²©²ÊÍøÕ¾

Raksasa Ekonomi Bertumbangan, RI Aman?

Susi Setiawati, ²©²ÊÍøÕ¾
19 February 2024 14:45
Infografis, Selamat atau Jatuh ke Jurang Resesi? Ini Daftarnya
Foto: Infografis/ Resesi/ Edward Ricardo

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Laju ekonomi sejumlah negara mengarah ke jurang resesi. Kondisi ini dikhawatirkan bisa berdampak kepada perlambatan ekonomi global, termasuk Indonesia.

Jepang menjadi negara terakhir yang resmi masuk ke jurang resesi secara teknikal setelah ekonomi Negara Sakura terkontraksi selama dua kuartal beruntun. Sebelumnya, Jerman juga menjadi perhatian besar karena ekonominya yang terus ambruk.

Asia - Jepang

Jepang tergelincir ke dalam resesi dan kehilangan posisinya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia. Perekonomian Jepang kini menjadi yang terbesar keempat di dunia setelah mengalami kontraksi pada kuartal terakhir tahun 2023 dan tertinggal dari Jerman.

Ekonomi Jepang terkontraksi 0,4% pada kuartal IV-2023, menurut data PDB riil Kantor Kabinet yang dirilis pada hari Kamis pekan lalu, meskipun tumbuh sebesar 1,9% sepanjang tahun 2023. Kontrkasi ini memperpanjang derita ekonomi Jepang yang juga terkoreksi 3,3% pada kuartal III-2023. 

Kontraksi dua kuartal berturut-turut dianggap sebagai indikator perekonomian berada dalam resesi teknis.

Laporan PDB terbaru itu jauh meleset dari perkiraan pertumbuhan 1,4% dalam jajak pendapat para ekonom Reuters. Secara kuartalan (quarter to quarter/qtq), PDB turun 0,1%, dibandingkan dengan perkiraan kenaikan 0,3% dalam jajak pendapat Reuters.

Perekonomian Jepang adalah yang terbesar kedua hingga tahun 2010 ketika China mengambil tahta Jepang. PDB nominal Jepang berjumlah US$4,2 triliun tahun 2023, sedangkan Jerman berjumlah US$4,4 triliun.

Jerman

Komisi Eropa memangkas perkiraan pertumbuhan dan inflasi untuk zona euro pada 2024, Kamis (15/2/2024). Meski inflasi diprediksi melandai 2,7% namun pertumbuhan bakal lamban. Diyakini kawasan dengan mata uang tunggal itu, hanya akan tumbuh 0,8%.

Ketegangan geopolitik menjadi penyebab. Ini meningkatnya ketidakpastian bagi perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi Jerman, diprediksi hanya sebesar 0,3% pada tahun 2024, turun dari prediksi musim gugur sebesar 0,8%.

"Konsumsi swasta menderita akibat hilangnya daya beli. Aktivitas di sektor konstruksi dan energi intensif terhambat oleh kenaikan biaya yang tinggi dan kekurangan tenaga kerja," kata komisaris ekonomi Uni Eropa (UE),  Paolo Gentiloni, meski memperkirakan perekonomian akan tumbuh sebesar 1,2% tahun 2025.

Inggris

Inggris tergelincir ke dalam resesi setelah ekonomi mereka terkontraksi (quartal to quartal/qtq) pada kuartal III dan IV 2023. Resesi secara teknikal ini menunjukkan bahwa Perdana Menteri Rishi Sunak sejauh ini gagal memenuhi janjinya untuk menumbuhkan perekonomian.

Ekonomi Inggris memang masih tumbuh sebesar 0,1% sepanjang 2023 secara keseluruhan tahun tetapi ini merupakan pertumbuhan tahunan paling lambat yang pernah terjadi di Inggris sejak 2009, tidak termasuk tahun pertama pandemi.

Amerika Serikat

Indek Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) melonjak pada awal tahun. Inflasi meningkat lebih dari perkiraan pada bulan Januari 2024 karena tingginya harga tempat tinggal yang membebani konsumen, menurut laporan Departemen Tenaga Kerja pada hari Selasa pekan lalu.

Indeks harga konsumen, ukuran harga barang dan jasa yang dihadapi pembeli di seluruh perekonomian, meningkat 0,3% pada bulan tersebut, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja. Dalam basis 12 bulan, angkanya mencapai 3,1%, turun dari 3,4% di bulan Desember 2023.

Dikutip dari Congressional Budget Office (CBO), pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat menjadi 1,5% pada 2024 dan kemudian berlanjut pada kecepatan yang moderat.

Lebih lanjut, pertumbuhan PDB riil diperkirakan rata-rata berada di angka 2,2% per tahun dari 2025 hingga 2028. Hal ini terjadi mengingat belanja konsumen yang beralih tajam ke barang dan jasa selama pandemi, kembali ke pola sebelum pandemi.

Pertumbuhan konsumsi diperkirakan melemah pada 2024 karena nilai tabungan masyarakat akan mulai berkurang seiring dengan pelonggaran pasar tenaga kerja, di tengah efek pengetatan moneter yang terus berlanjut sejak awal tahun 2022.

Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2023 mencapai 5,04% secara tahunan (yoy), sedikit melebihi proyeksi pemerintah sebesar 5%.

Penyumbang utama pertumbuhan ini adalah peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi. Konsumsi rumah tangga, yang merupakan komponen terbesar dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, tumbuh 4,82% di 2023. Kenaikan upah minimum dan bantuan sosial pemerintah menjadi faktor pendorong utama peningkatan konsumsi rumah tangga. Di tengah tantangan ekonomi global dan inflasi yang tinggi, peningkatan konsumsi rumah tangga menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih terjaga.

Sementara itu, investasi tumbuh 4,40%, didukung oleh realisasi program pembangunan infrastruktur. Meskipun pertumbuhan investasi melambat dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini tetap menunjukkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Stabilitas politik dan ekonomi, serta potensi pasar yang besar, menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Belanja pemerintah tumbuh  2,95% di 2023 pada 2023, berbanding terbalik dengan kontraksi 4,47% pada 2022. Belanja pemerintah masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui program-program pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial pemerintah yang terus berlanjut.

Ekspor tumbuh 1,32% sementara impor terkoreksi 1,65%.  Kenaikan ekspor didorong oleh permintaan global yang relatif masih kuat terhadap komoditas andalan Indonesia, seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan karet. Sementara itu, peningkatan impor didorong oleh kebutuhan bahan baku dan barang modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu bersaing di pasar global.

Secara kumulatif sepanjang 2023, realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05%, melambat dibandingkan pertumbuhan 5,31% pada 2022. Hal ini sejalan dengan perkiraan akibat perlambatan ekonomi global dan aktivitas domestik yang terdampak inflasi tinggi.

Dampak Ekonomi ke Indonesia

Melandainya ekonomi Amerika Serikat, China, Jepang dan Jerman menjadi kabar buruk bagi Indonesia mengingat besarnya peran mereka dalam laju ekspor dan investasi. Presiden RI terpilih mendatang harus mengantisipasi dampak dari perlambatan ekonomi raksasa dunia. Jika ekonomi mereka melambat maka pertumbuhan ekonomi RI pun ikut terancam.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), China adalah pasar terbesar ekspor bagi Indonesia, disusul dengan Amerika dan Jepang.

Ekspor ke China menembus US$ 64,94 miliar pada 2023 atau sekitar 25,1% dari total ekspor.. AS menempati posisi kedua dengan nilai US$ 23,25 miliar dan Jepang menyusul di urutan tiga dengan nilai 20,79 miliar.

Negara tujuan eksporFoto: BPS
Negara tujuan ekspor

China dan Jepang juga berkontribusi besar bagi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia.

Pada kuartal IV-2023, realisasi FDI China ke Indonesia sebesar US$1,9 miliar dan Jepang sebesar US$1,4 miliar. Sedangkan untuk sepanjang 2023 (Januari-Desember), total realisasi FDI China ke Indonesia sebanyak US$7,4 miliar, sedangkan Jepang ke Indonesia sebanyak US$4,6 miliar.

Dengan lesunya Negeri Tirai Bambu, maka FDI ke Indonesia akan menjadi terganggu Indonesia lantaran pendapatan negara untuk diinvestasikan ke negara lain seperti Indonesia menjadi semakin sedikit.

Ekonom dan mantan Menteri Keuangan di Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), M. Chatib Basri sempat menyampaikan bahwa 1% perlambatan ekonomi di China, itu memiliki dampak perkiraannya sebesar 0,3% terhadap Indonesia.

Lebih lanjut, negara-negara pemberi pinjaman (kreditor) untuk Utang Luar Negeri (ULN) Swasta Indonesia pun tercatat mengalami penurunan khususnya yang datang dari AS, Jerman, dan China.

Hal ini semakin memperjelas bahwa negara-negara tersebut pun mulai melakukan pengereman dalam memberikan kredit ke Indonesia.

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]


²©²ÊÍøÕ¾ Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation