Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali melemah, sedangkan rupiah dan harga Surat Berharga Negara (SBN) terpantau menguat.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Rabu kemarin berhasil ditutup menguat terhadap dolar AS.
Rupiah tidak sendirian, mayoritas mata uang Asia juga berhasil mengalahkan The Greenback kemarin. Hanya rupee India yang kalah melawan The Greenback. Sedangkan won Korea Selatan memimpin penguatan.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Rabu kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) melandai dan masih ramai diburu oleh investor.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu kemarin, setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sesuai dengan ekspektasi pasar.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,8% ke posisi 33,414.238, S&P 500 melemah 0,7% ke 4,090,75, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,46% menjadi 12,025,33.
Pasar yang sempat optimis bahwa kedepannya The Fed akan mulai melunak langsung berubah kecewa setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa dia mengesampingkan pemotongan suku bunga karena dia tidak mengharapkan inflasi turun cukup cepat.
Powell mengatakan bahwa The Fed masih memandang inflasi terlalu tinggi dan masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa siklus kenaikan suku bunga telah berakhir.
"Dalam menentukan sejauh mana pengetatan kebijakan tambahan mungkin tepat untuk mengembalikan inflasi menjadi 2% dari waktu ke waktu. Komite akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambanan yang mempengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi kebijakan moneter, serta ekonomi dan perkembangan keuangan," kata The Fed dalam sebuah pernyataan.
Namun, investor memperhatikan apa yang tidak dikatakan The Fed kali ini dalam pernyataan pasca-pertemuan.
The Fed tampaknya melunakkan bahasanya tentang kenaikan suku bunga di masa depan dengan menghilangkan garis dari pernyataan Maret lalu yang mengatakan, "Komite mengantisipasi bahwa beberapa pengetatan kebijakan tambahan mungkin tepat."
Powell berkomentar kepada media setelah rilis pernyataan bahwa menghilangkan bahasa itu adalah "perubahan yang berarti" dan bahwa keputusan The Fed di pertemuan berikutnya yakni pada Juni mendatang akan bergantung pada data ekonomi dan tenaga kerja.
Namun menurut analis pasar senior di Oanda, Edward Moya, kenaikan suku bunga The Fed yang ke-10 kalinya dan berturut-turut kemungkinan akan menjadi yang terakhir dalam siklus ini.
"The Fed khawatir kondisi kredit yang lebih ketat akan membebani aktivitas ekonomi dan perekrutan, sambil membantu mempertahankan tren disinflasi," kata Moya, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
"Pengetatan kredit akan melumpuhkan ekonomi dan tampaknya selama ini pasar mengalami badai yang berubah-ubah mulai dari data tenaga kerja dan inflasi yang lebih panas dari perkiraan. The Fed akan mempertahankan suku bunga setidaknya sampai akhir tahun ini," tambah Moya.
Alhasil setelah pernyataan Powell dalam hal kebijakan moneter selanjutnya, beberapa saham perbankan di AS kembali melanjutkan koreksinya kemarin.
Saham PacWest ambruk lebih dari 7%, memperpanjang kerugian besar bank selama seminggu. Sedangkan saham Zions Bancorp ambles 4,6%, dan saham Western Alliance ambrol 3,1%.
Di lain sisi, data tenaga kerja AS secara tak terduga melonjak dan dapat menekankan The Fed untuk melanjutkan kebijakan ketatnya.
Perusahaan pemrosesan penggajian ADP melaporkan bahwa perekrutan di perusahaan swasta secara tak terduga membengkak pada April lalu, bahkan membengkak lebih dari dua kali lipat dari perkiraan para ekonom.
Data tersebut melonjak menjadi 296.000 pekerjaan, dari sebelumnya pada Maret yang sebesar 142.000 pekerjaan. Angka tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang sebesar 140.000 pekerjaan.
Di global pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali terkoreksi kemarin, karena investor cenderung kecewa dengan pernyataan The Fed.
Powell mengatakan bahwa The Fed masih memandang inflasi terlalu tinggi dan masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa siklus kenaikan suku bunga telah berakhir.
"Dalam menentukan sejauh mana pengetatan kebijakan tambahan mungkin tepat untuk mengembalikan inflasi menjadi 2% dari waktu ke waktu. Komite akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambanan yang mempengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi kebijakan moneter, serta ekonomi dan perkembangan keuangan," kata The Fed dalam sebuah pernyataan.
Investor pun cenderung cemas akan sinyal dari The Fed tentang apakah kenaikan suku bunga kali akan menjadi kenaikan terakhir untuk saat ini atau justru bukan menjadi yang terakhir dan akan berlanjut di pertemuan berikutnya.
Terlepas dari itu, investor khawatir bahwa suku bunga yang lebih tinggi pada akhirnya akan mendorong ekonomi AS ke dalam jurang resesi.
Namun, hal itu bukan berarti The Fed akan mempertimbangkan untuk bersikap melunak. Hanya saja dalam waktu dekat, The Fed masih akan sedikit bersikap agresif.
Powell mengatakan bahwa perlu waktu untuk menurunkan suku bunga dan dia menilai bahwa hal tersebut wajar dilakukan.
"Kami di komite berpandangan bahwa inflasi tidak akan turun secepat itu. Ini akan memakan waktu, jika ramalan itu benar. Tetapi dalam waktu dekat kami tidak akan memangkas suku bunga," ujar Powell.
Dia menambahkan bahwa permintaan dan kondisi pasar tenaga kerja kemungkinan akan perlu melemah lagi untuk melihat kemajuan dalam layanan non-perumahan dan menganggap penurunan suku bunga "tepat".
Di lain sisi, data tenaga kerja AS secara tak terduga melonjak dan dapat menekankan The Fed untuk melanjutkan kebijakan ketatnya.
Perusahaan pemrosesan penggajian ADP melaporkan bahwa perekrutan di perusahaan swasta secara tak terduga membengkak pada April lalu, bahkan membengkak lebih dari dua kali lipat dari perkiraan para ekonom.
Data tersebut melonjak menjadi 296.000 pekerjaan, dari sebelumnya pada Maret yang sebesar 142.000 pekerjaan. Angka tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang sebesar 140.000 pekerjaan.
Meski begitu, The Fed masih membutuhkan lebih banyak data untuk memutuskan apakah arah suku bunga The Fed perlu dirubah, sehingga data tenaga kerja terbaru belum menjadi acuan The Fed untuk arah kebijakan moneter berikutnya.
Di lain sisi, Powell mengatakan bahwa krisis yang menimpa Silicon Valley Bank (SVB) dan beberapa bank pada Maret lalu secara historis belum pernah terjadi sebelumnya dan perlu ditangani oleh regulator di masa mendatang.
"Krisis di Silicon Valley Bank mungkin menjadi yang terburuk dari krisis sebelumnya. Dan itu sekarang perlu tercermin dalam regulasi dan pengawasan," kata Powell.
Dampak dari agresifnya The Fed membuat perbankan di AS mengalami krisis, di mulai dari SVB dan kemudian berimbas ke beberapa bank regional lainnya.
Namun, krisis perbankan dapat dikatakan belum usai. Bahkan kini, krisis perbankan di AS menimbulkan babak baru.
Terbaru, salah satu bank regional di AS yakni PacWest Bancorp sedang mempertimbangkan pilihan strategis, termasuk potensi penjualan.
PacWest telah menilai beberapa opsi, termasuk perpisahan atau peningkatan modal, adapun Bloomberg pertama kali melaporkan berita tersebut pada Rabu malam waktu setempat.
PacWest yang berbasis di Los Angeles memiliki kapitalisasi pasar sekitar US$ 750 juta, dan turun sebesar 72% tahun ini. Pada perdagangan Rabu kemarin, saham PacWest ambles nyaris 2% dan mencatat penurunan hari kelima berturut-turut.
PacWest melaporkan bahwa total simpanan turun lebih dari US$ 5 miliar pada kuartal pertama 2023. Namun, perusahaan mengatakan bahwa mereka melihat keuntungan bersih sebesar US$ 1,1 miliar dalam simpanan dari 20 Maret hingga akhir kuartal I-2023.
Saham bank regional AS telah terpukul sangat keras sejak jatuhnya SVB pada Maret lalu, sebagian karena kekhawatiran bahwa basis pelanggan mereka serupa. Pekan ini, First Republic Bank disita oleh regulator dan dijual ke JPMorgan Chase.
Sementara itu, selain The Fed yang telah menentukan kebijakan suku bunga terbarunya pada hari ini, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga akan menentukan kebijakan suku bunga acuan terbarunya hari ini.
ECB kemungkinan akan melanjutkan upayanya untuk memerangi inflasi dengan semakin menaikkan suku bunga. ECB diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bp menjadi 3,75%.
Namun, masih terdapat perdebatan apakah ECB akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau memilih kenaikan 50 basis poin yang lebih besar.
Sebelumnya, Tingkat inflasi harga konsumen (IHK) di Kawasan Eropa sedikit meningkat menjadi 7% pada April 2023. Angka ini naik tipis dari level terendah dalam 13 bulan terakhir pada Maret lalu sebesar 6,9%.
Tingkat inflasi Eropa juga masih sangat jauh di atas target ECB sebesar 2%.
Selain The Fed, sentimen lainnya yang perlu dicermati adalah pergerakan harga komoditas, terutama harga batu bara.
Pada perdagangan Rabu kemarin, harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle ditutup ambruk 4,05% di posisi US$ 182,3 per ton.
Harga tersebut adalah yang terendah sejak 14 April (US$ 181 per ton).
Pelemahan kemarin juga memutus tren positif batu bara yang menguat 2,62% pada dua hari perdagangan sebelumnya.
Anjloknya harga batu bara disebabkan oleh aksi profit taking, melemahnya harga sumber energi lain seperti minyak mentah dan gas, kekhawatiran resesi, hingga kabar dari India.
Harga sumber energi mulai dari minyak mentah hingga gas jeblok setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,0-5,25% pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (4/5/2023).
The Fed juga tidak memberi sinyal jika akan berbalik dovish bulan depan. Kenaikan suku bunga terjadi di tengah krisis perbankan AS serta kekhawatiran terjadinya resesi.
Hal itu dikhawatirkan membuat ekonomi AS terus melambat yang pada akhirnya berdampak kepada ekonomi global.
Jika ekonomi global melambat maka permintaan akan sumber energi akan berkurang.
Pada Kamis pagi pukul 05:40 WIB, harga minyak jenis brent jeblok 4,8% pada hari ini sementara WTI anjlok 5,1%. Harga gas Eropa TTF juga jatuh 2% pada hari ini.
Melemahnya harga batu bara juga disebabkan oleh kabar dari India. Konsumen terbesar kedua batu bara di dunia tersebut mengumumkan lonjakan produksi pada tahun fiskal 2022/2023.
Produksi batu bara India menembus 893,08 juta ton pada tahun fiskal April 2022/Maret 2023. Produksi melonjak 23% dalam lima tahun terakhir.
India juga mengumumkan ambisi baru yakni produksi batu bara hingga 1,012 miliar ton untuk tahun fiskal 2023/2024.
Kenaikan produksi ini untuk memastikan agar pasokan di pembangkit listrik memadai sehingga krisis energi tidak terulang.
Ketika harga komoditas batu bara acuan dunia sedang ambruk, maka saham-saham batu bara di Indonesia juga berpotensi mengikuti pergerakan harga batu bara alias berpotensi melemah bahkan bisa saja terkoreksi parah.
Apalagi saat ini, emiten batu bara di RI tengah dilirik oleh banyak investor karena sedang membagikan dividen. Beberapa raksasa batu bara memang sudah membagikan dividennya, tetapi beberapa lainnya baru akan membagikannya dan masih dalam rencana.
Jika saham batu bara RI kembali terkoreksi, makan bukan tak mungkin IHSG kembali terkoreksi, mengingat tak sedikit saham batu bara berkontribusi besar dalam menggerakan indeks selain saham-saham perbankan.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (01:00 WIB),
- Press conference bank sentral Amerika Serikat (01:30 WIB),
- Rilis data PMI S&P Global Singapura periode April 2023 (07:30 WIB),
- Rilis data neraca perdagangan Australia periode Maret 2023 (08:30 WIB),
- Rilis data PMI manufaktur China versi Caixin periode April 2023 (08:45 WIB),
- Rilis data PMI Jasa Uni Eropa versi HCOB periode April 2023 (15:00 WIB),
- Rilis data PMI Jasa Inggris versi S&P Global periode April 2023 (15:30 WIB),
- Rilis data kredit konsumen bank sentral Inggris periode Maret 2023 (15:30 WIB),
- Rilis data indeks harga produsen Uni Eropa periode Maret 2023 (16:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Eropa (19:15 WIB),
- Rilis data neraca perdagangan Amerika Serikat periode Maret 2023 (19:30 WIB),
- Rilis data tenaga kerja non-pertanian Amerika Serikat periode kuartal I-2023 (19:30 WIB),
- Rilis data klaim pengangguran mingguan Amerika Serikat periode pekan yang berakhir 22 April 2023 (19:30 WIB),
- Press conference bank sentral Eropa (19:45 WIB).
Ìý
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS Luar Biasa PT Sentul City Tbk (09:30 WIB),
- RUPS Tahunan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (14:00 WIB),
- Cum date dividen tunai PT Astra International Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Indika Energy Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Prima Andalan Mandiri Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Mandala Multifinance Tbk,
- Cum date dividen tunai PT Dana Brata Luhur Tbk
- Cum date dividen tunai PT Tigaraksa Satria Tbk,
- Ex date dividen tunai PT Chitose Internasional Tbk,
- Ex date dividen tunai PT Purisentul Permai Tbk.
Ìý
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY) | 5,01% |
Inflasi (April 2023 YoY) | 4,33% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2023) | 5,75% |
Surplus Anggaran (APBN Februari 2023) | 0,61% PDB) |
Surplus Transaksi Berjalan (Q4-2022 YoY) | 1,3% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY) | US$ 4,7 miliar |
Cadangan Devisa (Maret 2023) | US$ 145,23 miliar |
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
[email protected]