²©²ÊÍøÕ¾

²©²ÊÍøÕ¾ Research

Ada Ramadhan, BI Rate Jadi Sulit Turun

Revo M, ²©²ÊÍøÕ¾
04 March 2024 14:20
Kolase Bahan Pangan. (²©²ÊÍøÕ¾)
Foto: Kolase Bahan Pangan. (²©²ÊÍøÕ¾)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Inflasi Indonesia menanjak pada Februari. Inflasi diperkirakan meningkat tajam pada Maret atau berbarengan dengan datangnya bulan Ramadhan mengingat secara historis bulan puasa bakal mengerek harga barang dan jasa. Kondisi ini bisa membatasi ruang Bank Indonesia dalam memangkas suku bunga dalam waktu dekat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi Februari 2024 (year on year/yoy) tercatat 2,75% sementara bulanan (month to month/mtm) Februari 2024 sebesar 0,37% dan tingkat inflasi year to date (ytd) Februari 2024 sebesar 0,41%.

Tingginya inflasi ini diakibatkan olehlonjakan harga makanan, minuman, dan tembakau khususnya harga beras. Untuk diketahui, andil makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,29% dengan tingkat inflasi 1% mtm.

BPSFoto: Komoditas yang Dominan Memberikan Andil Inflasi, Februari 2024
Sumber: BPS

Sementara untuk beras pada Februari 2024 mengalami inflasi 18,41%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak bulan Desember 2023.

"Untuk inflasi beras yoy Februari 2024 sebesar 18,41%, merupakan tertinggi sejak Desember 2023," kata Ketua Tim Statistik Harga Konsumen BPS Firmansyah Rifai, Jumat (1/3/2024).

BPS menyebut beras memberikan andil terbesar pada inflasi bulan Februari, yakni 0,21%. Kemudian komoditas cabai merah juga menyumbang inflasi dengan andil 0,09%, telur ayam 0,04%, dan daging ayam 0,02%.

Begitu pula secara tahunan, makanan, minuman, dan tembakau memiliki andil yang paling tinggi dalam inflasi Februari yakni sebesar 1,79% dengan kenaikan 6,36% yoy.

Jika dilihat lebih rinci, komoditas penyumbang utama inflasi pada kelompok ini adalah beras, cabai merah, daging ayam ras, sigaret kretek mesin (SKM), tomat, dan bawang putih

BPSFoto: Inflasi Berdasarkan Kelompok (y-on-y,%)
³§³Ü³¾²ú±ð°ù:Ìýµþ±Ê³§

Ketakutan pasar semakin mencuat ke permukaan karena inflasi berpotensi semakin tak terkendali pada Maret ini karena momen Ramadhan yang akan semakin meningkatkan inflasi di tengah konsumsi masyarakat yang merangkak naik.

Secara historis, inflasi Indonesia akan mencapai puncak pada Ramadan, terutama menjelang Idul Fitri. Inflasi melonjak karena adanya kenaikan permintaan mulai dari barang hingga jasa, seperti pakaian dan jasa transportasi. Pengecualian terjadi pada 2020 saat pandemi Covid-19 melanda dunia.

Pada Maret 2020 inflasi bulanan hanya naik sebesar 0,1% dan pada April 2020 tercatat 0,08%. Alasan dibaliknya yakni akibat pandemi Covid-19 yang berdampak kepada daya beli masyarakat yang turun.

Lebih lanjut, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada saat pemilu dan perpanjangan memasuki masa Lebaran akan membantu mendongkrak aktivitas transaksi, khususnya dari kalangan segmen berpendapatan rendah.

Puasa Bisa Dongkrak Inflasi, Bagaimana Suku Bunga BI?

Inflasi yang diramal naik pada Maret akan berimplikasi terhadap beberapa hal, termasuk suku bunga. Inflasi yoy) yang mencapai 2,75% masih berada dalam rentang target Bank Indonesia (BI) di level 1,5-3,5% pada 2024.

Tugas utama BI adalah menjaga stabilitas inflasi. Bila inflasi kembali menanjak maka  hal itu bisa menjadi kekhawatiran BI dan mempersempit ruang BI dalam memangkas suku bunga dalam jangka pendek.

Dalam laporan Bank Central Asia (BCA), inflasi diperkirakan naik kembali ke level 3% yoy dalam jangka pendek. Kenaikan inflasi dipicu tiga hal yakni lonjakan permintaan barang selama Ramadhan, depresiasi nilai tukar rupiah, serta meningkatnya harga minyak mentah.

Permintaan barang yang biasanya naik selama Ramadhan adalah beras, telur, minyak goreng, daging ayam, dan pakaian. Sementara itu, permintaan jasa yang biasanya naik adalah transportasi.

Selain permintaan barang, pelemahan rupiah juga mengerek inflasi melalui imported inflation. Dilansir dari Refinitiv, hingga pukul 11:15 hari ini, rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebesar 0,13% di angka Rp15.715/US$.

Begitu pula disepanjang pekan lalu, rupiah juga mengalami depresiasi sebesar 0,67% yang mematahkan tren penguatan secara mingguan di periode sebelumnya.
"Pelemahan rupiah yang tajam bisa memicu kenaikan inflasi inti dalam beberapa bulan ke depan karena perusahaan mulai menjual inventori yang dibeli melalui impor dengan harga yang lebih mahal," tulis BCA dalam laporannya CPI: An inflection point for disinflation?  


Sementara itu, harga minyak mentah kembali menanjak. Harga minyak mentah WTI melesat hingga 2% pada perdagangan pekan kemarin jelang keputusan OPEC+ yang diprediksi akan melanjutkan pemangkasan produksi.

ada perdagangan Jumat (1/3/2024), harga minyak mentah WTI ditutup melesat 2,19% di posisi US$79,97 per barel, sementara harga minyak mentah brent turun 0,08% ke posisi US$83,55 per barel.

Harga minyak naik 2% pada perdagangan Jumat dan membukukan kenaikan mingguan karena para pedagang menunggu keputusan OPEC+ mengenai perjanjian pasokan untuk kuartal kedua tahun 2024 dan juga mempertimbangkan data ekonomi baru Amerika Serikat, Eropa, dan China.

Pada pekan kemarin, minyak Brent melesat sekitar 2,4% setelah peralihan bulan kontrak, sementara WTI naik lebih dari 4,5%.

Lebih lanjut, dengan penurunan rupiah sepanjang bulan Februari serta ancaman inflasi, BCA menilai bahwa BI akan menahan diri untuk tidak menurunkan suku bunga hingga paruh kedua tahun ini, sesuai perkiraan bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunganya.

Dari sisi BI sendiri, Perry Warjiyo selaku Gubernur BI mengatakan bahwa ada kemungkinan BI mulai menurunkan suku bunga acuan pada semester II-2024.

Rencana ini akan seiring dengan upaya BI memperkuat bauran kebijakan moneter, di satu sisi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan di sisi lain mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan kebijakan makroprudensial.

Pernyataan itu Perry juga sampaikan seiring dengan perkiraannya melihat ada kemungkinan kuat bank sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve akan mulai menurunkan bunga acuannya pada semester II-2024.

"Fed Fund Rate kami perkirakan semester II, tapi jelas akan turun insya Allah setidaknya akan mereda dolar masih kuat, tapi setelah Fed Fund Rate akan turun tentu saja mereda," paparnya dalam acara Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu (31/1/2024).

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation