Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kondisi sektor ritel di Tanah Air semakin memprihatinkan. Dampak pembatasan pergerakan orang-orang akibat pandemi Covid-19 dan perubahan preferensi berbelanja konsumen ke platfom daring (online) tampaknya semakin mempercepat kejatuhan peritel modern.
Pada Selasa (25/5) pekan lalu, manajemen PT Hero Supermarket Tbk. (HERO) mengungkapkan semua gerai Giant akan ditutup pada Juli 2021. Selain itu, Hero akan mengubah hingga lima gerai Giant menjadi IKEA sebagai langkah strategis perusahaan.
"Perseroan juga sedang mempertimbangkan untuk mengubah sejumlah gerai Giant menjadi gerai Hero Supermarket," kata Direktur HERO Hardianus Wahyu Trikusumo, dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa lalu (25/5/2021).
Dia menjelaskan perusahaan strategi ini merupakan respons cepat dan tepat perusahaan yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap perubahan dinamika pasar, terlebih terkait beralihnya konsumen Indonesia dari format hypermarket dalam beberapa tahun terakhir, sebuah fenomena yang juga terjadi di pasar global.
Kabar kurang menggembirakan tersebut sontak semakin menambah awan gelap sektor ritel Tanah Air, setelah sebelumnya pengelola Centro Departement Store, PT Tozy Sentosa, dinyatakan pailit, serta 'babak belurnya' kinerja keuangan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF).
Hingga Maret 2021, gerai Giant hanya tersisa 75 gerai, untuk Giant Ekstra maupun Giant Ekspres. Sepanjang 2019 hingga Maret 2021 ada 25 gerai Giant yang ditutup.
Pada awal 2021 setidaknya ada tiga gerai Giant yang terkonfirmasi yang tutup yakni Giant Ekstra di Margo City Depok, Giant Mayasari Plaza Tasikmalaya dan Giant Kalibata.
Kemudian pada April 2021, penutupan gerai hypermarket Giant milik PT. Hero Supermarket Tbk bertambah satu lagi. Kali ini Giant Ekstra di Pamulang, Tangsel, Banten resmi tutup.
Kinerja Keuangan Tertekan
Memang, bila dilihat dari sisi fundamental, kinerja keuangan HERO pada tahun 2020 cukup tertekan.
Hal ini terlihat dari kerugian tahun berjalan 2020 yang lebih dalam sebesar Rp 1,21 triliun, bengkak 4.203% dibanding tahun sebelumnya rugi bersih Rp 28,21 miliar.
Anjloknya kerugian bersih ini tercermin dari pendapatan bersih HERO sepanjang tahun 2020 yang mengalami penurunan sebesar 26,98% menjadi Rp 8,89 triliun dari sebelumnya Rp 12,18 triliun.
Penurunan terbesar terjadi di segmen penjualan makanan sebesar 32,67% menjadi Rp 6,05 triliun. Sedangkan, penjualan di segmen non makanan juga turun hampir 11 persen menjadi Rp 2,84 triliun.
Kinerja keuangan perseroan juga masih cukup tertekan pada kuartal pertama di tahun ini meski dari segi nilai kerugian sudah berkurang.
Pada kuartal I tahun ini, HERO kembali membukukan rugi bersih sebesar Rp 1,65 miliar secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini mengecil tinimbang rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 43,56 miliar.
Meruginya HERO diiringi dengan anjloknya penjualan dan pendapatan usaha, sebesar 30,20% menjadi Rp 1,76 triliun. Apabila ditilik per kuartalan, HERO terakhir membukukan laba bersih pada akhir Juni 2019. Sementara, apabila ditilik secara tahunan emiten ini terakhir meraup laba bersih pada 2016 atau sekitar 5 tahun lalu.
NEXT: Ritel dan Nasib Karyawan Giant
Bila menilik secara lebih luas, data penjualan ritel Tanah Air memang masih berdarah-darah.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Maret 2021 sebesar 187,9. Naik 6,1%dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Namun jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), masih terkontraksi 14,6%. Kali terakhir penjualan ritel mampu tumbuh positif secara tahunan adalah pada November 2019. Artinya, kontraksi sudah terjadi selama 16 bulan beruntun.
Prospek penjualan ritel ke depan masih sangat menantang. Ini terlihat dari Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) yang hanya bergerak tipis-tipis.
IEP untuk tiga bulan mendatang pada Maret 2021 adalah 149, turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 150,5. Penyebabnya adalah berakhirnya musim perayaan Hari Raya Idul Fitri sehingga permintaan masyarakat menurun.
Sedangkan IEP untuk enam bulan ke depan pada Maret 2021 tercatat 151,6, naik sedikit ketimbang Februari 2021 yaitu 151,4. BI menilai pengusaha ritel masih wait and see karena belum adanya aturan baru terkait pembatasan kegiatan masyarakat pada September 2021 (enam bulan lagi).
Nasib Karyawan Giant
Rencana penutupan gerai Giant pada tahun ini pun bakal berpengaruh besar terhadap nasib karyawan.
Data Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) yang menjadi induk Serikat Pekerja Hero Supermarket menyebut bahwa mulanya Giant memiliki karyawan sekitar 15.000 orang.
Namun, karena mengalami kerugian, maka sejak dua tahun lalu perusahaan mulai mengurangi karyawan, baik karyawan tetap maupun kontrak.
Bagi karyawan tetap, manajemen di antaranya menawarkan pensiun dini. Sekitar setengahnya sudah keluar. Kini, perusahaan bakal melepas sisanya, yakni mencapai 7.000 karyawan.
Manajemen pengelola gerai Giant, Hero Supermarket, memastikan keputusan penutupan seluruh gerai Giant mulai Juli mendatang akan berimbas pada nasib seluruh karyawan.
Diky Risbianto, Head of Corporate and Consumer Affairs HEROÂ menjelaskan, perseroan juga saat ini masih mempertimbangkan jumlah gerai yang akan dikonversi menjadi gerai IKEA atau Hero Supermarket.
"Dengan berat hati, kami menyampaikan, seluruh karyawan gerai Giant akan terdampak oleh keputusan ini. Kami masih mempertimbangkan jumlah gerai yang akan dikonversi menjadi gerai IKEA atau Hero Supermarket," kata Dicky, kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Rabu (26/5/2021).
Berdasarkan laporan keuangannya, sejak akhir periode Desember 2017 hingga 31 Maret 2021 perusahaan telah mengurangi jumlah karyawan hingga 6.667 orang.
Pengurangan jumlah karyawan ini membuat perusahaan mengalami penurunan biaya. Di mana pada akhir 2017 biaya yang dikeluarkan perusahaan mencapai Rp 1,34 miliar, sedangkan pada akhir Desember 2020 biaya karyawan ini hanya Rp 1,16 miliar.
Fenomena Tiap Hari 1 Toko Tutup
Penutupan Giant diproyeksikan layaknya fenomena gunung es yang bakal terus terjadi ke depannya.
"Kenyataannya kita lihat, Aprindo menghitung tahun 2020 setiap hari bahwa tutup hampir 5-6 toko, di 2021 tutup 1-2 toko," jelas Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey dalam Closing Bell ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (25/5/21).
Ia menyebut bahwa pandemi membuat peritel modern mengalami kondisi fluktuatif, bahkan under perform, salah satu penyebabnya karena perubahan cara konsumsi dari konsumen. Namun, ada juga penyebab lainnya.
"Ini mengisyaratkan terjadi akibat pelaku usaha ritel belum dapat akses dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Kita belum jadi satu sektor prioritas dari sektor-sektor lain yang juga tergerus di masa pandemi," kata Roy.
Banyak ritel yang menjalankan usahanya dengan dana cadangan, setidaknya untuk bisa bertahan enam bulan. Ketika dalam rentang waktu tersebut belum ada tanda pulih secara signifikan, maka pelaku usaha bakal memilih untuk menutup operasional secara keseluruhan.
Roy juga mengungkit bagaimana seperti ada beda perlakuan antara sektornya dengan sektor lain. Terlihat dari bantuan yang belum datang hingga saat ini. Padahal, ritel bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pokoknya.
Sementara, analis PT NH Korindo Sekuritas Putu Chantika mengatakan pemulihan sektor ritel ini tergantung kepada dua hal.
Pertama, bagaimana caranya pemerintah bisa kembali meningkatkan daya beli masyarakat. Daya beli yang membaik dan kembali ke normal itu akan memberikan dampak positif bagi sektor ritel, terutama ke peningkatan penjualannya.
Kedua, dari sisi perusahaan ritel itu sendiri. Bagaimana manajemen melakukan strategi agar tidak mengalami kerugian yang besar. Misalnya bisa melakukan efisiensi biaya operasional agar tidak berbanding jauh dengan pemasukan yang alami penurunan.
"Jadi memang tergantung dari apa yang mereka tawarkan ke konsumen dan bagaimana perusahaan itu bergerak menghadapi situasi ini," ujarnya dalam program InvesTime ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Minggu (30/5/2021).
Menurutnya, langkah manajemen yang tepat bisa membuat perusahaan ritel terlepas dari kerugian yang besar. Hal itu terlihat dari beberapa perusahaan yang bisa bertahan di tengah kondisi sulit ini.
"Tapi sebenarnya tidak semua perusahaan ritel alami kerugian, ada juga beberapa perusahaan yang bisa survive [bertahan] di pandemi ini," jelasnya.
Terkait dengan banyakya penutupan gerai ritel, dan yang terbaru adalah Giant yang dikelola HERO, ia menilai ini adalah salah satu langkah yang mungkin tepat. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) yang melakukan efisiensi beban.
Di tahun 2017 lalu, diketahui MAPI melakukan restrukturisasi besar-besaran. Namun, setelah melakukan hal tersebut, MAPI justru mencatatkan penjualan yang bagus. Dengan demikian, Chantika menilai langkah penutupan gerai ini pasti sudah dipikirkan matang manajemen perusahaan untuk mengurangi dampak kerugian.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA