Adapun sentimen dan jadwal rilis data yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan, baik pasar saham maupun nilai tukar rupiah di halaman tiga dan empat.
Seperti diketahui pasar keuangan RI memiliki performa yang kurang baik pada sesi perdagangan pekan kemarin.
Berdasarkan dataÌýRefinitivÌýIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan mencapai 0,79% dalam sepekan. Hingga perdagangan Jumat (13/12/2024), IHSG mendarat di 7.324,79.
Secara teknikal, laju IHSG pada hari rabu terhenti pada support di MA 200. Mengingat pada pekan depan akan terdapat banyak sentimen dari dalam dan luar negeri, diperkirakan laju IHSG akan bangkit usai tersentuh di support MA 200.
Di sisi lain, pergerakanÌýnilai tukar rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepekan kemarin terpantau merana, bahkan sempat menguji level Rp16.000/US$.
Merujuk data Refinitiv, pada penutupan perdagangan kemarin Jumat (13/12/2024) mata uang Garuda ambruk 0,44% ke posisi Rp15.990/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi menyentuh level Rp16.000/US$ dan terkuat di posisi Rp15,945/US$.
Pelemahan pada kemarin menjadi yang terdalam sejak 7 Agustus 2024 dengan sebelumnya berada pada posisi Rp16.030/US$.
Sejak sepekan lalu ini rupiah terpantau masih terdepresiasi sebesar 0,92% dari penutupan perdagangan pekan lalu di posisi Rp15.845/US$.
Rupiah yang merana di tengarai yield US Treasury yang merangkak naik lima hari beruntun ke posisi 4,39%. Ini membuat selisih antara US Interest rate makin menyempit yang menunjukkan pelaku pasar sedang mengumpulkan lebih banyak cash.
Hal tersebut kemudian juga tercermin pada tekanan indeks dolar AS (DXY) terhadap rupiah makin kuat di mana the greenback juga naik selama lima hari dan mendekati level 107 lagi.
Selain tertekan oleh DXY yang menguat, rupiah juga terbebani oleh laporan Indeks Harga Produsen (IHP) AS yang lebih panas dari ekspektasi pasar. IHP AS pada November tercatat tumbuh 3% secara tahunan (yoy), lebih tinggi dibandingkan Oktober yang tumbuh 2,6% dan melampaui perkiraan pasar sebesar 2,6%.
Secara bulanan (mtm), IHP juga meningkat 0,4%, naik dari 0,3% pada bulan sebelumnya dan melebihi konsensus pasar sebesar 0,2%.
Data IHP ini memberikan tekanan karena menunjukkan bahwa tekanan harga dari sisi produsen di AS masih kuat, sehingga menimbulkan keraguan terhadap arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Sementara itu, data inflasi konsumen atau Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada periode yang sama lebih stabil. IHK tumbuh 2,7% (yoy) dan 0,3% (mtm), sesuai dengan ekspektasi pasar. Inflasi inti yang tidak mencakup harga pangan dan energi juga bertahan di level 3,3% (yoy) dan 0,3% (mtm), sama dengan bulan sebelumnya.
Perkembangan ini membuat keyakinan pasar terhadap peluang penurunan suku bunga oleh bank sentral Federal Reserve agak berkurang. Walau masih sangat tinggi, tetapi terlihat optimisme memudar.
Mengutip CME FedWatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25-4,5% pada rapat 18 Desember adalah 95,3%. Berkurang dibandingkan posisi 12 Desember yang mencapai 97,5%.
Indeks Dow Jones Industrial Average melemah untuk sesi ketujuh pada hari Jumat, mencatatkan rangkaian penurunan terpanjang sejak 2020.
Indeks saham unggulan ini turun 86,06 poin, atau 0,2%, dan ditutup di level 43.828,06. Sementara itu, Nasdaq Composite naik tipis 0,12% menjadi 19.926,72. Indeks S&P 500 sedikit berubah dan berakhir di level 6.051,09.
Secara mingguan, Dow mengalami penurunan sebesar 1,8%, sedangkan S&P 500 turun sekitar 0,6% dan menghentikan rekor kenaikan selama tiga minggu berturut-turut. Di sisi lain, Nasdaq mencatat kenaikan 0,3% selama minggu ini.
Saham Nvidia turun lebih dari 2%, dan Meta Platforms melemah lebih dari 1%. Saham Amazon juga sedikit menurun. Sebaliknya, Broadcom mencapai kapitalisasi pasar sebesar $1 triliun, melonjak lebih dari 24% setelah melaporkan laba kuartal keempat yang disesuaikan lebih tinggi dari estimasi, serta pendapatan dari sektor kecerdasan buatan (AI) yang meningkat 220% sepanjang tahun.
Pergerakan ini terjadi setelah sesi penurunan pada tiga indeks utama di Wall Street sehari sebelumnya. Nasdaq Composite juga turun di bawah ambang batas 20.000 poin.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan beserta data ekspor dan juga impor periode November 2024.
Surplus neraca perdagangan diproyeksi masih akan berlanjut pada November 2024. Namun, surplus diproyeksi akan menyusut karena tingginya impor.
Sebelumnya, BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencapai US$2,48 miliar, melanjutkan capaian surplus pada September 2024 sebesar US$3,23 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Oktober 2024 yang mencapai US$2,48 miliar.
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 55 bulan beruntun sejak Mei 2020. Surplus membentang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) - hingga Prabowo Subianto.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 6,07% (year on year/yoy) sementara impor juga naik 6,36% yoy pada November 2024.ÌýPada Oktober 2024, ekspor terbang 10,3% (yoy) dan impor melesat 17% (yoy).
Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang memperkirakan surplus akan ditopang oleh harga minyak sawit mentah (CPO), emas, kopi, dan kakao.
Dalam catatan Refinitiv, harga CPO memang melonjak cukup tajam. Rata-rata harga CPO pada November adalah MYR 4.904,05 per ton, melesat 12,31% (month to month/mtm) dan terbang 27% (yoy).
Menanti Data Genting dari China
Dari mitra dagang terbesar RI, China juga akan merilis beberapa data ekonomi. Pada hari Senin (16/12/2024), China akan merilis produksi industri China secara tahunan sejak periode Januari hingga November 2024. Sebelumnya terpantau produksi industri China hingga Oktober 2024 tercatat 5,8%. Angka tersebut bergerak stagnan dari periode September 2024 yang juga tercatat 5,8%.
Masih dalam hari yang sama, China juga akan merilis tingkat pengangguran periode November 2024. Sebelumnya tingkat pengangguran di China menurun pada periode Oktober 2024 sebesar 5%, dari 5,1% pada periode September 2024.
Selain itu juga terdapat rilis data penjualan ritel China periode November 2024. Sebelumnya penjualan ritel di China mengalami lonjakan pada periode Oktober menjadi 4,8% dari sebelumnya 3,2% dari periode September 2024.
Dan pada akhir pekan, bank sentral China (PBoC) akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada periode Desember 2024. Sebelumnya pada periode November, China mempertahankan suku bunga acuan pinjamannya tidak berubah, sebuah langkah yang sangat dinanti-nantikan menyusul pemotongan tajam biaya pinjaman bulan lalu. Pemberi pinjaman utama China mempertahankan suku bunga acuan pinjaman 1 tahun dan 5 tahun tetap pada 3,1% dan 3,6%.
Pada bulan Oktober, bank-bank China telah memangkas suku bunga sebagai bagian dari paket stimulus Beijing untuk menghidupkan kembali momentum pertumbuhan, sebuah langkah yang menekan margin keuntungan pemberi pinjaman yang sudah tertekan, membatasi ruang untuk pelonggaran lebih lanjut.
Dari negeri Paman Sam, pada hari Senin (16/12/2024), Amerika Serikat (AS) akan merilis Indeks Output PMI Gabungan AS Global S&P periode Desember 2024. Sebelumnya, Indeks Output PMI Gabungan AS Global S&P naik ke 54,9 pada bulan November, tertinggi dalam 31 bulan, naik dari 54,1 pada bulan Oktober tetapi di bawah estimasi awal sebesar 55,3. Angka tersebut menunjukkan kenaikan bulanan yang kuat dalam output keseluruhan, yang terutama didorong oleh sektor jasa (PMI di 56,1), sementara output manufaktur terus menurun (PMI di 49,7).
Selain itu, juga terdapat data PMI layanan AS periode Desember 2024. Sebelumnya, PMI Layanan AS Global S&P direvisi lebih rendah menjadi 56,1 pada November 2024 dari awal 57, tetapi masih di atas 55 pada Oktober. Pembacaan tersebut menunjukkan pertumbuhan terbesar di sektor jasa sejak Maret 2022, karena aktivitas bisnis dan pesanan baru meningkat. Beberapa perusahaan mengindikasikan bahwa hasil pemilihan Presiden, dan berakhirnya ketidakpastian yang terlihat menjelang pemungutan suara, telah memberikan dorongan bagi pelanggan untuk berkomitmen pada pesanan baru.
Masih di hari yang sama, terdapat data PMI Manufaktur AS periode Desember 2024. Sebelumnya, PMI Manufaktur AS Global S&P direvisi lebih tinggi menjadi 49,7 pada November 2024 dari angka awal 48,8, dan dibandingkan dengan 48,5 pada Oktober, yang menunjukkan hampir stabilisasi di sektor manufaktur. Tingkat penurunan pesanan baru melambat tajam, sementara keyakinan yang lebih kuat terhadap masa depan mendorong perusahaan untuk menambah staf.
Kemudian, hari yang dinantikan para investor dari seluruh dunia adalah pernyataan FOMC dalam memutuskan kebijakan suku bunga bank sentral AS.
The Federal Reserve (Fed) diperkirakan akan menurunkan suku bunga seperempat poin lagi, tepatnya pada 18 Desember 2024. Keputusan ini akan menandai pemotongan suku bunga tiga kali berturut-turut.
Adapun, semua kebijakan tersebut memangkas satu poin persentase penuh dari suku bunga dana federal sejak September lalu.
Sejauh ini, bank sentral AS tampaknya telah bergerak perlahan karena mereka mengkalibrasi ulang kebijakan setelah dengan cepat menaikkan suku bunga ketika inflasi mencapai titik tertinggi dalam 40 tahun.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Penjualan Ritel China Periode November, pukul 9.00 WIB
Ekspor, Impor, dan Neraca Dagang Indonesia Periode November, pukul 9.00 WIB