
Terungkap! Ini Alasan Fitch Tega Turunkan Derajat Amerika

- Fitch Ratings memangkas rating surat utang AS menjadi AA+
- Rating surat AS dipangkas karena persoalan plafon utang
- Pemangkasan surat utang berdampak besar terhadap pergerakan pasar keuangan global dan Indonesia
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Fitch Ratings telah menurunkan peringkat surat utang Amerika Serikat (AS) pada Selasa (1/8/2023) dari AAA menjadi AA+. Hal ini terjadi akibat kondisi fiskal AS dan kebuntuan pagu utang AS hingga akhirnya berdampak pada pasar Indonesia.
Penurunan ini menjadi kali pertama Fitch dari peringkat tertinggi yakni AAA menjadi AA+.
"Penurunan peringkat AS mencerminkan penurunan fiskal yang diyakini akan terjadi selama tiga tahun ke depan, beban utang pemerintah tinggi dan terus meningkat, dan erosi tata kelola relatif terhadap negara-negara lain yang berperingkat 'AA' dan 'AAA' dalam dua dekade terakhir yang telah tercermin dalam kebuntuan batas utang yang berulang-ulang dan resolusi di saat-saat terakhir," bunyi pernyataan lembaga itu.
Sebelumnya pada Mei 2023, Fitch telah memberikan peringatan "rating watch negative" ke surat utang AS. Peningkatan masalah politik yang telah menghambat resolusi untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang menjelang tenggat waktu yang semakin dekat, pun disebut sebagai penyebab.
Fitch juga menilai pemerintah AS tidak memiliki kerangka fiskal jangka menengah. Hanya ada kemajuan terbatas mengatasi tantangan jangka menengah terkait dengan meningkatnya biaya jaminan sosial AS dan Medicare karena populasi yang menua.
Pemangkasan rating juga dilakukan Standard & Poor's (S&P) pada 2011 dari AAA ke AA+.
Sama dengan Fitch, S&P juga memangkas surat utang AS karena persoalan plafon utang pemerintah AS. AS dinilai tidak mampu mengembangkan rencana yang kredibel dalam menangani utang jangka panjang.
Pada saat itu, S&P Global Rating melihat rencana konsolidasi fiskal yang disetujui kongres dan pemerintah baru-baru ini kurang. S&P berpandangan bahwa diperlukan cara untuk menstabilkan dinamika utang jangka menengah pemerintah.
"Lebih luas lagi, penurunan peringkat mencerminkan pandangan kami bahwa efektivitas, stabilitas, dan prediktabilitas pembuatan kebijakan dan institusi politik Amerika telah melemah pada saat tantangan fiskal dan ekonomi yang sedang berlangsung ke tingkat yang lebih dari yang kami perkirakan ketika kami menetapkan prospek negatif untuk peringkat tersebut pada 18 April 2011" dalam pernyataan S&P Global Rating.
Pada 2 Agustus 2011, Barrack Obama menandatangani undang-undang yang dirancang untuk mengurangi defisit fiskal sebesar $2,1 triliun selama 10 tahun. Tapi hal tersebut jauh dari penghematan $4 triliun yang diminta S&P Global Rating sebagai uang muka yang baik untuk memperbaiki keuangan AS.
Persoalan utang kembali terulang tahun ini. Puncaknya pada Mei 2023, AS sempat dihantui gagal bayar utang mengingat plafon utang AS telah menyentuh $31,4 triliun.
AS bahkan sempat terancam default sebelum DPR AS dan Presiden Joe Biden sepakat terkait plafon utang. Masalah pagu utang pada Mei inilah yang menjadi perhatian Fitch dalam beberapa bulan terakhir.
"Kami lebih khawatir kali ini," kata James McCormack, kepala pemeringkat obligasi global Fitch's, dalam sebuah wawancara dengan CNN International awal Maret lalu.
![]() US Debt Ceiling |
Default membuat investor termasuk negara-negara lainnya yang memegang obligasi pemerintah AS atau US Treasury khawatir karena akan menderita kerugian.
Beberapa dampak jika terjadi gagal bayar yakni penurunan perdagangan global, tingkat konsumsi AS akan anjlok, tingkat impor AS pun akan turun, aliran dana keluar dari AS, hingga turunnya nilai mata uang dolar AS.
Dilansir dari fitchratings.com, telah terjadi kemerosotan yang stabil dalam standar tata kelola selama 20 tahun terakhir, termasuk masalah fiskal dan utang, terlepas dari kesepakatan bipartisan bulan Juni untuk menangguhkan batas utang hingga Januari 2025.
Selain itu, pemerintah tidak memiliki kerangka fiskal jangka menengah, tidak seperti kebanyakan negara lain, dan memiliki proses penganggaran yang kompleks.
Faktor-faktor ini, bersama dengan beberapa guncangan ekonomi serta pemotongan pajak dan inisiatif belanja baru, telah berkontribusi pada kenaikan utang berturut-turut selama dekade terakhir.
Fitch juga menambahkan bahwa defisit pemerintah umum (General Government/GG) akan meningkat menjadi 6,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023, dari 3,7% pada tahun 2022.
Kondisi ini mencerminkan pendapatan federal yang melemah secara siklis, inisiatif pengeluaran baru, dan beban bunga yang lebih tinggi.
Selain itu, Fitch memperkirakan defisit GG sebesar 6,6% dari PDB pada tahun 2024 dan pelebaran lebih lanjut menjadi 6,9% dari PDB pada tahun 2025.
Defisit yang lebih besar disebabkan oleh pertumbuhan PDB 2024 yang lemah, beban bunga yang lebih tinggi, dan defisit pemerintah negara bagian dan lokal yang lebih luas sebesar 1,2% PDB pada 2024-2025 (sesuai dengan rata-rata historis 20 tahun).
Ketika suatu negara kehilangan peringkat kreditnya, investor cenderung melihatnya sebagai investasi yang lebih berisiko. Hal ini menyebabkan permintaan obligasi AS menurun, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat bunga yang harus dibayar pemerintah AS untuk meminjam uang.
Sebagai informasi, suku bunga AS saat ini di angka 5,25-5,50%. Fitch mengharapkan satu kenaikan lebih lanjut menjadi 5,5% hingga 5,75% pada bulan September.
Ketahanan ekonomi dan pasar tenaga kerja memperumit tujuan Fed untuk membawa inflasi menuju target 2%.
Kenaikan suku bunga ini dapat merugikan pasar keuangan global karena dapat menurunkan minat investor untuk berinvestasi di pasar saham dan obligasi.
Apa Dampaknya Terhadap Indonesia?
Penurunan peringkat AS merupakan cerminan dari lemahnya kinerja fiskal AS yang memengaruhi perekonomian domestiknya.
Pasca pandemi, ekonomi AS ditantang oleh tingkat inflasi yang lebih tinggi dan kenaikan harga energi.
Hal ini mendorong tingkat suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang lebih tinggi menjadi5,25- 5,5% saat ini, dari hanya 0,00-0,25% pada 2021.
Tingkat suku bunga acuan yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menekan permintaan domestik yang pada akhirnya berdampak pada penurunan permintaan impor, termasuk dari Indonesia.
Kepala Ekonomi Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan dampak terhadap ekonomi Indonesia akan melalui kinerja perdagangan dan investasi AS yang lebih rendah.
Pada Mei 2023 terlihat bahwa ekspor Indonesia ke AS telah turun sebesar 23,2% ytd (vs +30,9% tahun lalu) dengan dampak terbesar pada ekspor produk tekstil, furnitur, dan produk karet.
Perlambatan ekspor akan membatasi kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh di atas 5% pada tahun 2023 dan 2024. Dampak terhadap pasar keuangan Indonesia pun terlihat melalui volatilitas arus modal asing.
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan sejauh ini belum ada pergerakan signifikan dalam pasar Surat Berharga Negara (SBN). setelah Fitch memangkas rating surat utang AS.
Namun, Kementerian Keuangan akan terus memonitor perkembangan.
"Sejauh ini belum ada pergerakan signifikan. Tentu harus kita monitor dalam beberapa waktu ke depan," tutur Deni, kepada ²©²ÊÍøÕ¾.
Merujuk data Refinitiv pada hari ini, Rabu (2/8/2023), pukul 14:41 WIB, yield atau imbal hasil SBN tenor 10 tahun tercatat 6,267%. Imbal hasil tidak bergerak dibandingkan kemarin. Indeks bahkan melemah 1 bps dari 6,268% pada perdagangan Senin pekan ini.
Imbal hasil pada SBN tenor 5 tahun juga melandai menjadi 5,989% pada hari ini, dari 6,007% pada perdagangan kemarin. Imbal hasil yang melandai menunjukkan harga SBN tengah naik karena diincar oleh investor.
Deni menjelaskan dampak downgrade rating surat utang pemerintah AS ke pasar keuangan Tanah Air akan terbatas.
"Dampak negatif terhadap pasar keuangan domestik diperkirakan akan cukup terbatas mengingat downgrade ini bukan hal baru," imbuh Deni.
Deni menambahkan dampak downgrade surat utang pemerintah AS untuk tahun ini tidak terlalu besar karena kondisi ekonomi yang jauh membaik. Di antaranya adalah inflasi yang terus melandai dan outlook defisit APBN 2023 yang lebih rendah yakni 2,28% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kinerja APBN cukup solid diiringi dengan outlook defisit APBN 2023 yang lebih rendah sehingga mengurangi supply risk secara signifikan di pasar SBN. rencana penerbitan SBN hingga tahun 2023 akan relatif on track," ujarnya.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)