
Kiamat Taper Tantrum di Depan Mata, Kita Bisa Apa?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bank Indonesia (BI) memperkirakan rencana bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) untuk melakukan tapering off paling cepat diumumkan pada Agustus mendatang atau akhir tahun ini.
"Paling cepat Agustus pada saat Jackson Hole Symposium atau akhir tahun ini," ujar Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Hariyadi Ramelan dalam Squawk Box ²©²ÊÍøÕ¾.
Dalam prosesnya, periode tapering off akan diawali dengan kebijakan bank sentral AS yang mulai mengurangi pembelian surat berharga. Kemungkinan, hal itu bisa dilakukan paling cepat tahun depan.
BI sendiri masih meyakini sinyal tapering akan disampaikan The Fed kepada pelaku pasar secara hati-hati dan terukur. Fed, kata Hariyadi, pasti akan berupaya untuk meminimalisir terjadinya volatilitas di pasar keuangan yang tidak diinginkan.
"Pasar antisipasi bahwa Fed akan announce ke publik very prudent dan risiko terukur dan tidak ingin menimbulkan volatilitas di market apalagi kita pernah mengalami pengalaman tapering di 2013 yang situasinya jauh lebih volatile," katanya.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Chief Economist BRI, Anton Hendranata. Sebagai antisipasi, salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi taper tantrum adalah Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan, yang saat ini sudah mencapai level terendah dalam sejarah yaitu 3,5%.
"Gak usah khawatir kalau terpaksa BI harus merespon menaikkan suku bunga acuannya, BI 7 days repo rate. Agar spread Fed fund rate relatif terjaga dengan suku bunga acuan domestik," tuturnya.
"Yang penting pastikan permintaan domestik terjaga dengan baik, khususnya konsumsi rumah tangga," kata Anton melanjutkan.
Selain itu, Anton juga optimistis jika nanti gejolak pasar keuangan dihadapkan dengan taper tantrum, pemerintah dan otoritas bisa memitigasinya.
"Makin mematangkan koordinasi antara pemerintah, BI, OJK, LPS di KSSK untuk bersatu mengatasi situasi terburuk di Indonesia dan ini terbukti, kita mengalami resesi 2020, tidak separah negara-negara lain di dunia. hanya kontraksi 2,1%," jelas Anton.
