Peningkatan Daya Saing UMKM: Langkah Strategis di Era Prabowo-Gibran

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi ²©²ÊÍøÕ¾Indonesia.com
Program "Lapor Mas Wapres" yang dipelopori oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memiliki potensi besar untuk menjembatani masyarakat dengan pemerintah, memberikan ruang untuk menyampaikan keluhan langsung. Dengan tujuan mulia memperkuat keterlibatan publik dalam pemerintahan, program ini harus membuktikan efektivitasnya dalam menangani masalah nyata yang dihadapi masyarakat.
Terdapat tantangan utama yang muncul adalah memastikan bahwa "Lapor Mas Wapres" tidak bernasib sama dengan program serupa yang sekadar mencatat keluhan tanpa tindak lanjut yang konkret.
Sering kali kita melihat platform pengaduan yang hanya menghasilkan angka statistik tanpa solusi nyata, dan ini berpotensi mengurangi kepercayaan publik. Maka, agar program ini benar-benar berdampak, harus ada jaminan bahwa setiap laporan ditindaklanjuti secara serius.
Hingga tulisan ini dbuat, telah ada 296 laporan terhitung hingga 14 November 2024 setelah empat hari program ini diimplementasikan. Mengingat kapasitas jumlah laporan yang kemungkinan sangat besar, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak.
Jika setiap hari saja ada 50 laporan, maka dalam setahun jumlah ini bisa mencapai lebih dari 18 ribu, dan angka ini akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Artinya program tersebut didukung infrastruktur dan sumber daya manusia yang cukup agar tidak berakhir hanya menambah frustrasi di masyarakat.
Dari pengalaman program pengaduan sebelumnya, respons cepat dan jelas adalah kunci kebermanfaatan masyarakat. Banyak program serupa yang tidak berhasil karena kurangnya tindak lanjut yang tegas.
Oleh karena itu, "Lapor Mas Wapres" menghadirkan mekanisme yang cepat, transparan, dan terintegrasi, dengan dukungan regulasi yang jelas agar tiap laporan dapat ditangani dengan tepat. Tanpa dukungan tersebut, program ini mungkin sulit mencapai dampak positif yang diharapkan masyarakat.
Kemudian, menurut penulis, program ini sangat membutuhkan platform teknologi yang efektif untuk menghubungkan laporan masyarakat dengan petugas terkait. Transparansi adalah kunci masyarakat bisa memantau status pengaduan mereka dan mengikuti perkembangan penyelesaiannya. Dengan begitu, pemerintah bisa lebih mudah diawasi dan tetap akuntabel.
Program ini harus dilengkapi tim khusus yang tidak hanya menerima laporan, tetapi juga memberikan solusi konkret. Jika misalnya ada keluhan tentang infrastruktur, tim ini harus segera berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan tindakan cepat. Solusi yang diberikan tidak boleh sekadar berlarut-larut dalam proses birokrasi, tetapi harus cepat dan melibatkan berbagai sektor yang berkaitan.
Kemudian menjadi perhatian adalah cara setiap laporan ditangani. Setiap keluhan yang masuk mencerminkan harapan publik, sehingga harus dijawab dengan serius. Di era digital ini, respons yang cepat dan tepat sangat penting dan akan menentukan partisipasi masyarakat dalam program ini.
Hambatan birokrasi yang sering mengganggu proses pengaduan juga harus diselesaikan. Agar laporan tidak terabaikan, proses penyelesaiannya harus cepat dan tanpa penundaan yang tidak efisien dan efektif. Birokrasi yang rumit hanya akan memperburuk citra pemerintah dan menurunkan kepercayaan publik terhadap program ini.
Untuk mempercepat respons, aparat pemerintah, terutama di tingkat lokal, sebaiknya mendapat pelatihan agar lebih proaktif menangani laporan. Dengan begitu, banyak keluhan bisa diselesaikan langsung di tingkat lokal, yang tidak hanya mempercepat proses tetapi juga mengurangi beban pemerintah pusat.
Keberhasilan program ini juga bergantung pada upaya pemerintah dalam membangun kepercayaan masyarakat. Publik harus merasa yakin bahwa "Lapor Mas Wapres" bukan sekadar program sesaat, melainkan komitmen jangka panjang untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Komunikasi yang terbuka, transparan, dan jujur antara pemerintah dan masyarakat menjadi dasar utama dalam membangun kepercayaan ini. Program ini juga harus dipastikan tidak tumpang tindih dengan platform pengaduan lain, seperti LAPOR! dari Kementerian PANRB. Integrasi antar-platform ini akan memudahkan masyarakat dalam mengakses pengaduan dan memastikan setiap keluhan sampai ke pihak yang berwenang.
Sebaiknya program "Lapor Mas Wapres" ini tidak menjadi tanggung jawab wapres karena perannya berada pada skala kebijakan nasional dan pengambilan keputusan strategis, bukan dalam menangani keluhan masyarakat secara langsung.
Program pengaduan masyarakat seperti ini lebih sesuai jika dikelola oleh kepala daerah, seperti wali kota atau gubernur, yang memang berurusan langsung dengan kebutuhan dan permasalahan di daerah masing-masing.
Menjadikan wapres sebagai figur utama dalam program pengaduan berpotensi mengaburkan peran strategisnya dalam pemerintahan. Seharusnya, wapres difokuskan pada tugas-tugas besar yang membutuhkan koordinasi lintas kementerian dan pengambilan kebijakan di tingkat nasional.
Program pengaduan seperti ini sebaiknya diintegrasikan dalam platform lain yang sudah ada dan dikelola oleh kementerian atau lembaga terkait yang memiliki struktur, jaringan, dan kapasitas lebih dekat dengan masyarakat.
Dengan mengalihkan tanggung jawab ini kepada pihak yang lebih tepat, wapres dapat lebih fokus pada hal-hal yang memiliki dampak besar bagi bangsa, sementara pemerintah daerah tetap dapat menjalankan fungsi pelayanan publik langsung yang lebih sesuai dengan peran mereka.
Program "Lapor Mas Wapres" memang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, tetapi keberhasilannya sangat tergantung pada komitmen pemerintah untuk menanggapi setiap keluhan dengan cepat dan serius.
Program ini seharusnya tidak hanya menjadi pencatatan keluhan, tetapi juga memberi solusi nyata bagi masyarakat. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, legislatif, dan masyarakat, serta sistem yang transparan dan akuntabel agar program ini benar-benar membawa dampak positif bagi Indonesia.