Memahami Daftar Merah Hewan dan Tumbuhan yang Terancam Punah

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi ²©²ÊÍøÕ¾Indonesia.com
Apakah hari-hari ini Anda merasakan suhu yang panas yang menyengat dan seakan tidak wajar? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan adanya peningkatan cuaca ekstrem. Bahkan, cuaca panas pun bisa sampai 36 derajat celcius di beberapa wilayah seperti yang dilaporkan oleh ²©²ÊÍøÕ¾ beberapa kali.
Peningkatan cuaca ekstrem bukan semata-mata persoalan anomali cuaca melainkan juga terkait dengan adanya perubahan iklim yang menjadi fenomena global. Perubahan iklim ini terjadi akibat aktivitas manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida. Emisi gas rumah kaca ini menyebabkan peningkatan suhu di atmosfer bumi, yang dikenal sebagai pemanasan global.
Cuaca panas yang ekstrem dan melanda beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini bisa dikurangi, salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan ruang-ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau mutlak diperlukan karena penambahan jumlah populasi dan perkembangan kehidupan yang makin membuat kota-kota besar sangat padat.
Perkembangan perkotaan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan iklim. Beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan suhu bumi yang memicu pemanasan global (global warming) di perkotaan.
Peningkatan suhu udara di perkotaan disebabkan oleh fenomena urban heat island (UHI), yaitu suatu kondisi di mana suhu udara di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti penggunaan material bangunan yang menyerap panas, aktivitas manusia yang menghasilkan panas, dan kurangnya vegetasi yang dapat menyerap panas.
Perlu ada tata kelola yang baik dan tetap memperhatikan keseimbangan kehidupan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan penghijauan.
Memang, sejak tahun 2007 telah ada peraturan terkait hal tersebut, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Tebuka Hijau Kawasan Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan ruang terbuka di kawasan perkotaan yang dipenuhi tanaman untuk manfaat lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2007, jenis RTH mencapai 23 jenis, salah satunya adalah hutan kota.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun turut membuat peraturan mengenai hutan kota yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 71 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota sebagai kebijakan turunan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
Hutan kota adalah tempat khusus di kota dengan luas minimal 0,25 ha dan ditumbuhi pohon-pohon yang kompak dan rapat. Hutan kota memiliki banyak manfaat diantaranya mendukung pelestarian keanekaragaman hayati, menjadi tempat resapan air, menciptakan keseimbangan lingkungan fisik kota, dan memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika.
Arboretum di Perkotaan
Upaya membuat hutan kota di beberapa daerah berhasil menarik minat warga untuk menikmati kesejukan udara yang ada di dalamnya. Namun, selama ini konsep hutan kota yang diterapkan masih "sekedar" memenuhi aspek keindahan semata. Belum terkonsep dengan baik, terutama dikaitkan dengan penyelamatan jenis-jenis tumbuhan yang asli Indonesia.
Dengan konsep yang jelas, tidak saja kesejukan yang diperoleh melainkan juga pendidikan, penelitian, dan lain sebagainya. Salah satu tawaran untuk menata ruang terbuka hijau adalah pembuatan arboretum.
Di tempat ini biasanya berisi berbagai jenis pohon dan tanaman yang ditanam secara khusus untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan konservasi. Arboretum ini juga sering digunakan sebagai tempat rekreasi dan wisata bagi masyarakat perkotaan yang ingin menikmati keindahan alam di tengah kota yang padat.
Dengan adanya arboretum, maka generasi muda akan dikenalkan dengan berbagai jenis pohon dan tanaman yang habitatnya di Indonesia, kegunaan dari jenis-jenis yang ditanam, dan pelestarian lingkungan melalui penyelamatan spesies-spesies tertentu.
Arboretum di perkotaan juga dapat menjadi tempat untuk melakukan penelitian dan konservasi. Para ilmuwan dan peneliti dapat menggunakan arboretum sebagai tempat untuk mempelajari berbagai jenis pohon dan tanaman, serta melakukan penelitian tentang cara terbaik untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Selain itu, arboretum juga dapat menjadi tempat untuk menyimpan dan melestarikan berbagai jenis pohon dan tanaman yang langka atau terancam punah, serta tentu saja penyerapan karbon dan polusi udara.
Seperti Arboretum di kawasan perkantoran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memiliki luas 4 hektar. Hasil studi menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon yang ditanam di arboretum tersebut memiliki kemampuan menyerap gas karbon dioksida dari atmosfer dengan total biomassa, stok karbon, dan serapan karbon dioksida berturut-turut adalah 599 ton/ha, 281,71 ton/ha, dan 1.033,88 ton/ha.
Contoh lain dari arboretum yang telah ada adalah Arboretum Sempaja yang terletal di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Arboretum Sempaja memiliki luas mencapai 2,5 hektar dan didirikan sejak tahun 1986 yang cukup digemari masyarakat untuk berekreasi.
Arboretum Sempaja merupakan model tropical rainforest Kalimantan dan memiliki 1779 pohon dalam 75 jenis yang terklasifikasi dalam 26 famili, 40%nya adalah jenis dipterokarpa. Selain memberikan suasana kota jadi lebih sejuk, Arboretum Sempaja juga memberikan dampak positif dalam hal wisata edukasi di Samarinda melalui PURI DUTA (Pusat Riset Edukasi dan Wisata).
Secara klimatologi, keberadaan arboretum juga berpotensi besar sebagai penunjang iklim mikro perkotaan. Iklim mikro adalah kondisi iklim yang terjadi di suatu wilayah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal seperti topografi, vegetasi, dan bangunan.
Topografi dapat mempengaruhi iklim mikro dengan cara mempengaruhi aliran udara dan suhu. Misalnya, daerah yang berada di lembah cenderung lebih dingin daripada daerah yang berada di atas bukit karena udara dingin cenderung mengalir ke bawah.
Vegetasi juga dapat mempengaruhi iklim mikro dengan cara menyerap panas dan mengurangi suhu. Daerah yang memiliki banyak pepohonan cenderung lebih sejuk daripada daerah yang hanya memiliki sedikit vegetasi.
Aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi iklim mikro. Misalnya, bangunan-bangunan yang tinggi dapat memblokir aliran udara dan menyebabkan daerah di sekitarnya menjadi lebih panas.
Dalam perkotaan, iklim mikro dapat menjadi sangat berbeda dengan iklim makro atau iklim regional. Hal ini disebabkan oleh banyaknya bangunan, jalan raya, dan aktivitas manusia yang menghasilkan panas dan polusi. Iklim mikro yang buruk dapat menyebabkan kenaikan suhu udara, peningkatan kelembaban, penurunan kualitas udara, dan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Arboretum dapat membantu mengatasi masalah iklim mikro perkotaan dengan beberapa cara. Pertama, pohon dan tanaman yang ditanam di arboretum dapat menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Hal ini dapat membantu mengurangi polusi udara dan memperbaiki kualitas udara di sekitar taman.
Kedua, pohon dan tanaman di arboretum dapat memberikan efek pendinginan pada lingkungan sekitar. Daun-daun pohon dapat menyerap sinar matahari dan mengurangi suhu udara di sekitarnya. Selain itu, pohon juga dapat memberikan bayangan yang menyediakan tempat berlindung dari sinar matahari yang terik.
Ketiga, arboretum dapat membantu meningkatkan kelembaban udara di sekitarnya. Pohon dan tanaman dapat menguapkan air melalui proses transpirasi, yang dapat meningkatkan kelembaban udara di sekitarnya. Hal ini dapat membantu mengurangi efek kering dan panas yang terjadi di perkotaan.
Keempat, arboretum dapat membantu meningkatkan keanekaragaman hayati di perkotaan. Dengan menanam berbagai jenis pohon dan tanaman, arboretum dapat menjadi tempat hidup bagi berbagai jenis serangga, burung, dan hewan lainnya. Hal ini dapat membantu memperbaiki ekosistem perkotaan yang seringkali terganggu oleh aktivitas manusia.