²©²ÊÍøÕ¾

Newsletter

Kabar Gembira Bagi Dunia! Amerika Mau "Baikan" Dengan China

Chandra Dwi, ²©²ÊÍøÕ¾
19 June 2023 05:57
BI
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Luthfi Rahman

Sebelum memulai perdagangan hari ini hingga beberapa hari ke depan di pekan ini, investor sebaiknya mencermati beberapa agenda ekonomi dari dalam negeri, maupun luar negeri.

Untuk hari ini, sentimen dari perilisan data ekonomi cenderung minim, karena tidak ada rilis data ekonomi penting, baik di AS, Asia-Pasifik, maupun Eropa.

Di AS, Wall Street akan mengalami minggu yang lebih singkat karena pasar AS ditutup pada Senin untuk memperingati Juneteenth pada 19 Juni, sehingga tidak ada perilisan data pada hari ini.

Juneteenth adalah hari libur federal di AS untuk memperingati emansipasi para budak Afrika-Amerika.

Namun pada pekan ini, pelaku pasar juga perlu memantau sentimen pasar yang terbilang cukup penting dibandingkan pada pekan lalu.

Untuk rilis data makro, pada Senin dan Selasa waktu AS, pelaku pasar akan mencermati data terbaru soal pasar perumahaan AS, termasuk izin bangunan dan perumahan baru untuk bulan Mei, dan Indeks Pasar Perumahan NAHB untuk Juni.

Kemudian, pada Rabu dan Kamis, Ketua The Fed, Jerome Powell akan memberikan testimoni di depan Kongres, sebagai bagian dari testimoni tengah tahunan tentang kebijakan moneter.

Testimoni tersebut akan dilakukan seminggu setelah pertemuan terakhir rapat FOMC pada pekan lalu, di mana pembuat kebijakan Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga setelah mengerek selama sepuluh kali berturut-turut demi mendinginkan inflasi.

Sementara inflasi telah melambat secara signifikan dari level tertinggi musim panas lalu, dot plot terbaru The Fed menunjukkan pejabat kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan fed fund rate (FFR) dua kali lebih banyak tahun ini-menjadi 5,6%, dengan catatan jika inflasi terus memanas.

Pada Jumat, S&P Global akan merilis pembacaan Indeks Manajer Pembelian (PMI) terbaru untuk bulan Juni.

Selain kabar dari AS, risalah rapat bank sentral Australia (RBA) pada Selasa dan keputusan suku bunga bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) pada Kamis mendatang juga bakal dipelototi pelaku pasar global.

Kabar politik global soal kunjungan diplomatik Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, ke China juga akan ikut mewarnai pasar di awal pekan.

Melansir Bloomberg News, Minggu kemarin, Blinken tiba di Beijing pada Minggu pagi untuk melakukan kunjungan diplomatik kilat sebagai upaya pemerintah Biden untuk menstabilkan ketegangan antara dua ekonomi terbesar di dunia tersebut

Diplomat top AS ini sebelumnya berusaha mengunjungi China pada Februari, tetapi kunjungannya dibatalkan secara mendadak saat AS mengungkapkan bahwa ada balon mata-mata Tiongkok yang diduga terbang di wilayah AS.

Kali ini, Blinken akan mengadakan serangkaian pertemuan dengan pejabat senior selama dua hari kunjungannya di Tiongkok. Kedua negara adidaya global memiliki daftar panjang masalah yang menjadi perhatian mereka, termasuk ketidaksepakatan tingkat tinggi serta area kerja sama potensial. 

Blinken adalah pejabat administrasi Biden paling senior yang melakukan perjalanan ke China, dan itu menandai kunjungan pertama Menlu AS ke Beijing sejak Oktober 2018.

"Sekarang adalah saat yang tepat untuk berbicara lagi karena hal itu dengan sendirinya mengurangi risiko konflik," kata Asisten Deputi Presiden dan Koordinator Urusan Indo-Pasifik Kurt Campbell, dalam pengarahan sebelum perjalanan.

Sementara itu dari dalam negeri, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 21-22 Juni akan menjadi perhatian pelaku pasar.

Pada Kamis (22/6), RDG akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan. Sejauh ini, pelaku pasar memproyeksikan BI masih akan kembali menahan suku bunga di level 5,75%.

Hingga rapat terakhir pada bulan lalu, itu berarti suku bunga sebesar 5,75% kemudian ditahan selama empat bulan terakhir.

Dalam press conference pasca-RDG Mei lalu, Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan keputusan BI sudah konsisten dengan stance kebijakan moneter yang pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

Perry juga mengatakan suku bunga ditahan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar serta mengendalikan inflasi barang impor di tengah ketidakpastian global.

Ketidakpastian global salah satunya datang dari krisis plafon utang pemerintah AS. Kondisi tersebut bisa membuat nilai tukar rupiah tertekan karena outflow asing.

Namun, seiring kemungkinan masih tingginya suku bunga The Fed ke depan diperkirakan membuat BI sulit memangkas suku bunga dalam waktu dekat.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular