²©²ÊÍøÕ¾

Ada Salim & Tangan Dingin Mochtar Riady Di balik Kerajaan BCA

MFakhriansyah, ²©²ÊÍøÕ¾
05 January 2023 10:05
Gedung Bank BCA
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Setelah bermain di ekspor-impor barang, Liem Sioe Liong merambah bisnis perbankan. Pada 1954, Liem mendirikan Bank Windu Kencana. Bank ini hasil kerjasama Liem dengan para perwira milter. Sayang, keberadaanya tidak sukses. Namun, dia tidak patah arang.

Dua tahun kemudian, pria yang juga dikenal sebagai Sudono Salim ini melirik perusahaan bernama NV Semarang Knitting. Perusahaan ini dimiliki oleh pengusaha Semarang, Gunardi, dan bergerak di industri garmen atau tekstil. Karena perusahaan tidak berjalan sukses, Salim dan rekannya, Tan Lip Soin, membeli perusahaan itu.

Dalam catatan Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong' Salim Group: The Business Pilar of Suharto's Indonesia (2014), Salim ingin mengubah jenis usaha itu menjadi perbankan. Lalu dinamailah N.V Bank Asia pada 1957. Karena Salim belum menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), maka urusan manajemen diserahkan kepada Hasan Din sebagai direktur. 

Hasan Din adalah pengusaha dan bankir yang jadi orang kepercayaan Salim. Din pernah mendirikan Bank Muslimin Indonesia dan NV. Mega. Meski begitu, masa Orde Lama pada dasarnya tidak ramah terhadap dunia usaha. Akibatnya, banyak perusahaan tidak berjalan dengan baik. Begitu pula N.V Bank Asia. 

Mendekati 1970-an, Salim membujuk Mohctar Riady untuk mengurusi bisnis perbankan miliknya. Riady adalah bankir yang sudah membesarkan Bank Panin. Dia diberi tiga pilihan oleh Salim: mengurusi Bank Windu Kencana, Bank Dewa Ruci, atau Bank Central Asia.

"Saya merasa tersanjung dan sangat menghargai kebesaran jiwa dan visi Pak Liem Sioe Liong. Dengan penuh keyakinan, saya memilih Bank Central Asia (BCA) sebagai wadah usaha berikutnya," kata Riady dalam Manusia Ide (2016)

Saat mengurusi BCA, tugas Riady sangat berat karena bank tersebut kurang baik dari segi apapun. 

Pada saat bersamaan, Liem menawarkan kepemilikan saham kepada presiden Soeharto. Karena menolak punya nama secara langsung, Soeharto lantas mendelegasikan saham kepada dua anaknya, yakni Sigit Haryoyudanto dan Siti Hardiyanti Hastuti. Masing-masing memiliki 20% dan 10% saham.

Pada 1977, BCA merger dengan dua bank lain, salah satunya adalah gemari yang dimiliki Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Merger tersebut membuat BCA menjadi bank devisa.

Di tangan Riady, BCA berkembang pesat. Asetnya sudah mencapai triliunan rupiah, melampaui Panin Bank yang dilahirkan oleh Riady itu sendiri. Mochtar Riady keluar pada tahun 1991 untuk membangun Lippo Bank. 

BCA dan Salim adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sayang, hasil kerja keras membesarkan BCA itu harus hilang karena Salim terpaksa menjual BCA saat krisis 1998. Kemudian BCA dibeli oleh Djarum. Pemilik barunya kini menjadi peringkat teratas orang terkaya di Indonesia, meskipun belakangan disalip oleh Low Tuck Kwong. 


(mfa/mfa) Next Article 'Keinginan Semesta' di Balik Besarnya BCA Milik Grup Djarum

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular