²©²ÊÍøÕ¾

Ambruk 5 Hari Beruntun, Ada Apa dengan Batu Bara?

Muhammad Reza Ilham Taufani, ²©²ÊÍøÕ¾
10 June 2024 15:00
Stock Pile batu bara PT Kaltim Prima Coal, Tanjung Bara, Kalimantan Timur. (²©²ÊÍøÕ¾/Firda Dwi Muliawati)
Foto: (²©²ÊÍøÕ¾/Firda Dwi Muliawati)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Harga batu bara ambruk di tengah upaya peningkatan kapasitas Energi Baru Terbarukan (EBT) di China dan negara-negara Asia lainnya. Meski demikian, analis memandang penurunan ini bukan disebabkan oleh penggunaan EBT, melainkan disebabkan beberapa faktor lain.

Lantas, apa penyebab utama kejatuhan harga batu bara dalam beberapa waktu terakhir ini?

Berdasarkan data dari Refinitiv, harga batu bara kontrak Juli sepanjang pekan perdagangan 3-7 Juni 2024, harga batu bara turun dari US$144,45 per ton menjadi US$133 per ton, mengalami penurunan lebih dari US$11 per ton dalam lima hari.Ìý
Harga batu bara sudah ambruk lima hari beruntun dengan pelemahan mencapai 8%.

Ahmad Zuhdi, Ekonom Komoditas Batu Bara di Bank Mandiri, menjelaskan bahwa penurunan harga ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor teknis. "Sebenarnya masih under 10%, menurut saya masih technical correction yang belum bener-bener dipengaruhi oleh faktor fundamental," ujar Zuhdi saat di interview ²©²ÊÍøÕ¾ pada pagi ini Senin (10/6).

Lebih lanjut, Zuhdi menambahkan beberapa faktor yang turut mempengaruhi penurunan harga tersebut. "Kalau saya lihatnya mungkin karena beberapa info seperti harga minyak yang kemarin terkoreksi, terus juga permintaan met coal China yang diperkirakan melambat karena stagnasi sektor properti dan infrastruktur. Ada ekspektasi peningkatan supply dari China juga dan mereka baru ngumumin mereka akan memperbaiki perhitungan carbon content di setiap produk yang mereka produksi," jelasnya.

Selain itu, harga pengiriman yang meningkat juga menjadi salah satu penyebab penundaan pembelian batu bara. "Harga pengiriman yang naik juga buat penundaan pembelian," tambah Zuhdi. Mengenai dampak energi baru terbarukan (EBT) terhadap penurunan harga batu bara, Zuhdi berpendapat, "EBT masih belum memberikan dampak signifikan."

Kekhawatiran pasar muncul setelah China, sebagai salah satu importir terbesar batu bara, meningkatkan kapasitas energi terbarukan mereka secara signifikan. Data dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa China memasang hampir 350 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan baru pada tahun 2023, lebih dari separuh total kapasitas global.

Langkah ini tidak hanya diikuti oleh China. India juga memimpin dalam rencana penambahan energi terbarukan dengan target kapasitas bahan bakar non-fosil sebesar 500 GW pada tahun 2030. Di kawasan Asia Tenggara, negara-negara anggota ASEAN menargetkan mencapai 225 GW energi terbarukan pada tahun 2030, dengan Vietnam, Indonesia, dan Filipina sebagai kontributor utama.

Penurunan permintaan batu bara ini telah memberikan dampak nyata bagi Indonesia. Meskipun volume ekspor batu bara Indonesia meningkat 7,4% menjadi 130,3 juta ton pada periode Januari-April 2024, nilai ekspornya justru turun 24,2% menjadi US$10,18 miliar akibat depresiasi harga.

Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank, menambahkan bahwa nilai ekspor komoditas seperti batu bara sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga internasional. "Ketika harga jual komoditas seperti batu bara mengalami penurunan di pasar global, kinerja ekspor Indonesia juga turut terpengaruh dan mengalami penurunan," jelas Josua.

Jika tren penurunan harga batu bara terus berlanjut, ekspor Indonesia akan semakin tertekan, mengurangi surplus perdagangan dan menyebabkan defisit transaksi berjalan yang dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah karena berkurangnya pasokan dolar AS di pasar keuangan Indonesia.

Dengan demikian, penurunan harga batu bara ini tidak hanya menjadi tantangan bagi eksportir, tetapi juga bagi stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan.



²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Ìý

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation