
Prediksi Menakutkan Kapan Tsunami Covid-19 India Berakhir

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gelombang kedua infeksi Covid-19 di India digambarkan sebagai tsunami karena tingginya jumlah kasus baru virus corona di negeri Bollywood. Lantas kapan bencana ini akan berakhir?
Profesor dari Departemen Computer Sience and Engineering Indian Institute of Technology (IIT) Maninder Agrawa pun mencoba memprediksinya menggunakan model Susceptible, Undetected, Tested, and Removed Approach (SUTRA).
Ini adalah menghitung seberapa banyak orang yang sakit bisa bertemu dengan orang lain, tingkat paparan populasi terhadap pandemi, serta rasio kasus terdeteksi dan tidak terdeteksi.
Hasilnya, puncak tsunami Covid-19 India diprediksi pada 14-18 Mei 2021 di mana terjadi 3,8 juta hingga 4,8 juta kasus Covid. Jumlah kasus positif baru akan mencapai 440 ribu kasus oer hari pada 4-8 Mei 2021.
Ini kali kedua Maninder Agrawa membuat prediksi tsunami Covid-19 India. Pekan lalu ia memprediksi puncak gelombang kedua ini pada 11-15 Mei dengan total kasus aktif mencapai 3,3 juta hingga 3,5 juta kasus dan menurun tajam pada akhir Mei.
"Kali ini, saya juga menghitung minum dan maksimum untuk nilai prediksi dan mempostingnya. Saya sangat percaya diri kasusnya akan sesuai dengan prediksi," ujarnya dalam wawancara dengan PTI dan dilansir dari Economic Times, Rabu (28/4/2021).
Menurut data Worldometer hingga 27 April 2021 total kasus positif Covid-19 di India mencapai 17,63 juta. Peringkat kedua terbanyak setelah Amerika Serikat (AS). Saat ini kasus aktifnya mencapai 2,88 juta.

Pakar kesehatan mengatakan India menjadi terlena ketika kasus baru berjalan sekitar 10.000 per hari dan tampaknya terkendali. Pemerintah mencabut batasan yang memungkinkan dimulainya kembali pertemuan besar.
Bahkan sempat diadakan acara tradisi keagaamaan Kumbh Mela. Tak tanggung-tanggung, 5 juta orang dalam satu lokasi sekaligus, di Sungai Gangga.
Selain itu, varian covid-19 yang menyebar di negara itu juga diduga sebagai biang keladi meledaknya kasus infeksi harian. Di negara itu, muncul varian corona yang terdiri atas campuran tiga mutasi corona yang terjadi sebelumnya. Apalagi, dikabarkan juga bahwa virus ini kebal vaksin.
"Sementara kepuasan dalam berpegang pada masker dan jarak fisik mungkin memainkan peran, tampaknya semakin mungkin gelombang kedua ini telah dipicu oleh strain yang jauh lebih ganas," tulis Vikram Patel, Profesor Kesehatan Global di Harvard Medical School, diIndian Express.
(roy/dru) Next Article Terungkap! Harga Vaksin Sinovac di Indonesia
