
Aplikasi Pengganti WhatsApp Bikin Kacau Eropa, Ini Biang Keroknya

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah kawasan Eropa menyoroti aplikasi pesan singkat Telegram. Pasalnya, aplikasi tersebut digadang-gadang menjadi biang kerok penyebaran informasi sesat, bahkan menyebabkan perpecahan.Â
Telegram yang menjadi pesaing kuat WhatsApp tersebut dikatakan marak digunakan oleh oknum-oknum pro-Kremlin. Mereka menyebar disinformasi yang bertujuan melemahkan dukungan negara-negara Eropa ke Ukraina.
Dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (21/6/2024), pihak intelijen Rusia disebut terlibat dalam perekrutan 'pasukan' untuk menebar perpecahan di kawasan Eropa.Â
Mantan Direktur Pusat Penanggulangan Ancaman Hibrida Slovakia, Daniel Milo menyoroti alasan Telegram disukai orang-orang pro-Rusia. Platform itu disebut memiliki aturan yang sangat longgar.
"Telegram populer di kalangan berbagai aktor pro-Rusia dan individu yang menyebarkan disinformasi karena hampir tidak ada moderasi konten,"Â kata dia.
Pejabat Eropa terang-terangan mengatakan tak menyukai Telegram karena alasan tersebut. Penyebaran disinformasi yang masif diklaim tak memiliki sistem penanggulangan dan pengontrolan yang memadai.Â
"Disinformasi menyebar dengan terbuka dan tidak terkendali di Telegram,"Â kata Perdana Menteri Estonia, Kaja Kallas.
Pemerintah sudah berupaya untuk menghentikan penyebaran disinformasi via Telegram. Namun, Telegram kerap tak menjawab permintaan menghapus konten yang mengganggu.
"Kami tahu negara-negara anggota lain punya masalah serupa," ujarnya.
Rusia juga tak selalu beriringan dengan Telegram. Pengadilan negara tersebut pernah memerintahkan pemblokiran aplikasi tersebut pada tahun 2018 karena menolak menyerahkan kunci enkripsinya.
Pavel Durov, pendiri Telegram yang berasal dari Rusia juga hengkang dari negaranya pada 2014. Dia kehilangan kendali pada perusahaan setelah menolak menyerahkan data pengunjuk rasa Ukraina untuk badan keamanan. Durov menegaskan pihaknya tak mau dikendalikan siapa pun dan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat.
Hal ini juga dikatakan sebagai daya tarik Telegram dibandingkan WhatsApp. Bahkan, Durov mengatakan pengguna aktif Telegram akan mencapai 1 miliar pada akhir tahun ini. Sebagai gambaran, pengguna aktif WhatsApp sudah lebih dari 2 miliar pada akhir 2023 lalu.
Di tengah popularitas Telegram, platform itu nyatanya belum bisa diatur secara ketat. Aturan Uni Eropa untuk menangani konten ilegal dan berbahaya juga tak bisa diterapkan bagi Telegram. Wilayah itu hanya mengatur bagi platform dengan 45 juta pengguna aktif di Eropa sedangkan Telegram hanya memiliki 41 juta pengguna di kawasan tersebut.
(fab/fab) Next Article Aplikasi Pengganti WhatsApp Bikin Eropa Pecah, Pejabat Ngamuk
