
Ditopang Rendahnya Inflasi, Pasar Obligasi Indonesia Berkibar

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ -ÌýPasar obligasi Indonesia sukses mencetak apresiasi pada perdagangan pertama di pekan ini, Senin (7/10/2019).
Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah Surat Utang Negara (SUN) tenor 5 tahun (FR0077), 10 tahun (FR0078), 15 tahun (FR0068), dan 20 tahun (FR0079).
Pada akhir perdagangan hari ini, mengacu data Refinitiv,Ìýyield obligasi tenor 10, 15, dan 20 tahun turun masing-masing sebesar 0,7 bps (basis poin), 0,8 bps, dan 0,2 bps, sementara yield obligasi tenor 5 tahun naik 1,5 bps
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Ìý
Sejatinya, cukup banyak sentimen negatif yang menghantui pergerakan pasar obligasi tanah air pada perdagangan hari ini. Pertama, ada potensi bahwa perang dagang AS-China akan tereskalasi.
Untuk diketahui, pada hari Kamis (10/10/2019) AS dan China dijadwalkan untuk mulai menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington.
Namun, ada hawa yang tak mengenakan menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi yang begitu dinanti-nantikan tersebut. Pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Dalam pertemuan dengan perwakilan dari AS dalam beberapa minggu terakhir di Beijing, pejabat senior dari China telah mengindikasikan bahwa kini, materi-materi yang bersedia didiskusikan oleh pihak China dalam negosiasi dagang tingkat tinggi telah menyempit, seperti dilansir oleh Bloomberg dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Lebih lanjut, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.
Padahal, praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China oleh pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat ingin diubah oleh AS. Kalau diingat, bahkan hal ini merupakan salah satu faktor yang melandasi meletusnya perang dagang antar kedua negara.
Dengan sikap China yang kembali keras, tentu potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi risiko yang tak bisa dianggap sepele.
![]() |
Kedua, sentimen negatif bagi pasar obligasi tanah air datang dari ketegangan di Semenanjung Korea. Negosiasi antara negosiator tingkat tinggi Korea Utara dan AS yang dilakukan di Swedia pada hari Sabtu (5/10/2019) berakhir dengan buruk dan membuat prospek perdamaian antar kedua negara menjadi memudar.
Padahal, sebelumnya ada optimisme bahwa negosiasi ini akan membuka jalan untuk mengakhiri perselisihan kedua negara. Untuk diketahui, AS telah lama mendesak Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi, sementara Korea Utara meminta penghentian embargo di bidang ekonomi.
Kepala Negosiator Nuklir Korut, Kim Myong Gil, menghabiskan sebagian besar hari Sabtu dalam pembicaraan dengan delegasi Amerika. Namun, dirinya menyalahkan sikap AS yang dinilai cenderung tidak fleksibel dan tak mau melepaskan sudut pandang lama mereka.
"Negosiasi belum memenuhi harapan kami dan akhirnya putus," kata Kim kepada wartawan di luar kedutaan Korea Utara, berbicara melalui seorang penerjemah, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Ditopang Rendahnya Inflasi
