Harga Migor Ogah Turun, Saham Sawit Tetap Longsor Berjamaah

- Pergerakan harga saham emiten sawit masih terpantau dalam zona merah sejak awal tahun
- Penurunan harga saham kontras dengan harga komoditas minyak sawit (CPO) sudah mulai menggeliat selama seminggu terakhir
- Geliat harga komoditas minyak sawit mulai nampak karena produksi tanda buah segar (TBS) beberapa emiten menyusut akibat cuaca buruk dan harga pupuk yang melambung.Ìý
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejumlah saham di sektor kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) masih terpantau dalam zona merah sejak awal tahun. Saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) menjadi yang turun paling dalam sebesar -16,54% secara year-to-date
Hari ini (13/6/2023) hingga pukul 13.08 WIB TAPG juga yang memimpin pelemahan sebesar -2,75% menjadi Rp530/saham. Kemudian, disusul saham PT Sumber Tani Agung Tbk (STAA) yang turun -1,67% secara harian menjadi Rp885/saham, sementara sejak awal tahun sudah menyusut -15,31%.
Posisi ketiga ada emiten sawit milik Grup Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatatkan penyusutan harga saham sejak awal tahun sebesar -8,41%, sedangkan hari ini turun -1,34% menjadi Rp7359/saham.
Harga saham sektor sawit yang masih melempem hari ini nyata-nya malah kontras dengan harga komoditas-nya yang berhasil naik pada Selasa (13/6/2023) sebesar 1,10% ke posisi MYR 3383 per ton. Selama seminggu terakhir Malaysian palm oil futures ini juga sudah bertahan di zona hijau, naik 1,42%.
Kenaikan mingguan tersebut memang terbilang masih cukup tipis, jika dibandingkan secara tahunan pergerakan harga komoditas kelapa sawit ini tetap terjerembab di zona merah, masih turun -42,49%. Penurunan signifikan ini menjadi faktor yang memberatkan harga saham di sektor sawit.
Penurunan harga komoditas bukanlah tanpa sebab, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu dari supply melimpah dan demand yang berkurang.
Tahun lalu sektor sawit ini sempat terkena dampak dari pemerintah yang menerapkan pelarangan ekspor CPO tahun lalu. Larangan ekspor membuat supply melimpah sementara demand hanya mengandalkan dari domestik.
Perlu dicatat, Â porsi ekspor CPO Indonesia mencapai 46,8% dari total nilai ekspor CPO dunia pada 2020. Pasar ekspor yang besar ini sempat terputus karena larangan ekspor dan menjadi faktor utama demand turun.
Namun, apakah hal tersebut akan berlanjut? Kemungkinan besar malah bisa berbalik arah.
Mengapa? Ini karena peraturan sudah berubah, ekspor sudah kembali dibuka. Selain itu, mulai terlihat adanya supply yang ketat dari beberapa emiten yang mencatatkan penurunan produksi tandan buah segar (TBS).
Terlihat pada tabel di atas hampir semua emiten mengalami penurunan produksi tandan buah segar secara kuartalan. Faktor cuaca buruk akibat badai El-nino dan harga pupuk yang melambung menjadi alasan supply TBS berkurang karena buah sawit yang bisa dipanen sedikit.
Penurunan TBS tentu berpengaruh ke produksi CPO dan produk turunannya, sementara demand masih ada potensial naik sejalan dengan program B35 dari pemerintah untuk mengurangi polusi dan kembali atraktif nya sektor consumer karena ekonomi yang sudah normal.
Lesunya saham emiten sawit juga berbanding terbalik dengan harga minyak goreng.
Harga minyak goreng ternyata belum bergerak turun kembali ke posisi tahun 2021. Baik untuk minyak goreng kemasan curah maupun kemasan premium. Harga minyak goreng saat ini lebih mahal 10-30% dibandingkan harga pada periode sama tahun 2021.
Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, harga minyak goreng curah pada hari ini, Senin (12/6/2023) turun 0,48% menjadi Rp14.800 per liter dibandingkan 9 Juni 2023 yang tercatat di Rp14.900 per liter.
Begitu juga harga minyak goreng kemasan premium, turun 0,67% menjadi Rp20.900 per liter, dibandingkan 9 Juni 2023 yang berada di Rp21.000 per liter.
Namun, jika dibandingkan harga pada 11 Juni 2021, harga minyak goreng hari ini lebih mahal 11,28% dari posisi sebelumnya di Rp13.300 per liter. Harga minyak goreng kemasan premium juga tercatat melonjak sampai 33,12% dari posisi sebelumnya di Rp15.700 liter pada 11 Juni 2021.
Seperti diketahui, kisruh minyak goreng pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2022 lalu.
Berawal dari kenaikan harga minyak goreng menjelang akhir tahun 2021, menyusul peningkatan konsumsi di tengah pelonggaran aktivitas saat pandemi Covid-19.
SP2KP Kemendag mencatat, pada 1 Desember 2021, harga minyak goreng melonjak menjadi Rp17.500 per liter curah dan Rp19.200 per liter kemasan premium.
Harga kembali naik, di mana pada 31 Desember 2021 tercatat harga minyak goreng curah adalah Rp17.900 per liter dan minyak goreng kemasan premium Rp20.200 per liter.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan ²©²ÊÍøÕ¾ Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)