²©²ÊÍøÕ¾

China Ngeyel, AS Siap Sanksi atas Lonceng Kematian Hong Kong

Rahajeng Kusumo Hastuti, ²©²ÊÍøÕ¾
25 May 2020 07:45
Riot police detain a protester during a demonstration against Beijing's national security legislation in Causeway Bay in Hong Kong, Sunday, May 24, 2020. Hong Kong police fired volleys of tear gas in a popular shopping district as hundreds took to the streets Sunday to march against China's proposed tough national security legislation for the city. (AP Photo/Vincent Yu)
Foto: Demo Hong Kong (AP/Vincent Yu)
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - China kemungkinan kena sanksi dari Amerika Serikat (AS) terkait penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional yang akan diberlakukan di Hong Kong. Sanksi akan dijatuhkan jika China bersikeras menerapkan hukum keamanan nasional, yang akan memberikan kontrol yang lebih besar atas Hong Kong sebagai otonomi.

Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O'Brien mengatakan rancangan undang-undang tersebut mewakili pengambilalihan Hong Kong. Sebagai konsekuensinya Sekretaris Negara Mike Pompeo kemungkinan tidak dapat menyatakan Hong Kong mempertahankan otonomi tingkat tinggi.

Menurut O'brien, Pompeo juga menyebut proposal tersebut sebagai "lonceng kematian" untuk otonomi Hong Kong. Hal ini akan berujung pada pengenaan sanksi terhadap China, atas dasar Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong 2019.


Dia pun memperingatkan Hong Kong bisa kehilangan statusnya sebagai hub keuangan global.

"Sulit melihat bagaimana Hong Kong bisa tetap menjadi pusat keuangan Asia jika China mengambil alih," kata O'Brien, dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International, Senin (25/05/2020).

Layanan Keuangan awalnya datang ke Hong Kong karena aturan hukum yang melindungi perusahaan bebas, dan sistem kapitalis.

"Jika semua itu hilang, saya tidak yakin bagaimana komunitas keuangan dapat tinggal di sana... Mereka tidak akan tinggal di Hong Kong untuk dikuasai oleh China, partai komunis," tambah O'Brien.

Undang-undang tersebut diumumkan selama sesi tahunan parlemen China, Kongres Rakyat Nasional. Sesi tersebut telah tertunda selama berbulan-bulan selama pandemi COVID-19. Hong Kong menghadapi protes anti-pemerintah yang keras berbulan-bulan sebelum pandemi tersebut.


Selama ini pemerintahan Hong Kong berdasarkan prinsip "satu negara, dua sistem" sejak bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke pemerintahan China pada 1997. Sistem ini memberi Hong Kong tingkat otonomi yang tinggi dan kebebasan yang lebih besar untuk wilayah administrasi khusus daripada daerah China lainnya.
(hps/hps) Next Article Pemulihan Tak Merata, Tapi Harga Minyak Masih Bisa Ngegas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular