²©²ÊÍøÕ¾

Ekosistem Digital Penopang Bisnis RI Tertinggal Jauh dari Malaysia

Arrijal Rachman, ²©²ÊÍøÕ¾
29 July 2024 19:50
Aktivitas CFD di Bundaran HI (HI) Ditengah Ancaman Virus Corona (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)
Foto: Bundaran HI (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sistem digital pendukung wirausaha atau berbisnis di Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia, apalagi Singapura dan Korea Selatan.

Hal ini terungkap dari data Global Index of Digital Entrepreneurship Systems (GIDES) Asian Development Bank atau ADB yang dirilis pada April 2024 lalu.

Dalam data itu, skor GIDES Indonesia hanya senilai 20,4 dari 100. Menempati peringkat 11 dari total 21 negara di Asia. Jauh tertinggal dari Singapura di posisi pertama dengan skor 81,3, Korea Selatan 54,1 di posisi kedua, dan Malaysia dengan skor 43,1 di di posisi ketiga.

"Singapura memiliki skor tertinggi di dunia. Korea melakukannya dengan sangat baik. Malaysia dan Tiongkok juga melakukannya dengan cukup baik," kata Chief Economist ADB Albert Park dalam acara 18th Bulletin of Monetary Economy & Banking International Conference (BMEB) and Call for Papers 2024, Senin (29/7/2024).

Penilaian terhadap indeks sistem digital pendukung kewirausahaan itu didasari ADB dari delapan aspek utama, yang terbagi ke dalam dua sisi, yang kondisi kerangka umum dan kondisi kerangka sistemik.

Kondisi kerangka umum itu terdiri dari Culture and informal institutions; Formal institutions, regulation, taxation; Market conditions; dan Physical infrastructure.

Untuk kondisi kerangka spesifik terdiri dari Human capital; Knowledge creation and dissemination; Finance; serta Networking and support.

Untuk culture and informal institutions ADB memberi nilai merah ke Indonesia dengan skor hanya 10,4 jauh tertinggal dari negara seperti Malaysia yang mendapat skor 46,7. Lalu, indikator market condition juga hanya senilai 14,7 sedangkan Malaysia 43,4.

Human capital yang menjadi salah satu nilai terbesar dengan skor 29 pun masih jauh tertinggal dari Malaysia yang mencapai 58,5. Demikian juga dengan networking and support 30,4 sedangkan Malaysia sudah mencapai 48,9.

"Jadi, ada hal penting utama yang harus dilakukan untuk menjadikan digitalisasi inklusif. Anda harus menyelesaikan kondisi dasar ini agar orang-orang dapat mengakses layanan digital ini," ucap Albert Park.


(haa/haa) Next Article Kemajuan Teknologi Digital Dorong Ekosistem Ekonomi Syariah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular