- Perusahaan asuransi BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menghadapi dua persoalan serius, yakni seretnya likuiditas perseroan sampai pada defisit kecukupan modal berdasarkan risiko perusahaan asuransi atau risk base capital (RBC).
Saat ini, perseroan dilaporkan membutuhkan dana segar sebesar Rp 16,13 triliun demi meningkatkan likuiditas perseroan hingga tahun depan.
Selain itu, Jiwasraya juga membutuhkan dana segar hingga Rp 32,89 triliun demi menaikkan rasio kecukupan modal sesuai standar minimal, yakni 120% dari modal minimum berbasis risiko (MMBR). Saat ini, rasio kecukupan modal Jiwasraya minus 805%.
Persoalan Jiwasraya dimulai dari produk asuransi bernama JP Saving Plan. Ini adalah produk asuransi jiwa berbalut investasi yang ditawarkan melalui bank (bancassurance).
Produk Saving Plan ini mengawinkan produk asuransi dengan investasi seperti halnya unit link. Bedanya, di Saving Plan risiko investasi ditanggung oleh perusahaan asuransi, sementara risiko investasi unit link di tangan pemegang polis.
Ada tujuh bank yang menjadi penjual yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Standard Chartered Bank, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank QNB Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), dan PT Bank KEB Hana.
Total polis jatuh tempo atas produk ini pada Oktober-Desember 2019 ialah sebesar Rp 12,4 triliun. Manajemen baru Jiwasraya menegaskan tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai triliunan itu.
Manajemen mengaku kesulitan keuangan. Hal ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberi tanggapan terkait kepemilikan saham PT Mahaka Media Tbk (ABBA), milik Menteri BUMN Erick Thohir oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyebut kepemilikan saham ABBA dilakukan melalui mekanisme pasar. Sehingga siapapun berhak membeli saham apapun, hal ini juga membuat perusahaan tidak mengetahui siapa saja yang memiliki saham tersebut.
"Meluruskan mengenai dia investasi di perusahaan Pak Erick, dia beli di market, kalau beli di market kan bebas kan beli dan jual. Bukan investasi gimana, dia bebas beli dan jual dan itu seperti di market," kata Arya di Kementerian BUMN, Kamis (26/12/2019).
Arya menjelaskan pembelian saham ABBA oleh manajer investasi di Jiwasraya dilakukan pada tahun 2014, tepatnya 23 Januari 2014.
Saham yang dibeli nilainya mencapai hampir Rp 15 miliar atau tepatnya Rp 14,9 miliar, dengan harga pembelian saham tersebut di level Rp 95/saham. Kemudian Jiwasraya menjual saham tersebut dua kali, pada tanggal 17 Desember 2014.
"Jadi enggak sampai setahun, dia jual sekitar Rp 11 miliar [saham ABBA], itu nilai harga per sahamnya Rp 114, kemudian di hari yang sama jual Rp 6 miliar lebih, itu dinilai harga per sahamnya Rp 112. Jadi totalnya itu bedanya [untung] Rp 2,8 miliar," jelas Arya.
"Jadi Jiwasraya terbukti, dia jual dua kali di hari yang sama dengan dia membeli di market dan menjualnya lagi di market juga karena dijual pada hari yang sama, itu artinya dia beli di market dan jual di market, keuntungan Rp 2,8 miliar, jadi untung Jiwasraya," tegas mantan Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf Amin ini.
Dia mengatakan dengan membeli saham Mahaka Media, terbukti Jiwasraya mendapatkan keuntungan sekitar 18% dari saham tersebut.
"Jadi untuk membeli saham Mahaka, besaran persentase [keuntungan] 18% lebih, jadi bisa dibayangkan, enggak sampai setahun, ketika membeli saham Mahaka [untung 18%]. Jadi Jiwasraya [ketika membeli saham ABBA], itu beda dengan saham yang lain yakni saham gorengan. Ini beda karena tidak sampai setahun, [untungnya] melebihi bunga bank, bahkan melebihi bunga JS Saving Plan mereka dan besarnya Rp 2,8 miliar [cuan]."
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan Jiwasraya juga diketahui melakukan 'make up' laporan keuangan. Hal ini dilakukan demi menjadi sponsor salah satu klub papan atas Liga Inggris, Manchester City.
"Bayangkan 2014, posisi Jiwasraya itu sudah jelek. Dia masih make up buat jadi support Manchester City. Dikira bisa bayar padahal pakai uang nasabah," kata Arya.
Arya pun membeberkan total sponsorship yang dikelaurkan Jiwasraya ke Manchester City.
"Biaya sponsorshipnya Jiwasraya ke Manchester City Rp 6 miliar (per tahun) sebelum pajak. Nah sekitar Rp 7,5 miliar (per tahun) setelah pajak. Biaya souvenir logo Jiwasraya Rp 1 miliar (per tahun). Biaya kunjungan tim Manchester City Rp 4 miliar. Biaya konsultan Rp 1 miliar (per tahun)," katanya.
Sebagai informasi, kerja sama Jiwasraya dengan Manchester City dengan Jiwasraya selama 4 tahun. Jadi total biaya yang dibayarkan Jiwasraya ditaksir Rp 38 miliar. Biaya kunjungan Manchester City dibayarkan ketika klub sepak bola ini datang ke Indonesia. Hingga kontrak berakhir Manchester City tak pernah singgah ke Indonesia sehingga biaya tersebut tidak dibayarkan.
Lagi-lagi Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga membeberkan penyeban Jiwasraya gagal bayar terhadap klaim dana nasabah. Salah satunya, Jiwasraya banyak berivestasi ke dalam instrumen saham, tetapi bukan sembarang saham melainkan saham gorengan.
"Mereka (Manajemen Jiwasraya) itu banyak investasi di saham gorengan. Kita tahu lah, itu saham-saham gorengan. Karena itu kita tanyakan kehati-hatiannya. Jadi kita ingin menanggulangi kerugian yang dialami nasabah dan pihak-pihak lain," jelas Arya.
Apa sih saham gorengan? Saham gorengan biasanya harga sahamnya dikerek naik sangat tinggi tetapi tanpa disertai fundamental yang jelas, volume transaksi meningkat tanpa alasan, meskipun ada aksi korporasi tetapi sebenarnya kurang signifikan mempengaruhi harga.
Investor pemula biasanya terjebak tanpa memperhatikan resiko kerugian yang sangat besar dibelakangnya. Perlu diketahui bahwa pergerakan harga saham gorengan ada yang menggerakkan alias ada bandarnya, sehingga risikonya sangat besar ketika mereka ingin menjual sahamnya.
Untuk harga saham yang pergerakannya tidak wajar, biasanya Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukkan saham tersebut ke dalam deretan kategori Unusual Market Activity (UMA), atau melakukan penghentian transaksi (suspensi).
Agar terhindar dari saham-saham gorengan, perhatikan ciri-ciri berikut ini:
1. Terindikasi Unusual Market Activity (UMA)
Merupakan aktifitas perdagangan saham yang tidak biasa, naik turun seperti roller coaster pada waktu tertentu yang menurut penilaian Otoritas Bursa berpotensi mengganggu atas terselenggaranya perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien.
2. Volumenya Turun-Naik Secara Drastis
Seringkali volume perdagangannya naik sangat tinggi seolah-olah sahamnya banyak diburu para pelaku pasar. Padahal dalam kesehariannya, saham tersebut terbilang sepi atau jarang diperdagangkan.
Volume tersebut biasanya terlihat pada grafik batang yang mencerminkan banyaknya transaksi di bawah grafik harga saham.
3. Berasal dari Saham Lapis Dua dan Tiga
Umumnya saham-saham non blue chip yang berasal dari lapis dua dan tiga yang kapitalisasi pasarnya (market cap) kecil, sehingga menjadi sasaran para bandar untuk dimanfaatkan dalam rangka mencari keuntungan.
4. Tidak Didukung Fundamental Perusahaan.
Umumnya pergerakan saham-saham gorengan tidak didasarkan faktor fundamental, maupun aksi korporasi yang dampaknya dapat signifikan mempengaruhi pergerakan harganya di bursa.
[Gambas:Video վ]
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Jiwasraya sudah memburuk sejak 2006 dan berbagai upaya penyehatan sudah dilakukan OJK dan regulator sejak dulu.
Periodisasi penyehatan Jiwasraya terlihat dari data berikut:
1. OJK melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Jiwasraya sejak peralihan fungsi pengawasan dari BAPEPAM-LK pada Januari 2013. Saat dialihkan kondisi Jiwasraya berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2012 mengalami surplus sebesar Rp1,6 triliun.
Surplus tersebut dikarenakan Jiwasraya melakukan penyehatan keuangan dengan mekanisme financial reinsurance yang bersifat sementara dan OJK meminta Jiwasraya tetap harus menyiapkan langkah-langkah perbaikan jangka panjang yang berkelanjutan (sustainable). Apabila tidak menggunakan mekanisme financial reinsurance, kondisi Jiwasraya masih defisit sebesar Rp 5,2 triliun.
2. Berdasarkan assessment pengawasan yang dilakukan oleh OJK untuk posisi Desember 2017 dan berdasarkan hasil audit oleh Auditor Independen (Kantor Akuntan Publik), kondisi Jiwasraya menunjukkan bahwa nilai cadangan Jiwasraya dikoreksi auditor karena nilainya lebih rendah dari nilai yang seharusnya (understated), akibatnya laba Jiwasraya dikoreksi dari semula Rp2,4 triliun (unaudited) menjadi Rp428 miliar.
3. OJK telah mengingatkan Jiwasraya untuk mengevaluasi produk saving plan dan menyesuaikan guaranted return sesuai dengan kemampuan pengelolaan investasi Perusahaan. Dalam hal Jiwasraya akan menghentikan seluruh produk saving plan, maka perlu memperhatikan kondisi likuiditas perusahaan.
4. Dalam kurun waktu sejak awal tahun 2018 s.d. saat ini langkah pengawasan yang telah dilakukan oleh OJK terhadap Jiwasraya meliputi antara lain:
a. Meminta Jiwasraya untuk menyampaikan Rencana Penyehatan Keuangan (“RPK”) yang memuat langkah-langkah penanganan permasalahan.
b. RPK yang telah ditandatangani Direksi serta Komisaris Jiwasraya dan memperoleh persetujuan pemegang saham (Kementerian BUMN) telah disampaikan kepada OJK.
c. Terhadap pemenuhan kewajiban pemegang polis saving plan yang telah jatuh tempo, OJK telah memantau opsi penyelesaian yang dilakukan Jiwasraya. Jiwasraya memberikan opsi roll over polis dengan skema pembayaran dimuka sebesar 7% p.a netto serta opsi bagi yang tidak ingin melakukan roll over dengan memberikan bunga pengembangan efektif sebesar 5,75% p.a netto.
d. OJK meminta bank-bank partner untuk melakukan komunikasi yang baik kepada nasabahnya yang menjadi pemegang polis saving plan.
e. OJK juga mengingatkan kepada Direksi Jiwasraya untuk lebih memperhatikan implementasi tatakelola yang baik, pengelolaan manajemen risiko yang lebih baik, dan melakukan kehati-hatian investasi yang didukung dengan pemanfaatan teknologi. Selain itu, Jiwasraya harus senantiasa berkoordinasi dan melaporkan kepada OJK serta pemegang saham (Kementerian BUMN).
5. Terhadap RPK yang telah disampaikan pada OJK, saat ini OJK melakukan pemantauan secara intensif melalui laporan realisasi RPK yang disampaikan Jiwasraya secara bulanan dan pertemuan rutin dengan manajemen Jiwasraya.
Adapun salah satu rencana penyehatan yang telah dilaksanakan oleh Jiwasraya adalah pembentukan anak perusahaan PT Asuransi Jiwasraya Putra. Terhadap rencana tersebut, OJK telah mengeluarkan izin usaha dan terus melakukan pemantauan persiapan operasionalnya.
Berkenaan dengan langkah-langkah lain yang telah ditetapkan dalam RPK, OJK mendorong manajemen Jiwasraya untuk dapat merealisasikanya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan termasuk memperoleh persetujuan dari pemegang saham (Kementerian BUMN) atas masing-masing langkah yang telah ditetapkan.