
Internasional
Nilai Aset Bank of Japan Capai Rp 72.222 T, Lewati PDB Jepang
Rehia Sebayang, ²©²ÊÍøÕ¾
13 November 2018 14:28

Tokyo, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ), telah menjadi yang pertama di antara bank sentral negara-negara G7 yang memiliki aset secara kolektif senilai lebih dari seluruh perekonomian negaranya. Ini merupakan hasil dari rancangan belanja setengah dekade yang dibuat untuk mempercepat kenaikan harga yang lesu.
Aset senilai 553,6 triliun yen (Rp 72.222 triliun) milik Bank of Japan bernilai lebih dari lima kali aset milik perusahaan Apple Inc yang memiliki kapitalisasi pasar tertinggi di dunia dan 25 kali dari total kapitalisasi pasar perusahaan Jepang yang paling berharga, Toyota Motor Corp.
Jumlah itu juga lebih besar dari gabungan total produk domestik bruto (PDB) dari lima pasar negara yang sedang berkembang, Turki, Argentina, Afrika Selatan, India, dan Indonesia.
Data bank sentral yang dirilis, Selasa (13/11/2018), menunjukkan berapa banyak yang BOJ telah kumpulkan dalam lebih dari 5,5 tahun, yang merupakan hasil dari kebijakan yang mereka sebut sebagai "kebijakan pelonggaran kuantitatif dan kualitatif" itu, dilansir dari Reuters.
BOJ telah menjadi bank sentral kedua di dunia setelah Swiss National Bank dan yang pertama di antara Kelompok Tujuh negara yang berhasil memiliki kumpulan aset yang lebih besar dari ekonomi yang coba distimulasi.
Nominal produk domestik bruto Jepang untuk April-Juni, data terbaru yang tersedia, adalah 552.8207 triliun yen. Pembacaan untuk Juli-September, yang dijadwalkan akan dilakukan pada hari Rabu, diperkirakan menunjukkan kontraksi setelah terjadinya serangkaian bencana alam.
Meski beberapa analis memuji kebijakan uniknya dengan mengangkat ekonomi dari tekanan deflasi yang sudah terjadi selama satu dekade, namun BOJ tercatat hanya sedikit berhasil memenuhi target inflasi 2% atau menghidupkan kembali permintaan domestik dan pertumbuhan.
Beberapa investor melihat target inflasi BOJ sebagai hal yang terlalu ambisius dan yang telah memaksanya untuk tetap membeli sejumlah besar obligasi dan saham bahkan ketika bank-bank sentral utama lainnya telah mulai menghapus akomodasi kebijakan era-krisis.
Pada saat yang sama, pembelian aset yang agresif dalam beberapa tahun terakhir berarti sekarang BOJ telah memiliki sekitar 45% dari 1 miliar yen pasar obligasi pemerintah Jepang (JGB), mengkhawatirkan bank dan investor lainnya.
"Kebijakan Bank of Japan jelas tidak berkelanjutan. BOJ akan menderita kerugian jika harus menaikkan suku bunga ke, katakanlah, 2%," kata Hidenori Suezawa, seorang analis fiskal di SMBC Nikko Securities. "Juga, dalam keadaan darurat, seperti bencana alam atau perang, BOJ tidak akan mampu membiayai obligasi pemerintah lebih lama lagi."
Aset BOJ mulai menggelembung ketika Gubernur Haruhiko Kuroda mengambil kemudi bank sentral pada awal 2013. Ia berjanji langkah-langkah tersebut akan meningkatkan inflasi Jepang menjadi 2% dalam dua tahun.
Target inflasi tersebut telah terbukti sulit dipahami, dengan mengecualikan lonjakan harga yang singkat setelah kenaikan pajak penjualan pada tahun 2014.
Sejak Kuroda memulai stimulus besar-besaran pada awal 2013, PDB nominal telah tumbuh senilai total 11%, atau rata-rata triwulanan 0,50%, salah satu tingkat pertumbuhan tercepat dalam sejarah baru-baru ini.
Pendahulu Kuroda, Masaaki Shirakawa, menghadapi ekonomi yang menyusut 6%, atau rata-rata kuartalan sebesar 0,33%, selama masa jabatannya, meskipun krisis keuangan global pada 2008 dan tsunami dan bencana nuklir pada tahun 2001 bisa disalahkan sebagai penyebab perlambatan ekonomi.
Tetapi pertumbuhan nyata di bawah pimpinan Kuroda terlihat kurang mengesankan, dengan total hanya 6,7 % sejauh ini, atau rata-rata kuartalan sebesar 0,31%.
Jumlah itu kurang dari pertumbuhan 8,75%, atau 0,44% per kuartal, di bawah pimpinan Gubernur Toshihiko Fukui pada 2003-2008, meskipun ia mendapat dorongan dari pertumbuhan cepat di pasar negara berkembang selama periode tersebut.
Banyak investor berpikir pelonggaran agresif Kuroda telah mendekati batas.
BOJ telah memperlambat pembelian obligasinya, di mana pembeliannya jatuh jauh dari target semi-resminya untuk meningkatkan kepemilikan JGB sebesar 80 triliun yen per tahun.
Selain itu, dampak pembelian saham agresif Kuroda terhadap valuasi telah berlalu dengan cepat. Selama tahun pertamanya, ketika BOJ membeli satu triliun yen saham, indeks Nikkei naik sekitar 20%.
Tapi karena BOJ menggandakan pembeliannya menjadi enam triliun yen per tahun pada Juli 2016, saham Jepang telah berkinerja buruk di banyak pasar lain, termasuk indeks All Country World Index MSCI, indeks acuan pengukur luas saham global yang meliputi 47 pasar.
Partisipasi bank sentral di pasar keuangan telah menjadi kontroversi dan dikecam keras oleh para pelaku pasar utama Jepang, yang mengatakan itu melemahkan likuiditas dalam perdagangan sekunder beberapa segmen, terutama pasar obligasi pemerintah domestik.
Untuk mengatasi beberapa masalah ini, BOJ telah berusaha untuk mengubah berbagai perangkat kebijakannya untuk memungkinkan apa yang disebutnya sebagai "pelonggaran berkelanjutan".
Pada akhir Oktober, BOJ mengatakan akan mengurangi frekuensi pembelian obligasi pada bulan November dan berencana untuk memiliki obligasi pemerintah yang diperdagangkan di pasar sekunder lebih lama dari yang ada saat ini.
(prm) Next Article Inflasi Jepang Semakin Jauh dari Target Bank Sentral
Aset senilai 553,6 triliun yen (Rp 72.222 triliun) milik Bank of Japan bernilai lebih dari lima kali aset milik perusahaan Apple Inc yang memiliki kapitalisasi pasar tertinggi di dunia dan 25 kali dari total kapitalisasi pasar perusahaan Jepang yang paling berharga, Toyota Motor Corp.
Jumlah itu juga lebih besar dari gabungan total produk domestik bruto (PDB) dari lima pasar negara yang sedang berkembang, Turki, Argentina, Afrika Selatan, India, dan Indonesia.
BOJ telah menjadi bank sentral kedua di dunia setelah Swiss National Bank dan yang pertama di antara Kelompok Tujuh negara yang berhasil memiliki kumpulan aset yang lebih besar dari ekonomi yang coba distimulasi.
Nominal produk domestik bruto Jepang untuk April-Juni, data terbaru yang tersedia, adalah 552.8207 triliun yen. Pembacaan untuk Juli-September, yang dijadwalkan akan dilakukan pada hari Rabu, diperkirakan menunjukkan kontraksi setelah terjadinya serangkaian bencana alam.
Meski beberapa analis memuji kebijakan uniknya dengan mengangkat ekonomi dari tekanan deflasi yang sudah terjadi selama satu dekade, namun BOJ tercatat hanya sedikit berhasil memenuhi target inflasi 2% atau menghidupkan kembali permintaan domestik dan pertumbuhan.
Beberapa investor melihat target inflasi BOJ sebagai hal yang terlalu ambisius dan yang telah memaksanya untuk tetap membeli sejumlah besar obligasi dan saham bahkan ketika bank-bank sentral utama lainnya telah mulai menghapus akomodasi kebijakan era-krisis.
Pada saat yang sama, pembelian aset yang agresif dalam beberapa tahun terakhir berarti sekarang BOJ telah memiliki sekitar 45% dari 1 miliar yen pasar obligasi pemerintah Jepang (JGB), mengkhawatirkan bank dan investor lainnya.
![]() |
Aset BOJ mulai menggelembung ketika Gubernur Haruhiko Kuroda mengambil kemudi bank sentral pada awal 2013. Ia berjanji langkah-langkah tersebut akan meningkatkan inflasi Jepang menjadi 2% dalam dua tahun.
Target inflasi tersebut telah terbukti sulit dipahami, dengan mengecualikan lonjakan harga yang singkat setelah kenaikan pajak penjualan pada tahun 2014.
Sejak Kuroda memulai stimulus besar-besaran pada awal 2013, PDB nominal telah tumbuh senilai total 11%, atau rata-rata triwulanan 0,50%, salah satu tingkat pertumbuhan tercepat dalam sejarah baru-baru ini.
Pendahulu Kuroda, Masaaki Shirakawa, menghadapi ekonomi yang menyusut 6%, atau rata-rata kuartalan sebesar 0,33%, selama masa jabatannya, meskipun krisis keuangan global pada 2008 dan tsunami dan bencana nuklir pada tahun 2001 bisa disalahkan sebagai penyebab perlambatan ekonomi.
Tetapi pertumbuhan nyata di bawah pimpinan Kuroda terlihat kurang mengesankan, dengan total hanya 6,7 % sejauh ini, atau rata-rata kuartalan sebesar 0,31%.
Jumlah itu kurang dari pertumbuhan 8,75%, atau 0,44% per kuartal, di bawah pimpinan Gubernur Toshihiko Fukui pada 2003-2008, meskipun ia mendapat dorongan dari pertumbuhan cepat di pasar negara berkembang selama periode tersebut.
Banyak investor berpikir pelonggaran agresif Kuroda telah mendekati batas.
BOJ telah memperlambat pembelian obligasinya, di mana pembeliannya jatuh jauh dari target semi-resminya untuk meningkatkan kepemilikan JGB sebesar 80 triliun yen per tahun.
Selain itu, dampak pembelian saham agresif Kuroda terhadap valuasi telah berlalu dengan cepat. Selama tahun pertamanya, ketika BOJ membeli satu triliun yen saham, indeks Nikkei naik sekitar 20%.
Tapi karena BOJ menggandakan pembeliannya menjadi enam triliun yen per tahun pada Juli 2016, saham Jepang telah berkinerja buruk di banyak pasar lain, termasuk indeks All Country World Index MSCI, indeks acuan pengukur luas saham global yang meliputi 47 pasar.
Partisipasi bank sentral di pasar keuangan telah menjadi kontroversi dan dikecam keras oleh para pelaku pasar utama Jepang, yang mengatakan itu melemahkan likuiditas dalam perdagangan sekunder beberapa segmen, terutama pasar obligasi pemerintah domestik.
Untuk mengatasi beberapa masalah ini, BOJ telah berusaha untuk mengubah berbagai perangkat kebijakannya untuk memungkinkan apa yang disebutnya sebagai "pelonggaran berkelanjutan".
Pada akhir Oktober, BOJ mengatakan akan mengurangi frekuensi pembelian obligasi pada bulan November dan berencana untuk memiliki obligasi pemerintah yang diperdagangkan di pasar sekunder lebih lama dari yang ada saat ini.
(prm) Next Article Inflasi Jepang Semakin Jauh dari Target Bank Sentral
Most Popular