Aturan Bensin Premium: Potensi Rugi, Lingkungan, dan Inflasi
Rivi Satrianegara, ²©²ÊÍøÕ¾
12 April 2018 11:28

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah fokus untuk memperbaiki kinerja PT Pertamina (Persero) yang terbebani dengan pendistribusian premium dan solar. Terlebih lagi, premium akan kembali menjadi BBM penugasan di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) yang artinya wajib untuk didistribusikan.
Padahal, premium adalah BBM yang tidak mendapat subsidi dan selisih harga ditanggung perusahaan pelat merah tersebut. Belum lagi, Pertamina sempat mengklaim saat ini juga menjual rugi pertalite, dengan selisih harga sekitar Rp 280 per liter.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengaku belum mengetahui secara persis bagaimana rencana kewajiban pendistribusian premium oleh Pertamina di Jamali. Namun dia memastikan tanpa aturan tersebut saja, keuangan Pertamina sudah terganggu.
"Subsidi kan sudah dibilang Menteri Keuangan, hanya boleh menambah solar," kata Fajar di kantornya, Rabu (11/4/2018).
Menanggapi anggapan kebijakan Pemerintah yang seakan gemar melakukan intervensi terhadap badan usaha, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara. Dia mengatakan apa yang dilakukan Pemerintah semata-semata bertujuan untuk mencari titik keseimbangan dalam mengelola ekonomi domestik.
Menurut dia, Pemerintah tidak ingin ketidakpastian tersebut justru merusak momentum ekonomi Indonesia. "Kami tidak ingin menunjukan kalau kami backtracking. Dalam hal ini, fokusnya enforcement dan instrumen kebijakan yang bisa menjaga masyarakat memiliki confidence bahwa ekonomi kita tumbuh," kata Sri Mulyani.
Lagipula, sambung dia, keputusan tersebut sejalan dengan payung hukum operasi bahan bakar minyak. Apa yang dilakukan Kementerian ESDM, kata Sri Mulyani telah sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan.
"Di satu sisi investor, kebutuhan mereka dan kepastian berusaha mereka dijaga. Tapi di sisi lain, pemerintah bisa menjaga kepentingan masyarakat bahwa BBM itu adalah satu komoditas penting," katanya.
Kementerian ESDM pun kompak mengatakan kembalinya premium di Jamali adalah sebuah pemenuhan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa ditawar. Gap antara harga premium dan pertalite serta pasokan premium oleh Pertamina yang berkurang berdampak jelas pada peningkatan inflasi.
Dirjen Migas Djoko Siswanto sempat mengatakan, pemenuhan kebutuhan masyarakat atas energi tertuang dalam UU. Jadi, rencana menekan emisi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk penerapan Euro 4 yang tertuang dalam bentuk Permen tidak lebih kuat. Beleid tersebut seharusnya mulai berlaku secara bertahap pada September mendatang.
"Masyarakat lebih penting dari lain-lain, masyarakat tidak mau tahu intinya butuh BBM. Dalam UU Migas pemerintah wajib meneyediakan ketersediaan BBM. UU lebih tinggi dari Permen. Arahan KLHK tetap berjalan, tapi bertahap," terang Djoko.
(gus/gus) Next Article Masih Adakah Negara yang Menggunakan BBM "Premium"?
Padahal, premium adalah BBM yang tidak mendapat subsidi dan selisih harga ditanggung perusahaan pelat merah tersebut. Belum lagi, Pertamina sempat mengklaim saat ini juga menjual rugi pertalite, dengan selisih harga sekitar Rp 280 per liter.
"Subsidi kan sudah dibilang Menteri Keuangan, hanya boleh menambah solar," kata Fajar di kantornya, Rabu (11/4/2018).
Menanggapi anggapan kebijakan Pemerintah yang seakan gemar melakukan intervensi terhadap badan usaha, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara. Dia mengatakan apa yang dilakukan Pemerintah semata-semata bertujuan untuk mencari titik keseimbangan dalam mengelola ekonomi domestik.
Menurut dia, Pemerintah tidak ingin ketidakpastian tersebut justru merusak momentum ekonomi Indonesia. "Kami tidak ingin menunjukan kalau kami backtracking. Dalam hal ini, fokusnya enforcement dan instrumen kebijakan yang bisa menjaga masyarakat memiliki confidence bahwa ekonomi kita tumbuh," kata Sri Mulyani.
Lagipula, sambung dia, keputusan tersebut sejalan dengan payung hukum operasi bahan bakar minyak. Apa yang dilakukan Kementerian ESDM, kata Sri Mulyani telah sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan.
"Di satu sisi investor, kebutuhan mereka dan kepastian berusaha mereka dijaga. Tapi di sisi lain, pemerintah bisa menjaga kepentingan masyarakat bahwa BBM itu adalah satu komoditas penting," katanya.
Kementerian ESDM pun kompak mengatakan kembalinya premium di Jamali adalah sebuah pemenuhan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa ditawar. Gap antara harga premium dan pertalite serta pasokan premium oleh Pertamina yang berkurang berdampak jelas pada peningkatan inflasi.
Dirjen Migas Djoko Siswanto sempat mengatakan, pemenuhan kebutuhan masyarakat atas energi tertuang dalam UU. Jadi, rencana menekan emisi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk penerapan Euro 4 yang tertuang dalam bentuk Permen tidak lebih kuat. Beleid tersebut seharusnya mulai berlaku secara bertahap pada September mendatang.
"Masyarakat lebih penting dari lain-lain, masyarakat tidak mau tahu intinya butuh BBM. Dalam UU Migas pemerintah wajib meneyediakan ketersediaan BBM. UU lebih tinggi dari Permen. Arahan KLHK tetap berjalan, tapi bertahap," terang Djoko.
(gus/gus) Next Article Masih Adakah Negara yang Menggunakan BBM "Premium"?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular