²©²ÊÍøÕ¾

Sectoral Insight

Selain JD.ID, Ini Deretan E-commerce yg Tumbang di RI

Chandra Dwi, ²©²ÊÍøÕ¾
31 January 2023 13:15
Kurir JDid melintas di depan gudang JDid,Marunda, Jakarta, (31/1/2023).
Foto: Kurir JDid melintas di depan gudang JDid,Marunda, Jakarta, (31/1/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/ Muhammad Sabki)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Startup e-commerce JD.ID mengumumkan akan menghentikan semua layanan pada 31 Maret 2023.ÌýHead of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID, Setya Yudha Indraswara, mengonfirmasi penutupan layanan pada 31 Maret 2023. Sementara itu dalam laman resminya, JD.ID akan menyetop penerimaan pesanan per 15 Februari 2023 mendatang.

"Ini adalah keputusan strategis dari JD.COM untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya," kata Setya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (30/1/2023).

Tak hanya itu saja, cabang logistiknya yakni JDL Express Indonesia juga akan ditutup. Seperti dilansir situs resmi JDL Express Indonesia, mengumumkan status nonaktif layanan mereka per tanggal 22 Januari 2023.

"Layanan JDL Express Indonesia nonaktif per tanggal 22 Januari 2023. Apabila terdapat kendala dengan pengiriman paketmu, silakan hubungi Customer Experience kami," tulis pernyataan JDL Express Indonesia, dikutip Jumat (27/1/2023).

Melansir Tech in Asia, JDL Express sebelumnya telah menutup pendaftaran pengguna baru sejak awal tahun ini yakni 1 Januari 2023.

Melansir CNN Indonesia, toko offline JD.ID juga terpantau sudah melakukan pencucian gudang dengan mengadakan clearance sale. Sehingga, JD.ID terpantau sudah mengosongkan stoknya.

Sebelumnya, JD.ID juga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jumlah pegawai yang terdampak sekitar 200-an orang atau 30% dari total seluruhnya.

Setya menjelaskan perusahaan harus melakukan langkah adaptasi sebagai cara menjawab tantangan perubahan bisnis yang terjadi belakangan.

"Langkah adaptasi perlu diambil perusahaan untuk menjawab tantangan perubahan bisnis yang sungguh cepat belakangan. Salah satu Langkah yang diambil manajemen adalah melakukan perampingan agar perusahaan dapat terus bergerak menyesuaikan dengan perubahan," kata Setya dalam keterangan resminya.

Untuk mereka yang terdampak, JD.ID akan tetap memberikan sejumlah hak. Salah satunya memberikan manfaat asuransi bagi pegawai yang terkena PHK.

Selain memberikan dukungan dalam bentuk talent promoting. JD.ID juga menjanjikan memberikan hak lain sesuai dengan aturan yang berlaku.

"JD.ID juga berkomitmen untuk terus memberikan dukungan kepada 200-an (30%) karyawan yang terdampak dengan tetap memberikan manfaat asuransi serta memberikan dukungan berupa talent promoting, serta hak-hak lain yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku," jelasnya.

Langkah ini hanya berselang tujuh bulan dari PHK sebelumnya. Saat itu, Director General Management JD.ID, Jenie Simon menjelaskan keputusan itu dilakukan dalam rangka upaya improvisasi dan pengambilan keputusan untuk adaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri dalam negeri.

"Upaya improvisasi yang JD.ID tempuh antara lain adalah dengan melakukan peninjauan, penyesuaian, hingga inovasi atas strategi bisnis dan usaha," kata Jenie dalam keterangannya kala itu.

Persaingan bisnis e-commerce dan startup di Indonesia memang makin lama makin ketat. Dalam sekitar 15 tahun perkembangannya, sudah banyak perusahaan lokal dan asing yang gagal bertahan.

Berikut ini daftar e-commerce yang akhirnya terpaksa tutup layanan di Indonesia. Siapa saja? berikut ²©²ÊÍøÕ¾ rangkum dari berbagai sumber.

1. Blanja.com

Platform ini bertahan sekitar 8 tahun setelah diubah dari Plasa.com. Perusahaan e-commerce ini didirikan oleh Telkom Group dalam kerja sama dengan raksasa iklan baris Amerika Serikat (AS), eBay.

Telkom akhirnya menutup layanan tersebut pada 1 September 2020 lalu. Saat itu disebutkan penutupan layanan karena ada perubahan strategis.

2. Elevania

Elevenia merupakan salah satu marketplace business-to-business (B2B) di Indonesia. Namun di tengah badai PHK startup, perusahaan menutup layanannya awal bulan ini.

Pada 2013, Elevenia didirikan hasil patungan PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan perusahaan asal Korea Selatan SK Planet. Perusahaan patungan itu bernama PT XL Planet dan menjadi induk Elevania.

Namun tahun 2017, XL Axiata mengumumkan rencana penjualan Elevania pada PT Jaya Kencana Mulia Lestari dan Superb Premium Pte. Ltd, perusahaan milik Grup Salim.

Elevenia baru-baru ini mengumumkan penutupan platform e-commerce mereka setelah bertahan selama belasan tahun.

3. Qlapa

Qlapa adalah salah satu perusahaan e-commerce pertama yang memilih fokus ke satu vertikal. Fokus utama perusahaan ini adalah menyediakan produk unik seperti karya seni dan cenderamata.

Ditutup pada 2019, perusahaan ini tidak mampu bersaing bersaing dengan e-commerce lain seperti Tokopedia dan Bukalapak cs.

"Hampir 4 tahun yang lalu, kami memulai Qlapa dengan misi memberdayakan perajin lokal. Banyak pasang surut yang kami alami dalam perjalanan yang luar biasa ini. Kami sangat berterima kasih atas semua tanggapan positif dari para penjual, pelanggan, dan media. Dukungan yang kami terima sangat luar biasa dan membesarkan hati," tulis manajemen Qlapa merilis pernyataan di situs resminya.

4. Rakuten

Rakuten adalah pemain raksasa asal Jepang. Perusahaan ini masuk ke Indonesia menggandeng MNC Group. Perusahaan patungan didirikan dengan modal awal Rp 60 miliar.

Sayangnya, Rakuten hanya beroperasi sekitar 5 tahun d Indonesia. Menurut Reuters, Rakuten mundur dari perusahaan patungan di Indonesia karena pergeseran model bisnis yang tidak sesuai dengan konsep awal yang disepakati.

5. Cipika

Jika XL Axiata punya Elevenia, Indosat pernah memiliki Cipika. Berdiri pada 2014, Cipika adalah salah satu dari berbagai upaya PT Indosat Tbk (ISAT) memperluas bisnisnya ke sektor digital di era kepemimpinan Alexander Rusli.

Fokus utama Cipika adalah menyediakan tempat untuk pebisnis yang menyediakan produk elektronik dan makanan, serta berjualan online. Namun, Cipika ditutup pada 2017 bersama berbagai inisiatif bisnis digital Indosat yang lain karena perkembangannya dinilai lambat.

6. Multiply

Lahir sebagai media sosial, Multiply mencoba memperluas layanannya ke e-commerce berbekal dukungan pemodal asal Belanda yang juga pemegang saham utama Tencent, yaitu Naspers.

Pada 2011, platform Multiply Commerce dirilis. Saking seriusnya, Multiply memindahkan kantor pusatnya dari AS ke Indonesia.

Perkembangan yang tidak signifikan membuat Naspers menyetop aliran modal ke Multiply dan memilih langsung berinvestasi di salah satu platform e-commerce asli Indonesia, yaitu Tokobagus.

7. JD.ID

JD.ID pertama kali beroperasi di Indonesia pada November 2015. JD.ID lahir dari kongsi antara Jingdong (JD.com) dengan firma ekuitas asal Singapura, Provident Capital.

Setelah rentetan PHK dan menutup layanan logistik, JD.ID resmi menutup layanannya memasuki tahun ke-delapan beroperasi di Indonesia. Dalam pengumumannya, layanan akan tutup pada 31 Maret 2023.

JD.com mengumumkan penutupan itu dalam situs resminya. Perusahaan juga menyatakan tidak lagi menerima pesanan per 15 Februari 2023 mendatang.

Tak hanya platform e-commerce seperti JD.ID cs saja yang sudah gulung tikar, beberapa startup RI diluar e-commerce juga sudah terlebih dahulu gulung tikar akibat tekanan global seperti pandemi Covid-19, kenaikan inflasi dan suku bunga bank sentral.

Ada sederet nama startup Indonesia yang mengalami kebangkrutan dan bahkan terpaksa harus tutup gulung tikar. Mereka datang dari nama-nama terkenal yang layanannya kerap digunakan.

Berikut ini startup RI yang bangkrut dan tutup di tengah jalan:

Ìý

1. Fabelio

Fabelio merupakan startup desain furnitur dan interior pun sudah dinyatakan pailit. Hal ini diketahui dari pengumuman di surat kabar berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.47/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST, tertanggal 5 Oktober 2022, yang mengabulkan putusan pailit terhadap PT. Kayu Raya Indonesia atau Fabelio.

Sementara itu akhir tahun 2021, Fabelo dikabarkan tidak membayar tunggakan gaji karyawan sejak Oktober lalu. Perusahaan juga dituding belum membayar BPJS Ketenagakerjaan karyawan sejak 2020 namun tetap memotong dana dari gaji mereka dan memaksa pegawai mengundurkan diri dengan menggunakan anggota organisasi massa tertentu.

Ìý

2. Airy Rooms

Airy Rooms resmi menghentikan operasional tanggal 31 Mei 2020. Penyebabnya adalah adanya keadaan yang berbeda dari sebelum pandemi Covid-19.

Bisnis hotel aggregator sempat naik daun sebelum pandemi Covid-19 merebak. Para perusahaan bekerja sama dengan pemilik properti dari hotel hingga motel kecil dalam rangka menawarkan tempat menginap seperti yang ditawarkan platform online.

CEO Airy Rooms Indonesia, Louis Alfonso Kodoatie mengatakan alasan di balik keputusan menutup bisnisnya karena mempertimbangkan banyak hal. Termasuk keadaan pasar yang nyaris tumbang akibat pandemi Covid-19.

Ìý

3. Stoqo

Stoqo juga menutup layanannya pada pada 2020. Startup ini menjalankan usaha B2B, yang bekerja untuk memasok bahan makanan segar seperti cabai, telur hingga ampas kopi ke gerai makanan, atau restoran.

Pandemi-lah yang merusak bisnis itu. Per tanggal 22 April 2020 jadi hari terakhir Stoqo berakhir. Sehari sebelumnya, manajemen telah mengumpulkan karyawan yang mengabarkan penghentian operasional Stoqo.

Sekitar 250 orang dipekerjakan sejak Stoqo berdiri. Startup ini juga didanai sejumlah investor termasuk Alpha JWC Ventures, Mitra Accel, Insignia Ventures Partners dan Monk's Hill Ventures.

Ìý

4. Sorabel

Sorabel resmi tutup pada 30 Juli 2020 lalu. Surat pemimpin kepada karyawannya, menyatakan startup e-commerce itu telah melakukan usaha terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Namun dengan berat hati harus menempuh jalur likuidasi.

"Oleh karena proses likuidasi yang ditempuh, hubungan kerja harus berakhir di tahap ini untuk semua orang tanpa terkecuali, tepatnya efektif di tanggal 30 Juli 2020. Saya yakin tidak ada satunya pun orang yang berharap hal ini untuk terjadi," tulis surat tersebut.

Kabarnya, Sorabel harus berhenti beroperasi karena kehabisan modal dan kesulitan menggalang pendanaan baru di tengah pandemi.

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCHÌý

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular