancam punah harus dipastikan 'aman' dalam artian tidak mengancam kelangsungan hidup suatu jenis kehati di habitat/tempat asal mereka.

Seperti kita ketahui bersama sebagai negara yang dikaruniai Tuhan kekayaan alam yang begitu berlimpah ini, warga Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkannya antara lain dengan menjual komoditas kehati ini di pasar Internasional. Komoditas perdagangan dari kehati ini telah berkontribusi menggerakkan ekonomi dari tingkat tapak masyarakat hingga industri besar.

Apa yang bisa kita petik dari informasi ini? Dengan memahami eksistensi suatu jenis kehati berikut dengan status konservasinya, diharapkan agar kita menjadi peduli bahwa ada makhluk ciptaan Tuhan lain yang juga berhak atas kehidupannya di sebagian relung ekosistem planet ini.

Sebagai penyelenggara roda pembangunan dan juga pengambil kebijakan strategis mulai memahami isu-isu dasar terkait kehati, penting bagi pemerintah dan para pengampu kebijakan beserta jajarannya untuk lebih memahami berbagai konvensi internasional dan regulasi yang terkait, termasuk red list atau daftar merah.

Dengan memahami hal tersebut, kita tidak saja bisa menjaga dan melindungi suatu jenis dari kepunahan melainkan juga menjaga siklus ekonomi yang sehat sehingga roda pembangunan terus berjalan dalam kesatuan ekosistem dan ekonomi berkelanjutan.


(miq/miq)