
Sentimen Negatif Mendominasi, Bursa Saham Asia Bervariasi
Anthony Kevin, ²©²ÊÍøÕ¾
18 May 2018 09:14

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bursa saham utama kawasan Asia dibuka bervariasi pada hari ini. Indeks Nikkei dibuka menguat 0,3% ke level 22.907,2, indeks Kospi dibuka menguat 0,46% ke level 2.459,7, indeks Hang Seng dibuka menguat 0,3% ke level 31.034, indeks Strait Times dibuka melemah 0,24% ke level 3.528,4, dan indeks Shanghai dibuka melemah 0,1% ke level 3.151,1.
Sentimen negatif mendominasi perdagangan pada hari ini. Pertama, investor mencemaskan perkembangan negosiasi perdagangan AS-China yang sepertinya tidak akan membuahkan hasil yang manis, sama dengan yang kita lihat pada pertemuan ronde 1 pada awal Mei silam.
"Apakah ini (pembicaraan dagang dengan China) akan sukses? Saya cenderung ragu. Alasannya adalah China sudah terlalu manja karena mereka selalu mendapatkan 100% keinginannya. Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi lagi," tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.
AS meminta China mengurangi surplus perdagangan mereka sebesar US$ 200 miliar, penghapusan kewajiban kerjasama dengan mitra lokal untuk investasi teknologi AS di China, dan penghapusan subsidi bagi industri di China. Sementara itu, China meminta AS mencabut sanksi bagi ZTE, yang dilarang menjual produknya di Negeri Paman Sam selama 7 tahun.
"Sekarang begini. Kami akan baik-baik saja dengan China. Semoga China bahagia, dan sepertinya kami juga bahagia," ujar Trump dalam sebuah kalimat bernada nyinyir.
Alotnya negosiasi ini membuat investor khawatir. Jika perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia. Ini tentu bukan kabar baik untuk pasar keuangan.
Kedua, perkembangan kebijakan dagang dari Jepang juga membuat investor grogi. Jepang tengah mempertimbangkan pengenaan tarif bagi senilai US$ 409 juta (Rp 5,7 triliun) barang-barang ekspor asal AS sebagai balasan terhadap pengenaan tarif bea impor baja dan aluminium yang diberlakukan oleh AS, papar media lokal NHK pada hari Kamis (17/5/2018), seperti dikutip dari Reuters.
Pemerintahan Jepang dikabarkan sedang mempersiapkan diri untuk mengabarkan kebijakan ini kepada World Trade Organization (WTO). Prosedur itu harus dilakukan berdasarkan peraturan perdagangan global.
Terakhir, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun terus merangkak naik. Sampai dengan berita ini diturunkan, posisinya berada di level 3,1224%, naik dari posisi kemarin yang sebesar 3,109%. Naiknya imbal hasil obligasi merupakan hasil dari persepsi atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve selaku bank sentral AS yang sebanyak 4 kali, pasca rilis data ekonomi yang positif.
Imbal hasil yang tinggi ini mendorong investor untuk melepas kepemilikannya atas instrumen-instrumen berisiko seperti saham dan mengalihkannya ke dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk berbelanja obligasi. Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback terhadap mata uang dunia lainnya menguat tipis 0,01% ke level 93,476.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(roy) Next Article AS-China Makin Panas, Bursa Asia Kian Terjebak di Zona Merah
Sentimen negatif mendominasi perdagangan pada hari ini. Pertama, investor mencemaskan perkembangan negosiasi perdagangan AS-China yang sepertinya tidak akan membuahkan hasil yang manis, sama dengan yang kita lihat pada pertemuan ronde 1 pada awal Mei silam.
"Sekarang begini. Kami akan baik-baik saja dengan China. Semoga China bahagia, dan sepertinya kami juga bahagia," ujar Trump dalam sebuah kalimat bernada nyinyir.
Alotnya negosiasi ini membuat investor khawatir. Jika perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia. Ini tentu bukan kabar baik untuk pasar keuangan.
Kedua, perkembangan kebijakan dagang dari Jepang juga membuat investor grogi. Jepang tengah mempertimbangkan pengenaan tarif bagi senilai US$ 409 juta (Rp 5,7 triliun) barang-barang ekspor asal AS sebagai balasan terhadap pengenaan tarif bea impor baja dan aluminium yang diberlakukan oleh AS, papar media lokal NHK pada hari Kamis (17/5/2018), seperti dikutip dari Reuters.
Pemerintahan Jepang dikabarkan sedang mempersiapkan diri untuk mengabarkan kebijakan ini kepada World Trade Organization (WTO). Prosedur itu harus dilakukan berdasarkan peraturan perdagangan global.
Terakhir, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun terus merangkak naik. Sampai dengan berita ini diturunkan, posisinya berada di level 3,1224%, naik dari posisi kemarin yang sebesar 3,109%. Naiknya imbal hasil obligasi merupakan hasil dari persepsi atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve selaku bank sentral AS yang sebanyak 4 kali, pasca rilis data ekonomi yang positif.
Imbal hasil yang tinggi ini mendorong investor untuk melepas kepemilikannya atas instrumen-instrumen berisiko seperti saham dan mengalihkannya ke dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk berbelanja obligasi. Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback terhadap mata uang dunia lainnya menguat tipis 0,01% ke level 93,476.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(roy) Next Article AS-China Makin Panas, Bursa Asia Kian Terjebak di Zona Merah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular