
Liverpool Cs Bakal Tekor Rp 13 T Lebih, Kenapa Ya?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covod-19) tidak henti-hentinya membawa kabar buruk. Eropa, kawasan yang sempat relatif tenang, kini bergejolak kembali karena lonjakan jumlah pasien pengidap virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Saat masa-masa awal pandemi, Eropa adalah zona merah. Kemudian berbagai negara menerapkan langkah ekstrem yaitu karantina wilayah (lockdown). Perbatasan antar-negara ditutup, aktivitas publik sangat dibatasi, warga diminta (bahkan diperintahkan) untuk #dirumahaja.
Lockdown membuat penyebaran virus corona melambat. Bahkan negara seperti Jerman sempat mendeklarasikan 'kemenangan' melawan virus corona.
Kemudian 'keran' aktivitas masyarakat perlahan dibuka kembali. Berbagai kegiatan yang awalnya dilarang mulai diizinkan lagi, misalnya pertandingan olahraga.
Pada pertengahan Juni, kompetisi liga sepakbola papan atas Benua Biru dihelat lagi, Musim 2019/2020 yang sempat 'hibernasi' selama tiga bulan akhirnya mampu dilanjutkan.
Namun, seperti halnya aktivitas lain, pertandingan sepakbola juga harus tunduk kepada protokol kesehatan untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona. Aturan yang paling mencolok adalah pertandingan dilaksanakan di stadion tanpa penonton. Stadion yang biasanya begitu hidup, meriah, penuh emosi, berubah menjadi sepi, landai, bak tanpa nyawa.
Sepakbola tanpa penonton di stadion tidak hanya kehilangan separuh nyawa, tetapi juga berdampak secara finansial. Matchday revenue (pemasukan dari pertandingan di stadion) adalah salah satu pos penting yang menentukan kehidupan klub. Tidak ada penonton berarti pemasukan dari tiket adalah nol, nihil.
"Mungkin ada pandangan bahwa klub Liga Primer Inggris secara ekonomi bisa bertahan dalam kondisi apa pun. Namun ketika Anda kehilangan GBP 700 juta (sekira Rp 13,2 triliun dengan kurs saat ini), maka tentu akan menyulitkan," tegas Richard Masters, CEO Liga Primer, dalam wawancara dengan BBC.
Didorong oleh hasrat mengembalikan gairah sepakbola dan bertahan hidup secara ekonomi, Liga Primer mendorong agar penonton boleh kembali menyaksikan pertandingan di stadion pada bulan depan. Tidak perlu sampai stadion terisi penuh, sebagian dulu saja. Bertahap.
"Satu pertandingan Liga Primer rata-rata menimbulkan aktivitas ekonomi sekitar GBP 20 juta (Rp 377,9 miliar) di level lokal dan nasional. Jadi kita harus berperan dalam pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, kembali ke situasi normal menjadi sangat penting meski tantangannya begitu berat. Risiko ekonomi begitu nyata, dan kita harus punya rencana untuk mengatasinya," lanjut Masters.
