²©²ÊÍøÕ¾

Review

Sempat Jadi Primadona, Bagaimana Kabar Saham-Saham Ini?

Aldo Fernando, ²©²ÊÍøÕ¾
24 August 2021 15:35
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Setidaknya dalam kurun waktu setahun terakhir ada deretan saham yang sempat menjadi primadona investor ritel sehingga membuat kinerjanya melonjak secara signifikan.

Alasan para investor mengoleksi saham-saham tersebut beragam, mulai dari ekspektasi lonjakan kinerja di tengah pandemi Covid-19, beleid baru soal bank digital, sampai soal proyek pabrik mobil listrik.

Lantas, apa saja saham-saham yang sempat hype dan banyak diborong investor tersebut? Bagaimana nasibnya sekarang?

Berikut ini daftar singkat saham-saham yang pernah jadi idola itu.

Saham BUMN Farmasi

Saham anak usaha PT Biofarma, PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF)--termasuk saham anak usaha KAEF PT Phapros Tbk (PEHA)--sempat menjadi saham andalan investor karena spekulasi lompatan kinerja berkat perannya sebagai distributor vaksin Covid-19.

Setelah sempat melesat pada awal-awal Desember 2020, pada 12 Januari 2021, atau sehari sebelum program vaksinasi Covid-19 dimulai, ketiga saham tersebut melonjak mencapai harga tertinggi dalam setahun terakhir.

INAF melonjak ke posisi Rp 6.975/saham, KAEF ke Rp 6.975/saham dan anak usaha KAEF, PEHA melejit di Rp 2.640/saham.

Sebagai informasi, pada 13 Januari lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran menteri kabinet Indonesia Maju menjadi penerima vaksin Covid-19 pertama, menandai dimulainya pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Tanah Air.

Setelah mengalami 'demam' kenaikan setelah didorong sentimen vaksinasi Covid-19 pada pertengahan Januari tahun ini, saham tersebut cenderung bergerak 'menuruni bukit. Walaupun demikian, ketiga saham tersebut sempat naik beberapa waktu lalu didorong oleh sentimen obat Covid-19 Ivermectin yang bakal diproduksi Indofarma.

Pada hari ini, Selasa (24/8), pukul 10.19 WIB, saham INAF naik 1,29% di Rp 2.360/saham, KAEF turun 1,25% ke Rp 2.410/saham, dan PEHA stagnan di Rp 1.300/saham.

Saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII)

Saham emiten data center milik Toto Sugiri DCII memang sensasional dengan kenaikan luar biasa sejak awal IPO 6 Januari 2021 di harga Rp 420/saham.

Seiring dengan kenaikan signifikan sejak awal debut, sampai saat ini bursa sudah melakukan suspensi atau menghentikan perdagangan saham sementara sebanyak 5 kali.

Saham DCII sempat dua kali 'digembok' dalam waktu yang lama. Pertama, pada 11 Februari 2021 sampai 18 Maret 2021. Kedua, pada 17 Juni 2021 sampai 12 Agustus 2021 atau hampir 2 bulan.

Setelah diborong investor pada awal tahun, saham DCII semakin 'menggila' setelah Bos Indofood Anthoni Salim masuk ke saham tersebut awal Juni lalu.

Sejak saat itu saham DCII berkali-kali menjebol ARA sampai akhirnya sempat menyalip dua saham paling mahal di bursa, emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan bank raksasa PT Bank Central Indonesia (BBCA).

Kejadiannya pada 8 Juni, ketika saham DCII menembus Rp 34.200, sedangkan saham GGRM berada di Rp 33.025/saham, dan saham BBCA di Rp 32.150/saham.

Sejurus dengan itu, hanya butuh waktu sekitar 6 bulan untuk saham ini bisa mencicipi masuk ke ke jajaran big cap alias saham dengan nilai market cap di atas Rp 100 triliun.

Adapun, harga saham DCII mencapai level tertinggi sebelum disuspensi mulai 17 Juni lalu yakni di posisi Rp 59.000/saham per 16 Juni.

Setelah suspensi dibuka pada 12 Agustus lalu, saham DCII anjlok hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) selama 7 hari beruntun. Tetapi hari ini, saham DCII berhasil naik 9,99% ke Rp 39.100/saham dengan nilai transaksi Rp 3,43 miliar dan kapitalisasi pasar Rp 93,20 triliun.

Saham Nikel

Saham sektor nikel juga sempat menjadi incaran ritel, setelah produsen mobil listrik asal Amerika Serikat (AS) Tesla disebut-sebut akan menggelontorkan dana besar untuk membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia dan diikuti oleh prospek komoditas nikel ke depan sangat cerah.

Sontak saja pada awal tahun 2021 saham-saham nikel melesat tinggi, sebelum akhirnya kembali bertumbangan setelah kejelasan investasi Tesla di Indonesia tidak menemui titik temu.

Asal tahu saja, tim Tesla sempat akan berkunjung ke Indonesia pada awal Januari 2021, lalu kemudian diundur pada Februari 2021. Namun, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi akhirnya menyatakan, perwakilan Tesla membatalkan kunjungannya ke Indonesia pada Februari 2021. Hal ini karena aturan pembatasan kedatangan warga negara asing (WNA).

Siang ini, saham emiten pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 0,44%, saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 0,80%, dan saham PT Timah Tbk (TINS) melemah 1,01%. Dalam sebulan terakhir kinerja saham tersebut negatif, sementara secara year to date (ytd) hanya ANTM yang bisa naik (18,35%).

Saham Bank Mini

Saham bank mini atau bank BUKU II (bank dengan modal inti Rp 1-5 triliun atau bank KBMI 1 jika menggunakan istilah terbaru) sempat dijadikan saham idola setidaknya sejak awal tahun ini seiring sentimen narasi bank digital dan aturan pemenuhan modal inti oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK No 12/2020.

Menurut Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun 2020, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022, sehingga, ada spekulasi, bank-bank yang belum memenuhi ketentuan harus melakukan merger atau akuisisi atau penambahan modal dari pemilik bank tersebut.

Setelah pada Februari lalu manajemen bank mini tersebut mengatakan tidak mengetahui adanya akuisisi oleh pemodal raksasa, akhirnya saham-saham bank mini tersebut bertumbangan hingga sempat menyentuh level ARB berkali-kali.

Terbaru, dalam tiga hari terakhir, saham bank mini kembali menemukan gairahnya kembali seiring Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis peraturan terbaru mengenai bank digital pada Kamis pekan lalu (19/8).

Saham bank yang dikendalikan fintech Akulaku PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) menjadi yang paling menonjol, dengan kenaikan 230,43% dalam sebulan terakhir dan 'meroket' 535,43%.

Saham PT Aneka Gas Industri Tbk (AGII) dan Emiten Rumah Sakit (RS)

Saham emiten pengelola RS dan produsen gas industri Grup Samator AGII sempat menjadi saham idola di tengah lonjakan kasus Covid-19 varian delta di Indonesia sejak akhir Juni lalu.

Saham AGII sempat mencatatkan reli kenaikan pada 23-28 Juni sampai awal Juli didorong oleh sentimen mengenai kian tingginya permintaan baik dari rumah sakit maupun fasilitas kesehatan terhadap tabung gas oksigen.

Kemudian, saham AGII sempat mencuat kembali pada 16 & 19 Juli seiring kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke pabrik AGII pada 16 Agustus 2021.

Adapun pada siang ini, saham AGII melemah 0,74%, setelah Senin (23/8) ditutup turun 0,37%. Dalam sebulan saham AGII anjlok 22,99%, sementara secara ytd melonjak 48,89%.

Sementara, saham-saham pengelola RS juga sempat banyak dikoleksi investor dan beberpada akhir Juni hingga awal Juli lalu di tengah kasus Covid-19 yang sempat menembus angka 30.000 kasus baru per hari.

Pada awal pandemi pada Maret tahun lalu, saham-saham RS juga pernah ramai-ramai diborong investor hingga ada yang naik sampai 2 digit dalam sehari.

Pada siang ini, saham-saham emiten RS cenderung memerah. Saham emiten pengelola RS Royal Prima, PT Royal Prima Tbk (PRIM), misalnya, turun 1,89%. Dalam sebulan saham ini merosot 15,68%.

Kemudian, saham pengelola RS Omni milik Grup Emtek PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) juga turun 0,89% ke Rp 555/saham. Seperti saham PRIM, dalam sebulan saham ini juga anjlok 15,91%. Secara umum, kinerja saham RS dalam sebulan terakhir cenderung negatif.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular