²©²ÊÍøÕ¾

Sectoral Insight

Petani Berkurang & Lahan Menyempit, 20 Tahun Lagi Makan Apa?

Aulia Mutiara Hatia Putri, ²©²ÊÍøÕ¾
16 May 2023 09:18
Presiden Joko Widodo didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo  meninjau panen raya padi dan berdialog dengan petani di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah Kamis (9/3/2023). (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meninjau panen raya padi dan berdialog dengan petani di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah Kamis (9/3/2023). (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)
  • Dalam Renstra Kementerian Pertanian tahun 2020-2024 sebagian besar pertumbuhan ekonomi dan devisa negara berasal dari sektor pertanian dengan ekspor komoditas hasil pertanian
  • Sayangnya sudah menjadi rahasia umum bahwa sektor pertanian kian sulit berkembang pesat.
  • Kondisi pertanian di Tanah Air kami rasa penting menjadi sorotan, terlebih sulitnya regenerasi petani di Indonesia jadi tantangan berat yang mestinya segera diselesaikan.

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pertanian, dalam paradigma pembangunan berkelanjutan merupakan sistem pembangunan yang secara menyeluruh memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam serta teknologi untuk mensejahterakan masyarakat. Lantas kalau kita sandingkan dengan kondisi sekarang, masihkah 20 tahun ke depan demikian?

Peran petani sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan pangan bagi suatu wilayah. Dengan semakin berkurangnya jumlah petani saat ini dan petani saat ini rata-rata sudah berumur tua dapat mengancam ketahanan pangan secara keseluruhan.

Keluarga sebagai faktor internal berperan penting terhadap regenerasi petani dimana mereka secara langsung dapat berinteraksi setiap saat. Peran pemerintah dan swasta dalam kebijakan alih fungsi lahan perlu memperhatikan dampak yang ditimbulkan.

Ancaman krisis pangan pun kini menjadi perhatian berbagai negara, termasuk Indonesia. Peningkatan harga pangan serta ancaman jumlah pasokan menjadi perhatian, serta diperlukan antisipasi dari dalam negeri.

Terlebih, Negara produsen pangan untuk dunia juga menjaga pangannya agar tidak menjual keluar dan difokuskan menjadi pangan lokal. Ini menjadi tantangan menjaga pangan dalam negeri bergantung pada diri sendiri.

Indonesia pun punya tantangan tersendiri, yakni berkurangnya jumlah petani dan petani yang mulai menua. Akibatnya, produktivitas pun stagnan, dan akan mempengaruhi jumlah panen.

Selain turunnya jumlah petani dan lahan, kualitas benih pangan juga menjadi kendala, karenakurang adaptif pada perubahan iklim. Kerusakan infrastruktur dan bencana alam juga menjadi perhatian, karena bisa menghambat pemenuhan pangan.

Tak kalah penting, bahwa perubahan iklim sangat mempengaruhi, ada hujan terus menerus, musim basah, ini mempengaruhi produktivitas pangan. Sampai saat ini kita masih berkutat mencari benih yang tahan, karena stabilitas pangan perlu diantisipasi dengan cepat.

Peran petani secara tidak langsung menjadi ujung tombak dalam menjaga ketersediaan pangan, apabila ketersediaan petani secara nasional kian menurun, maka hal tersebut akan berkorelasi positif dengan menurunnya ketahanan pangan nasional.

Menurunnya tenaga kerja petani berdampak terhadap produktivitas pertanian yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan pada upaya penjaminan hak atas pangan di Indonesia.

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 38,7 juta penduduk yang bekerja di sektor pertanian.

Dari angka ini, ancaman penuaan pada pekerja di sektor pertanian bakal terjadi sebab regenerasi yang terbilang sulit di Tanah Air.

Petani yang Menua dan 'Ogah'nya Milenial Jadi Petani

Menyuburkan generasi petani hingga tahun-tahun berikutnya menjadi tantangan tersendiri di negeri Agraris ini.

Dalam catatan ²©²ÊÍøÕ¾, presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengungkapkan keinginannya profesi petani menjadi sebuah profesi yang menjanjikan dan bisa mensejahterakan. Kepala negara ingin, generasi muda lebih berminat untuk menjadi petani.

Lantas apa yang menyebabkan generasi muda tak mau menggeluti bidang pertanian?

Bidang pertanian tak lagi menarik minat anak muda, khususnya dari generasi Z. Berdasarkan hasil survei Jakpat, hanya 6 dari 100 generasi Z berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di bidang pertanian. Ada sejumlah alasan mengapa banyak generasi Z yang tak ingin bekerja di bidang pertanian.

Lantas benarkah demikian? nyatanya pertanian cukup pelik dilakukan karena membutuhkan modal yang besar dengan hasil usaha tani yang bisa dibilang 'tebak-tebakan'. Jika hasil usaha tani bagus maka bisa menutupi modal yang bersumber dari hutang di bank ataupun dari pinjaman keluarga.

Namun jika gagal atau setengah gagal maka hasil pendapatan akan habis menutupi sewa lahan (jiwa lahan bukan milik sendiri), biaya pupuk, biaya pestisida yang mahal hingga biaya lainnya.

Rendahnya minat pemuda bekerja di sektor ini pun membuat Indonesia harus puas berada di urutan keenam negara dengan proporsi tenaga kerja pertanian tertinggi di Asia Tenggara. Menurut ASEAN Statistics Division, proporsi tenaga kerja pertanian di Indonesia sebesar 29,8% pada 2020.

Posisi Indonesia berada di bawah Kamboja dengan proporsi tenaga kerja pertanian sebesar 32.1%. Sedangkan, Myanmar menjadi negara yang memiliki proporsi tenaga kerja pertanian paling tinggi di Asia Tenggara, yakni 48,9%.

Pada dasarnya ini soal pengembangan sumberdaya manusianya dan fasilitas yang memadai, baik dari segi modal usaha tani, pengembangan skill yang tentunya akan menarik gen Z tertarik menggeluti bidang pertanian apalagi industri sedang di landa PHK seperti saat sekarang ini.

Tentunya akan ada banyak generasi yang ingin menggeluti bidang ini namun memang perlu digali lebih lanjut terkait modal yang dimiliki.

Karena perkembangan teknolog sektor pertanian yang cepat perlu diimbangi dengan regenerasi SDM pertanian yang cepat pula. Inilah pentingnya memperkenalkan dunia pertanian kepada generasi muda sejak dini. Tidak hanya milenial, kini pertanian juga menjadi sesuatu yang dekat dengan generasi milenial.

Regenerasi petani ini kami nilai begitu penting untuk dilakukan melihat alasan dan dampak untuk ketahanan pangan. Regenerasi petani perlu dilakukan karena melihat dari usia petani yang semakin tua ini mengakibatkan penurunan kinerja dalam bidang pertanian.

Baca Halaman Selanjutnya >>> Alih Fungsi Lahan yang Kian Merajalela

BPS mencatat, mayoritas atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa.

Petani yang luas lahannya di kisaran 2-2,99 ha sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tak ada yang sampai 1 juta jiwa.

Kondisi ini pun diperparah dengan menyusutnya luas lahan pertanian di dalam negeri. Sebagai contoh, luas lahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta ha pada 2009. Angkanya kemudian menyusut menjadi sebesar 7,46 juta ha pada 2019.

Dua tahun setelahnya, BPS belum mencatat berapa luas lahan baku sawah di Indonesia. Data terakhir masih berbasis kepada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019.

Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.

Dampaknya jelas, produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain.

Maka dari itu, ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar per tahun. Butuh regulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak buruknya untuk generasi yang akan datang.

Mengambil Contoh Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Bandara

Salah satu program pembangunan infrastruktur yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah mengembangkan kawasan Kertajati menjadi kawasan bandara dan aero-city.

Pembangunan Bandara Internasional Kertajati akan memicu perubahan yang sangat besar bagi masyarakat mengingat keberhasilan pembangunan Bandara Internasional Kertajati berdampak besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan.

Adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi Bandara Internasional Kertajati sangat berpengaruh terhadap berkurangnya kesempatan kerja pertanian. Hal ini juga berkaitan dengan mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani yang aktivitasnya memerlukan curahan tenaga kerja dalam kegiatan usaha taninya.

Hal ini diperkuat dengan sebuah penelitian dalam jurnal yang bertajuk 'Dampak Pembangunan Bandara Internasional Kertajati Dalam Kajian Green Political Theory' yang di dalamnya menyebutkan alih fungsi lahan ini menyebabkan terjadinya perubahan luas lahan garapan usaha tani masyarakat.

Hal tersebut berdampak pada hilangnya pendapatan usaha tani padi yang biasa didapatkan setiap tahunnya. Nilai rata-rata hilangnya pendapatan rumah tangga petani padi sebesar Rp 38.598.962 /ha/tahun.

Selain itu, perubahan luas lahan usaha tani dapat menyebabkan padi yang biasanya bisa dikonsumsi sendiri juga berkurang, sehingga mempengaruhi cadangan pangan mereka.

Hal ini dapat menimbulkan kerentanan pada ekonomi rumah tangga karena selain pendapatan berkurang, mereka juga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya dari hasil lahannya sendiri, sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan.

Kembali ke pertanyaan awal tadi, dengan rangkaian masalah yang menggeluti dunia pertanian maka apakah sektor pertanian masih berjaya? Jawabannya, 20 tahun ke depan bisa jadi masih sama, atau bahkan kondisinya lebih parah. Itu tergantung kebijakan yang menjadi pijakannya.

Semakin serius pemerintah mengatasi hal-hal yang kini dikeluhkan soal sektor pertanian, maka 20 tahu ke depan sektor pertanian kita bisa saja semakin maju. Rendahnya upah, sulitnya mendapatkan lahan, modal yang begitu besar, serta persoalan pertanian dari hulu hingga hilir harus serius menjadi perhatian sebagai perbaikan ke depan.

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular