²©²ÊÍøÕ¾

Analisis

Banyak Bank Siap Rights Issue Tahun ini, Ada Apa?

Feri Sandria, ²©²ÊÍøÕ¾
09 February 2022 14:45
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bursa saham RI tahun ini akan dimeriahkan oleh penambahan modal yang dilakukan oleh banyak emiten di sektor perbankan. Tidak hanya bank mini, beberapa bank kelas kakap juga berencana melakukan Penambahan Modal Dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue (Ri) tahun ini.

Khusus untuk bank mini, keputusan untuk melakukan rights issue merupakan keniscayaan mengingat banyak di antaranya sudah dikejar untuk segera memenuhi kewajiban modal inti dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tahun ini minimal senilai Rp 3 triliun. Bank yang tidak memenuhi kewajiban ini akan diturunkan kelasnya menjadi BPR alias Bank Perkreditan Rakyat yang tentunya bisnisnya lebih terbatas dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Hal ini tentunya sangat krusial bagi bank-bank yang melantai di bursa mengingat regulasi menyebutkan bahwa investor asing dilarang menjadi pemegang saham BPR sehingga ada ketidakpastian nasib emiten perbankan mini ketika nantinya tak mampu memenuhi modal inti dan terpaksa diturunkan statusnya menjadi BPR mengingat saat ini investor asing bebas melakukan pembelian di saham apa pun di bursa lokal.

Bulan lalu salah satu bank digital Tanah Air, Allo Bank Indonesia (BBHI) telah menyelesaikan gelaran RI dan berhasil mengumpulkan Rp 4,80 triliun bersamaan dengan masuknya beberapa investor strategis termasuk Grup Salim, Bukalapak dan Grab.

Bank mini lain yang juga akan melaksanakan RI tahun ini termasuk Amar Bank Indonesia (AMAR) yang telah menetapkan harga pelaksanaan dengan penggalangan maksimum Rp 1 triliun. Emiten perbankan milik Grup Lippo, PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) juga berencana melakukan rights issue dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 500 juta saham baru, di mana Star Pacific (LPLI) dan James Riady tercatat sebagai pembeli siaga.

Bank Ina Perdana (BINA) yang sudah melakukan RI tahun lalu mampu memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp 2 triliun pada akhir 2021. Akan tetapi modal inti perusahaan yang per 31 Desember 2021 nilainya tercatat sebesar Rp 2,33 triliun masih tidak memenuhi ketentuan minimum tahun ini. Karena itu, manajemen perusahaan melalui rilis di keterbukaan infomasi mengatakan "Penambahan modal melalui rights issue akan dilakukan di semester II tahun 2022."

Sementara bank kelas kakap berencana melaksanakan RI untuk memperkuat permodalan dan sebagai fondasi pertumbuhan. Salah satu bank BUMN terbesar yang dikabarkan akan melangsungkan penambahan modal tahun ini adalah Bank BNI (BBNI). Sebelumnya tahun lalu, Bank BRI juga baru saja menyelesaikan RI jumbo dengan perolehan dana sebesar Rp 96 triliun.

Bank Tabungan Negara (BBTN) juga berencana akan melakukan rights issue senilai Rp 3,3 triliun tahun ini. Di mana dalam aksi korporasi ini, pemerintah akan mengeksekusi penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2 triliun.

Sedangkan bank kelas menengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBR) atau Bank BJB berencana menerbitkan maksimal 925 juta saham baru, yang dananya akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka ekspansi kredit Perseroan.

Bank Oke Indonesia (DNAR)

Dalam tanggapannya terhadap permintaan penjelasan kepada pihak bursa, Bank Oke menjelaskan, perseroan telah memenuhi Kewajiban Modal Inti minimum paling sedikit Rp 2 triliun selama 2021 sebagaimana diatur dalam POJK 12/2020.

Pada Oktober 2021, Bank Oke telah melakukan Penawaran Umum Terbatas III (PUT III) kepada para pemegang saham dalam rangka Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.

Dana hasil PUT tersebut sebesar Rp 499.827.827.715 (Rp 499,83 miliar).

Dengan dana rights issue tersebut, per 31 Desember 2021 modal inti Bank Oke adalah sebesar Rp 2,88 triliun (unaudited).

Kemudian, dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), Bank Oke telah menyampaikan rencana Rights Issue Rp 500 miliar di triwulan ke-4 tahun 2022, untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun.

"Sebagaimana komitmen APRO Financial Co., Ltd. [pengendali DNAR] yang telah disampaikan ke OJK pada tahun 2018. Dengan adanya rencana tersebut, per Desember 2022 jumlah modal inti perseroan diproyeksi akan memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun," jelas manajemen DNAR.

Sampai dengan saat ini, jelas manajemen DNAR, tidak ada rencana perubahan struktur pemegang saham, ultimate beneficial owner dan/atau pengendali.

Bank MNC Internasional (BABP)

Emiten milik Grup MNC, Bank MNC Internasional juga menyatakan akan memenuhi kewajiban modal inti Rp 3 triliun tahun ini.

Sebelumnya, perseroan telah memenuhi kewajiban modal inti minimal Rp 2 triliun selama tahun lalu.

Hal tersebut dilakukan dengan melakukan penambahan modal dengan rights issue, eksekusi Waran 4 dan 5, serta dana setoran modal dari pemegang saham pengendali.

Menurut penjelasan manajemen BABP, per 31 Desember 2021, modal inti perseroan sebesar Rp 2,03 triliun (unaudited).

Selanjutnya, untuk memenuhi ketentuan modal inti Rp 3 triliun tahun ini, BABP akan melakukan aksi setoran modal pemegang saham perseroan dan/atau aksi korporasi tertentu.

"Perseroan berkomitmen penuh untuk memenuhi Kewajiban Modal Inti minimum paling sedikit Rp 3 triliun pada tahun 2022," jelas pihak BABP.

Bank Neo Commerce (BBYB)

Emiten bank yang dikendalikan fintech PT Akulaku Silvrr Indonesia (Akulaku), BBYB, juga termasuk ke dalam daftar bank yang harus memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp 3 triliun pada tahun ini.

Saat ditanyai oleh pihak bursa soal pemenuhan modal inti minimum Rp 2 triliun pada 2021, pihak BBYB mengafirmasi pertanyaan tersebut.

Manajemen bilang, pemenuhan kewajiban tersebut dilakukan melalui penambahan modal via rights issue alias PMHMETD IV dengan perolehan dana Rp 249.817.321.200 (Rp 249,82 miliar).

Selain itu, BBYB juga telah menggelar penambahan modal PMHMETD V dengan raihan dana Rp 2.505.310.850.900 (Rp 2,51 triliun).

Dus, pada 31 Desember 2021, modal inti BBYB adalah sebesar Rp 2,8 triliun.

Adapun, untuk pemenuhan modal inti minimum Rp 3 triliun pada tahun ini, BBYB akan melaksanakan PMHMETD VI dengan proyeksi dana yang diperoleh sebesar Rp 5 triliun.

Estimasi waktu pelaksanaan penambahan modal tersebut pada triwulan I 2022.

Mengenai perubahan struktur pemegang saham perusahaan, manajemen menegaskan, hingga saat ini perseroan tidak mempunyai rencana untuk melakukan perubahan struktur pemegang saham, baik pemegang saham pengendali dan/atau ultimate beneficial owner.

Bank IBK Indonesia (AGRS)

Bank IBK Indonesia juga mengafirmasi pertanyaan BEI soal apakah perseroan telah memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp 2 triliun pada tahun lalu.

Menurut penjelasan AGRS, sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2021, perseroan sudah melakukan penambahan modal pada akhir tahun lalu untuk memenuhi modal inti Rp 2 triliun.

Pemegang saham pengendali (PSP), Industrial Bank of Korea, telah melakukan penambahan modal kepada AGRS pada akhir 2021. "Sehingga sampai dengan 31 Desember 2021, modal inti Bank sebesar Rp 2,9 triliun," jelas pihak AGRS.

Adapun demi memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun, sesuai dengan RBB perseroan tahun 2022, Industrial Bank of Korea akan kembali menambah setoran modal pada akhir 2022.

Secara detail, modal disetor AGRS per kuartal IV 2022 diproyeksikan akan sebesar Rp 2,8 triliun, modal lainnya akan menjadi Rp 0,2 triliun, dan penambahan setoran modal sebesar Rp 1 triliun. Nantinya, total modal inti AGRS akan mencapai Rp 4,0 triliun pada triwulan keempat tahun ini.

Selain itu, AGRS juga menyebutkan, hingga saat ini belum ada rencana perubahan struktur pemegang saham, ultimate beneficial owner/dan atau pengendali.

Bank Multiarta Sentosa (MASB)

Emiten bank milik Grup Wings, MASB alias Bank MAS juga berkomitmen untuk memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp 3 triliun pada tahun ini.

Dalam keterbukaan informasi di BEI, manajemen Bank Mas menjelaskan, per 31 Desember 2021, perseroan telah memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp 2 triliun pada 2021.

Adapun total jumlah modal inti per akhir 2021 mencapai Rp 2,70 triliun.

Ada dua langkah yang akan dilakukan Bank MAS untuk memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp 3 triliun pada tahun ini.

Pertama, dengan memanfaatkan dana hasil penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pada Juni 2021.

Saat IPO, Bank MAS berhasil meraup dana Rp 630 miliar yang kemudian membuat modal inti bank per 31 Desember 2021 meningkat 6,25% dari posisi 30 Juni 2021 menjadi sebesar Rp 2,70 triliun.

Kedua, Bank MAS akan melakukan penerbitan saham baru yang berasal dari hasil eksekusi Waran dari para pemegang saham IPO sampai dengan 31 Desember 2022. Dengan demikian, modal inti bank yang berdiri sejak 1992 ini akan menjadi sekitar Rp 3,3 triliun.

Bank Artha Graha Internasional (INPC)

Terakhir, INPC juga menegaskan telah memenuhi Kewajiban Modal Inti minimum paling sedikit Rp 2 triliun selama 2021.

Menurut penjelasan perusahaan, total jumlah modal inti saat ini per 31 Desember 2021 telah memenuhi Kewajiban Modal Inti minimum Rp 3 triliun.

Dengan demikian, berbeda dengan emiten lainnya di atas, INPC tidak wajib melakukan penambahan modal untuk memenuhi kewajiban modal inti sebagaimana dimaksud oleh otoritas sepanjang 2022.

Kemudian, pihak INPC juga mengatakan, tidak ada rencana perubahan struktur pemegang saham, ultimate beneficial owner dan/atau pengendali hingga saat ini.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular