²©²ÊÍøÕ¾

Newsletter

Awali Semester II, Sudah Saatnya IHSG Bergairah Lagi

Putra, ²©²ÊÍøÕ¾
03 July 2023 06:10
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

- IHSG tertekan selama semester I 2023, di tengah ketidakpastian global, termasuk kebijakan uang ketat ala bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.

- Bernasib lebih mujur, Wall Street berpesta, baik selama sepekan maupun per semester I 2023.

- Mengawali paruh kedua tahun ini,pasar keuangan domestik menunggu katalis positif, termasuk masuknya dana asing, seiring rilisnya sejumlah data makro dan rilis laporan keuangan kuartal II 2023.

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pasar keuangan Indonesia akan kembali dibuka mulai hari ini usai libur perayaan Idul Adha sejak Rabu pekan lalu (28/6) atau di akhir Juni. Ini sekaligus menandai masuknya semester II 2023.

Pada perdagangan Selasa minggu lalu (27/6), sebelum libur panjang Hari Raya Idul Adha, IHSG ditutup terkoreksi 0,04% ke 6.661,88.

Sedangkan, sepanjang semester I-2023, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kurang memuaskan, di mana IHSG minus 2,76%. IHSG berada di dalam tren sideways. Pergerakannya terbatas di kisaran 6.500-6950.

Secara garis besar kondisi IHSG dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni ketidakpastian ekonomi global.

Sebut saja, mulai dari kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang masihhawkishhingga kondisi ekonomi negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia yang cenderung melemah seperti China.

Di paruh kedua 2023, secara makro, fundamental perekonomian Indonesia yang cukup baik berpotensi menjadi daya tarik pelaku pasar domestik maupun asing.

Selain itu, inflasi yang lebih terjaga, dan perekonomian yang tetap dapat bertumbuh menjadi katalis positif untuk IHSG ke depan.

Namun, potensi aksi 'galak' The Fed yang masih akan berlanjut dan risiko resesi AS masih akan membayangi pasar saham global, tak terkecuali RI.

Dalam waktu dekat, data inflasi Indonesia per Juni dan PMI manufaktur yang akan dirilis pada hari ini hingga risalah rapat FOMC The Fed dan rilis kinerja kuartal II 2023 akan menjadi pewarna perdagangan saham RI.

Berbeda dengan IHSG, kendati sempat jatuh, secara keseluruhan, mata uang rupiah mencatatkan kinerja cemerlang pada Januari-Juni tahun ini.

Merujuk pada dataRefinitiv,rupiah ditutup pada posisi Rp 14.990/US$1 pada perdagangan terakhir semester I, Selasa (27/6/2023). Artinya, rupiah menguat 3,84% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada 6 bulan pertama tahun ini.

Penguatan nilai tukar rupiah pada semester I 2023 terbilang luar bisa mengingat rupiah lebih kerap tumbang pada paruh pertama dalam lima tahun terakhir.

Pada periode 2019-2023, hanya dua kali rupiah menguat pada semester I yakni pada 2019 dan tahun ini. Rupiah tumbang pada semester I 2020, 2021, dan 2022 atau tiga tahun terakhir.

Jika diurut ke belakang lagi, maka rupiah melemah lima kali dan menguat lima kali juga dalam 10 tahun terakhir.

Pelemahan rupiah pada 2020 hingga 2022 sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian global mulai dari pandemi Covid-1, perang Rusia-Ukraina hingga puncaknya kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Salah satu yang membuat rupiah menguat tajam adalah derasnyacapital inflow.

Merujuk data Bank Indonesia (BI), investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 94,68 triliun pada awal tahun ini hingga 26 Juni 2023.

Net buypada pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 80,43 triliun sementara pada pasar saham tercatat 14,25 triliun.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan semester I-2022 di mana investor asing mencatatkannet sellsebesar Rp 111,12 triliun di pasar SBN dannet buydi pasar saham sebesar Rp 61,82 triliun.

Rupiah mengawali tahun ini di posisi Rp 15.565 dan mata uang Garuda tetap bertahan di level psikologis Rp 15.000 hingga akhir Januari.

Rupiah menguat tajam pada akhir Januari dan sempat bergerak di bawah Rp 15.000.

Namun, krisis perbankan di AS pada Maret tahun ini. Mata uang Garuda resmi keluar dari zona psikologis Rp 15.000 pada awal April sejalan dengan terus melandainya inflasi AS serta sikap The Fed yang relatif lebihdovish.

Rupiah menguat tajam pada awal Juni setelah pelaku pasar meyakini The Fed menahan suku bunga acuan pada tengah Juni.

The Fed memang pada akhirnya menahan suku bunga di kisaran 5,0-5,25%.

Namun,Chairman The Fed Jerome Powell menyatakan jika The Fed masih akan menaikkan suku bunga ke depan.

Inilah yang membuat rupiah jeblok pada awal pekan lalu. Pada Senin (26/6), rupiah tutup melemah 0,13% di posisi Rp 15.010. Ini adalah kali pertama rupiah ditutup di bawah Rp 15.000 setelah 30 Maret tahun ini.

Wall Street kompak menghijau pada Jumat pekan lalu, ditopang oleh perusahaan teknologi raksasa sekaligus menjaga momentum kenaikan selama paruh pertama tahun ini.

Indeks Dow Jones naik 0,84% ke 34.407,60 pada Jumat. Sedangkan S&P 500 mendaki 1,23% ke 4.450,38, dan Nasdaq Composite melonjak 1,45% to settle at 13.787,92.

Dalam sepekan, ketiga indeks utama tersebut secara rerata naik 2%.

Selama enam bulan terakhir, saham-saham teknologi yang sempat tertekan pada 2022 kembali bangkit seiring ekspektasi tinggi pada kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan harapan akan berakhirnya kampanye suku bunga The Fed.

Selama Juni S&P 500 naik 6,5%, menorehkan kinerja bulanan terbaiknya sejak Oktober. Indeks Nasdaq naik 6,6%. Keduanya mencatatkan kenaikan bulanan positif untuk keempat kalinya berturut-turut. Dow naik 4,6%, mencetak kinerja bulanan terbaiknya sejak November 2022.

Kemudian, selama kuartal keduaS&P 500 naik 8,3% untuk 3 kuartal berturut-turut dengan kenaikan terbesarnya sejak kuartal keempat 2021. Indeks Nasdaq melonjak 12,8%, untuk 2 kuartal di zona positif secara beruntun. Dow naik 3,4%, menjadikan tiga kuartal terakhir di zona penguatan.

Adapun, secara year to date (YtD) sekaligus semester pertama, S&P 500 mencatatkan kenaikan 15,9% untuk semester pertama terbaiknya sejak 2019. Indeks Nasdaq melesat 31,7%, menjadi semester pertama terbaik sejak 1983. Dow 30 mencatatkan kenaikan 3,8% yang lebih moderat.

Saham-saham teknologi kakap AS menjadi pendorong utama sebagian besar kenaikan pasar pada 2023. Produsen chip kecerdasan buatan, Nvidia, melonjak 3,6% pada Jumat dan terbang lebih dari 189% sepanjang tahun ini.

Sementara, pada Jumat, Netflix naik sekitar 2,9%. Kemudian, Meta Platforms, Microsoft, dan Amazon masing-masing terkerek 1,9%, 1,6%, dan 1,9%. Apple juga menguat 2,3% hingga ditutup di atas kapitalisasi pasar US$3 triliun.

Meskipun terjadi kenaikan yang kuat, beberapa pihak di Wall Street memperkirakan akan ada volatilitas di paruh kedua tahun ini dan kemungkinan ada para investor yang akan mengambil keuntungan dari reli saham tersebut.

Hal ini, ditambah dengan perubahan kondisi teknis, bisa menyebabkan pergerakan mendatar atau sedikit koreksi di indeks S&P, seperti yang diungkapkan oleh Anna Han, ahli strategi ekuitas di Wells Fargo Securities.

"Data teknis memberi tahu kita bahwa reli yang dipimpin oleh saham-saham besar ini telah melewati batasnya," katanya, dikutip ²©²ÊÍøÕ¾ International, Jumat (30/6).

"Saham-saham tersebut telah mencapai level jenuh beli (overbought), dan kami percaya bahwa saatnya bagi reli tersebut untuk sejenak berhenti," imbuhnya.

Wall Street juga mendapat katalis positif mengenai inflasi, di mana indeks harga belanja pribadi inti yang menjadi perhatian The Fed tumbuh lebih rendah dari yang diharapkan pada Mei.

"Ini adalah kabar baik dalam perang melawan inflasi," kata Jamie Cox, managing partnert di Harris Financial Group.

"Jika Anda tidak percaya bahwa deflasi sedang terjadi, berarti Anda kurang memperhatikan. The Fed telah tepat untuk berhenti [menaikkan suku bunga] sejenak dan perlu mempertahankan posisi pada level saat ini untuk mencegah pengoreksian berlebihan dan menyebabkan resesi yang tidak perlu dalam upaya melawan situasi yang sekarang sudah terkendali," ungkap Jamie.

Pada pekan ini, investor masih akan cenderung wait and see usai libur panjang, sembari mencermati sejumlah rilis ekonomi makro, baik dari dalam maupun luar negeri.

Dari domestik, pada Senin (2/7), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Indonesia per Juni. Laju inflasi tahunan diproyeksikan akan turun ke bawah 4%, tepatnya di kisaran 3,6%, dari posisi Mei 4%.

Namun, secara bulanan (mom), ekonom memperkirakan, inflasi akan meningkat menjadi 0,2% dibandingkan Mei 0,09%.

Inflasi yang melandai bisa meredakan beban Bank Indonesia (BI).

Sebelumnya, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, pada rapat dewan gubernur (RDG) BI pada 21-22 Juni 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% konsisten dengan stance kebijakan moneter, untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3% plus minus 1% pada 2023.

Kendati demikian, BI memperkirakan kebijakan suku bunga bank sentral AS ke depan masih akan tinggi, karena inflasi yang masih jauh dari target 2%. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7% (yoy) dengan risiko perlambatan terutama di AS dan Tiongkok.

Kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar. Sementara itu, di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

"Pemulihan ekonomi di negara berkembang lain, seperti India, tetap kuat didorong oleh permintaan domestik dan ekspor jasa," jelas Perry.

Melihat kondisi saat ini, ekonom melihat BI masih ogah memangkas suku bunga tahun ini.

Dalam jajak pendapat Reuters yang dilakukan pada 14-19 Juni lalu, hampir dua pertiga dari responden, 15 dari 23, mengatakan, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan selama sisa tahun ini. Adapun, 8 ekonom memperkirakan ada pemangkasan suku bunga pada 2023.

"Bank Indonesia (BI) adalah salah satu bank sentral pertama di kawasan ini yang menghentikan siklus pengetatan pada awal tahun ini. Kami percaya bahwa BI akan melakukan pause lebih lama untuk mendukung rupiah," kata Nicholas Mapa, ekonom senior di ING kepada Reuters (20 Juni 2023).

Mapa menambahkan, BI hanya akan "mempertimbangkan pemangkasan suku bunga kebijakan jika bank sentral global memilih untuk melakukan relaksasi kebijakan moneter."

Serupa dengan bank sentral di kawasan lain, BI diharapkan akan mempertahankan suku bunga pada 2023 karena pemangkasan suku bunga akan menyebabkan pelemahan nilai tukar mata uang dan inflasi impor yang lebih tinggi.

"Proyeksi kami adalah pemangkasan pertama dari BI akan terjadi pada 2024; sentimen konsumen yang kuat dan kondisi likuiditas berlebih dalam sistem perbankan juga menunjukkan bahwa tidak ada kebutuhan mendesak untuk perubahan kebijakan lebih cepat," kata Khoon Goh, kepala riset Asia di ANZ.

Beralih ke luar negeri, China akan merilis indeks PMI Caixin pada Senin yang akan memberikan update tentang kekuatan sektor manufaktur ketika pemulihan ekonomi pasca-COVID di ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut menurun.

Dari Negeri Paman Sam AS, informasi terbaru mengenai pasar tenaga kerja akan diterbitkan minggu ini.

Pada Kamis, Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) AS akan menerbitkan laporan Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS), yang menyajikan data jumlah lowongan, perekrutan, pengunduran diri, dan pemutusan hubungan kerja untuk Mei.

Diperkirakan jumlah lowongan pekerjaan telah menurun menjadi 9,9 juta bulan lalu, dari 10,1 juta pada April. Selain itu, pada hari yang sama, perusahaan penyedia jasa penggajian ADP, akan merilis Laporan Ketenagakerjaan Nasional untuk Juni yang berfokus pada data gaji sektor swasta, yang diperkirakan telah meningkat sebesar 180.000.

Laporan gaji sektor non-pertanian (non-farm payrolls/NFP) untuk Juni akan dirilis pada Jumat.

Para ekonom memperkirakan, ada tambahan sebanyak 200.000 pekerjaan pada Juni, melambat dari 339.000 pada Mei, sedangkan tingkat pengangguran diperkirakan tetap stabil pada 3,7%.

Jika pertumbuhan pekerjaan melebihi ekspektasi pasar, hal ini dapat memperkuat alasan The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut guna menstabilkan perekonomian dan inflasi.

Di samping data ketenagakerjaan, pada Rabu, The Fed akan merilis risalah dari pertemuan FOMC terbaru yang diadakan awal bulan lalu, di mana bank sentral AS tersebut mempertahankan suku bunga setelah menaikkannya 10 kali berturut-turut sejak Maret tahun lalu, dalam upaya untuk menangani inflasi tertinggi dalam empat dekade.

Pelaku pasar memperkirakan, The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga pada pertemuan FOMC berikutnya pada Juli, dengan probabilitas hampir 90% untuk kenaikan sebesar 25 basis poin (bps).

- Tankan Large Manufacturers Index Jepang per Q2-2023 (06.50 WIB)

- PMI Manufaktur Indonesia per Juni (07.30 WIB)

- PMI Manufaktur Caixin China per Juni (08.45 WIB)

- Inflasi Indonesia per Juni (11.00 WIB)

- PMI Manufaktur AS versi ISM per Juni (21.00 WIB)

Ìý

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

- Cum dividen ALDO

- Cum dividen CBPE

- Cum dividen CHIP

- Cum dividen CRAB

- Cum dividen IFII

- Cum dividen MAPA

- Cum dividen MAPI

- Cum dividen MICE

- Cum dividen RMKE

- Cum dividen SHIP

Ìý

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH

Ìý

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular