
Sepekan Menguat 0,56%, IHSG Nyaris Cetak Double Hattrick

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini terbilang cukup cemerlang, di mana IHSG sepanjang pekan ini terpantau menguat, membalikan posisi pada pekan sebelumnya yang terkoreksi.
Sepanjang pekan ini, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut menguat 0,56% secara point-to-point (ptp), lebih baik dari posisi pekan sebelumnya yang terkoreksi 0,74%.
Namun sayangnya pada perdagangan Jumat (13/10/2023) kemarin, IHSG ditutup melemah 0,12% ke posisi 6.926,78. Padahal jika pada perdagangan akhir pekan ini IHSG berhasil menguat, maka IHSG mencetak penguatan selama sepanjang pekan ini tanpa terkoreksi sekalipun atau dapat dikatakan IHSG mencetak double hattrick, karena penguatan IHSG sudah berlangsung sejak Jumat pekan lalu.
Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 42,7 triliun. Sayangnya, investor asing tercatat masih melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 100,74 miliar di seluruh pasar sepanjang pekan ini.
IHSG yang nyaris mencetak penguatan selama lima hari beruntun sepanjang pekan ini terjadi mengikuti pergerakan pasar saham global yang juga menghijau hampir sepanjang pekan ini.
Namun pada perdagangan Jumat akhir pekan ini, pasar saham global melemah. Hal ini sepertinya investor mulai merealisasikan keuntungannya setelah selama empat hari beruntun menguat.
Di lain sisi, ketidakpastian kembali menghantui pasar di tengah memanasnya situasi di Timur Tengah akibat konflik Israel-Hamas dan masih memanasnya inflasi di Amerika Serikat (AS).
Konflik antara Israel-Hamas mulai muncul kembali pada Sabtu dini hari. Faksi Palestina tersebut memulai serangan multi-cabang sekitar pukul 06:30 pagi waktu setempat dengan ribuan roket yang ditujukan hingga Tel Aviv dan Yerusalem, beberapa diantaranya melewati sistem pertahanan Iron Dome dan menghantam bangunan.
Eskalasi ini menyusul meningkatnya kekerasan selama berbulan-bulan, sebagian besar terjadi di Tepi Barat yang diduduki, dan ketegangan di sekitar perbatasan Gaza dan di tempat-tempat suci yang diperebutkan di Yerusalem.
Konflik kedua negara tersebut pun sempat melambungkan harga minyak mentah dunia pada Senin pekan ini, dan membuat saham-saham minyak di global bahkan di Indonesia pun mendapat 'berkah' dari kenaikan harga minyak mentah tersebut.
Timur Tengah memang memiliki sejarah panjang konflik dan ketegangan, yang seringkali memberikan dampak pada pasar global.
Namun, penting untuk dicatat bahwa peristiwa geopolitik terbaru, seperti perang Rusia ke Ukraina sebelumnya, telah menunjukkan bahwa pasar keuangan dapat tetap kokoh meskipun adanya gangguan global yang signifikan.
Ketahanan ini sebagian disebabkan oleh fakta bahwa para investor lebih memprioritaskan faktor lainnya, seperti laju pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, kebijakan moneter bank sentral negara utama, daripada konflik geopolitik.
Namun, pasar saham global termasuk IHSG penguatannya mulai terpangkas dan pada akhirnya melemah di perdagangan akhir pekan karena disebabkan oleh masih panasnya inflasi AS periode September 2023.
Inflasi yang dirilis pekan ini untuk periode September 2023 di luar dugaan malah melaju kencang. Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi tumbuh 0,4%, sementara secara tahunan (year-on-year/yoy) tumbuh 3,7%. Angka tersebut meleset dari perkiraan yang proyeksi bisa tumbuh 0,3% (mtm) dan 3,6% (yoy).
Sementara untuk inflasi inti terpantau tumbuh 0,2% (mtm) dan 4,1% (yoy), masih jauh dari target the Fed di 2%. Artinya, target tersebut rasanya sudah tidak mungkin untuk dicapai tahun ini, mengingat banyaknya tekanan eksternal terutama masalah pasokan yang ketat dan harga minyak naik akibat mencuat kembali masalah perang di Timur Tengah.
Kondisi pasar tenaga AS juga terpantau masih cukup ketat, dimana data klaim pengangguran mingguan naik ke 209.000 pekan ini, lebih rendah dari ekspektasi yang proyeksi naik ke 210.000. Ditambah dengan data non farm payroll untuk September 2023 juga tak terduga naik ke 336.000, berbanding terbalik dari ekspektasi yang proyeksi turun ke 170.000, sementara tingkat pengangguran masih bertahan sama dari bulan sebelumnya sebesar 3,8%.
Di lain sisi, hasil risalah dari FOMC Minutes pekan ini menunjukkan ada kemungkinan the Fed tetap hawkish tetapi ada perubahan fokus dimana saat ini akan seberapa lama bank sentral AS tersebut menahan era suku bunga tinggi dibandingkan sebesar besar suku bunga akan naik lagi.
Akan tetapi, mayoritas pengambil kebijakan menilai bahwa masih ada potensi satu kali menaikkan lagi suku bunga The Fed pada pertemuan mendatang. Walaupun beberapa pemangku kebijakan juga menilai sudah tidak perlu menaikkan lebih lanjut.
Perangkat FedWatch Tool menunjukkan hanya 14,96% pelaku pasar memperkirakan adanya kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada November mendatang. Angka ini turun dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 9,1%.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)