
Bos WSBP Dijemput Paksa & Jadi Tersangka Korupsi WSKT

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Nahas nian nasib Jarot Subana pada hari ini. Kursi empuk Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) ternyata tak bisa melindunginya dari incaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak tanggung-tanggung, penyidik KPK menjemput paksa Jarot dari kantornya sendiri. Dia dianggap tidak kooperatif selama proses penyidikan dugaan kasus korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
"Benar, penyidik KPK melakukan penjemputan paksa terhadap 1 orang atas nama JS (Jarot Subana) karena dinilai tidak kooperatif dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif pada BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri seperti dikutip dari detik.com Kamis (22/7/2020).
Waskita Karya adalah induk dari Waskita Beton. Ketika kasus ini terjadi, Jarot menjabat sebagai mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II Waskita Karya.
Jarot tiba di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, sekitar pukul 14.00 WIB. Ia terlihat didampingi oleh seorang pria.
Jarot tak berkomentar apapun saat tiba di gedung KPK. Ia langsung dibawa penyidik KPK ke ruang pemeriksaan.
Beberapa jam kemudian, KPK langsung menetapkan Jarot Subana sebagai tersangka baru dugaan korupsi. Bersama Jarot, Desi Arryani dan Fakih Usman juga ikut duduk di kursi pesakitan.
Desi merupakan mantan Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk sejak 2016 lalu. Namun, pada Juni 2020, Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Desi dari kursi Dirut. Ketika kasus ini terjadi Desi Aryani merupakan Kepala Divisi III/Sipil/II Waskita Karya. Adapun Fakih Usman merupakan mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian Waskita Karya.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 13 Juli 2020 dengan tiga orang sebagai tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/7/2020).
Sebelumnya, KPK sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar, Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II Waskita Karya periode 2010-2014.
Ketiga tersangka itu diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II Waskita Karya tahun 2009-2015.
Ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Fathor dan Yuly diterapkan sebagai tersangka karena diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk menggarap pekerjaan fiktif. Perusahaan yang ditunjuk itu diduga tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Ada empat perusahaan yang diduga tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Perusahaan itu kemudian tetap mendapatkan pembayaran dari Waskita Karya.
Uang tersebut kemudian dikembalikan empat perusahaan subkontraktor itu kepada dua tersangka tersebut. Akibat perbuatan mereka, negara diduga mengalami kerugian Rp 186 miliar.
Setidaknya ada 14 proyek infrastruktur yang terkait kasus ini, antara lain proyek Bandara Kualanamu, proyek Tol JORR seksi W1, proyek normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, hingga proyek PLTA Genyem, Papua.
(dob/dob) Next Article Uji Efek Sentimen Proyek Tol Trans Jawa Bagi JSMR & WSKT