
Nih Ajian OJK Dorong Kinerja Industri Keuangan di 2022

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi kinerja industri jasa keuangan pada 2022 akan membaik. Hal ini didorong stabilitas sektor keuangan yang terjaga, kebijakan pengawasan yang solid, serta laju perekonomian yang mulai pulih dari dampak pandemi Covid 19.Ìý
"Kami memproyeksikan, di 2022 kredit perbankan akan meningkat pada kisaran 7,5% plus minus 1% (6,5-8,5%) dan Dana Pihak Ketiga tumbuh di rentang 10%, plus minus 1% (9-11%)," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis, Kamis (20/1/2022).
Ia menyebut, OJK juga memperkirakan penghimpunan dana di pasar modal akan meningkat di kisaran Rp125 triliun sampai Rp175 triliun. Sedangkan piutang pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan akan tumbuh sekitar 12% ± 1% atau 11% sampai 13%.Ìý
Aset perusahaan asuransi jiwa serta aset perusahaan asuransi umum dan reasuransi diperkirakan tumbuh 4,66% dan 3,14%. Sementara, pertumbuhan aset dana pensiun akan mencapai 6,47%.Ìý
Menurut Wimboh, proyeksi optimis itu didorong kondisi perekonomian dan sektor jasa keuangan yang membaik didukung keberhasilan penanganan Covid-19. Sistem keuangan Indonesia pun terjaga dengan baik yang terlihat dari indeks stabilitas sistem keuangan yang terkendali di 2021.
Adapun untuk mencapai proyeksi tersebut, OJK menetapkan lima kebijakan prioritas di 2022 yang ditujukan untuk terus memperkuat stabilitas sektor jasa keuangan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional serta terus meningkatkan edukasi dan perlindungan konsumen.
Pertama adalah memberikan insentif bersama untuk mendorong pembiayaan kepada sektor komoditas sesuai prioritas Pemerintah, seperti Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB) dari hulu sampai hilir. Pun stimulus lanjutan untuk mendorong kredit ke sektor properti.
Inisiatif kedua, menyiapkan sektor keuangan menghadapi normalisasi kebijakan di negara maju dan domestik, antara lain dengan mendorong konsolidasi sektor jasa keuangan agar mempunyai ketahanan permodalan dan likuiditas, percepatan pembentukan cadangan penghapusan kredit agar tidak terjadi cliff effect pada saat dinormalkan di 2023, penataan industri reksadana dan penguatan tata kelola industri pengelolaan investasi, serta percepatan dan penyelesaian reformasi IKNB.
Sementara inisiatif ketiga, yakni menyusun skema pembiayaan yang berkelanjutan di industri jasa keuangan untuk mendukung pengembangan ekonomi baru, dengan prioritas pengembangan ekonomi hijau, antara lain dengan pendirian bursa karbon dan penerbitan Taksonomi Hijau Indonesia.
"OJK bersama Bursa Efek Indonesia, KSEI dan KPEI serta Pemerintah sedang mempercepat kerangka pengaturan bursa karbon Indonesia," tutur Wimboh.
Inisiatif selanjutnya, memperluas akses keuangan kepada masyarakat khususnya UMKM untuk mencapai target penyaluran kredit UMKM sebesar 30% pada 2024 dengan model klaster dalam satu ekosistem pembiayaan, pemasaran oleh off-taker, pembinaan, serta optimalisasi lahan yang belum tergarap.
"Program-program KUR Kluster, kredit/pembiayaan melawan rentenir, digitalisasi BPR, dan Lembaga Keuangan Mikro, Bank Wakaf Mikro, serta skema pemasaran melalui program Gerakan National Bangga Buatan Indonesia termasuk dalam program ini. Di Pasar Modal, terus akan dikembangkan pembiayaan UMKM melalui security crowdfunding," lanjut dia.
Sedangkan inisiatif terakhir adalah memperkuat kebijakan transformasi digital di sektor jasa keuangan agar sejalan dengan pengembangan ekosistem ekonomi digital dalam meningkatkan akses masyarakat ke produk dan jasa keuangan dengan harga lebih murah, kualitas lebih baik, dan akses lebih cepat, termasuk literasi dan perlindungan kepentingan konsumen dan penegakan hukum.
"OJK akan terus memitigasi ekses pinjaman online dengan meningkatkan aturan prudensial dengan permodalan yang lebih tinggi dan penerapan market conduct yang lebih baik," tegas Wimboh.
Diketahui hingga Desember 2021, OJK mencatat stabilitas sektor keuangan dalam kondisi terjaga. Hal ini berdasarkan kinerja industri jasa keuangan yang membaik, ditunjang kerja pengaturan dan pengawasan, serta kebijakan OJK yang solid dan kondisi perekonomian yang mulai membaik.
Penyaluran kredit sampai Desember 2021, tercatat naik sebesar 5,2% (yoy) atau membaik dibanding Desember 2020 yang minus 2,41%. Sementara itu, risiko kredit masih terjaga di bawah 5% dengan NPL gross 3,00% atau membaik dibanding 2020 sebesar 3,06%.
"Rendahnya NPL ini ditopang kebijakan restrukturisasi kredit yang telah diperpanjang hingga Maret 2023 dengan tetap menekankan prinsip kehati-hatian dalam penerapannya," terang Wimboh.
Sementara hingga November 2021, nilai outstanding restrukturisasi kredit dalam tren melandai dengan nominal mencapai Rp693,6 triliun yang sebelumnya sempat mencapai Rp830,5 triliun. Jumlah debitur restrukturisasi juga menurun signifikan dari angka tertinggi 6,8 juta debitur menjadi 4,2 juta debitur.
"Dari jumlah tersebut, telah dibentuk pencadangan sebesar 14,85% atau sekitar Rp103 triliun untuk restrukturisasi Covid-19," kata Wimboh.
Selain itu, lanjut dia, kondisi permodalan perbankan sampai Desember 2021 terjaga menguat jauh di atas threshold minimum (12%) yaitu sebesar 25,67% dengan likuiditas yang ample, didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga sebesar 12,21%.
Sementara kondisi Pasar Modal telah pulih kembali seperti pada level sebelum masa pandemi yang ditunjukkan dengan IHSG mencapai 6.693 pada 14 Januari 2022. Angka ini jauh di atas IHSG pada masa pandemi Covid-19 dimulai 2 Maret 2020, yakni 5.361,25. Capaian indeks ini, tegas Wimboh, merupakan peringkat ke-3 terbaik di Asia.
"Sedangkan kapitalisasi pasar telah mencapai Rp8.252 triliun pada 30 Desember 2021. Angka ini merupakan yang terbaik kedua di ASEAN setelah Thailand. Investor di pasar modal juga melonjak cukup signifikan menjadi 7,5 juta akhir 2021 lalu, yang naik 93% dibanding 2020, yang lebih dari 80% adalah investor milenial. Penghimpunan dana di pasar modal pun terus meningkat, mencapai Rp363,3 triliun atau naik 206% dari 2020 silam dan menjadi yang terbaik di kawasan Asia Pasifik," tutur dia.
Sementara stabilitas IKNB terjaga dengan baik dengan didukung permodalan yang kuat. Hal ini ditandai dengan Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa (539,8%) dan asuransi umum (327,3%), jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.
"Gearing ratio Perusahaan Pembiayaan juga menurun menjadi 1,98 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Risiko kredit di Perusahaan Pembiayaan terpantau stabil dengan NPF di level 3,53 persen, setelah sebelumnya sempat mencapai level di atas 5 persen di 2020," imbuhnya.
Hal ini ditopang oleh kebijakan restrukturisasi pembiayaan yang mencapai Rp218,95 triliun dari 5,2 juta kontrak pembiayaan yang merupakan 60,1% dari piutang pembiayaan.
Adapun hingga akhir 2021 akses masyarakat terhadap keuangan digital juga terus meningkat, seperti pertumbuhan peminjam peer-to-peer lending mencapai 29,69 juta peminjam atau meningkat 68,15% dibandingkan 2020.
"Selain itu pertumbuhan pemodal Securities Crowdfunding telah mencapai 93.733 pemodal sejak diluncurkan pada awal 2021," terang Wimboh.Ìý
(bul/bul) Next Article Program OJK Atasi Fraud Layanan Digitalisasi Jasa Keuangan