Internasional
Media Asing Soroti Hubungan Ma'ruf & Sahabat Jokowi, Ahok
Prima Wirayani, ²©²ÊÍøÕ¾
10 August 2018 11:16

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Media-media asing ikut menyoroti pengumuman calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang baru mendeklarasikan diri malam tadi, Kamis (9/8/2018).
Salah satu yang menyita perhatian adalah pilihan cawapres petahana Joko Widodo, Ma'ruf Amin. Jokowi bersama ulama Ma'ruf Amin akan menghadapi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Reuters menyebut keputusan mengejutkan Jokowi memilih Ma'ruf terjadi di hari yang dramatis dan penuh dengan manuver serta intrik politik. Pengumuman Jokowi itu terjadi hanya beberapa jam setelah mantan hakim Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengonfirmasi kesiapannya menjadi cawapres pilihan Jokowi.
Ma'ruf adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sangat berpengaruh. Reuters dan media Singapura The Straits Times menulis fakta bahwa Ma'ruf adalah tokoh yang mengeluarkan pernyataan yang menyebut sahabat Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, seorang penista agama di tengah-tengah proses pemilihan kepala daerah Jakarta yang memanas.
Kandidat pilkada Jakarta yang didukung Prabowo, yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, akhirnya memenangkan pemilihan. Analis dan pejuang hak asasi manusia menyebut pasangan ini mengipasi isu-isu dan sentimen sektarian yang memecah belah bangsa.
Jokowi tampaknya menyadari banyak orang mempertanyakan pilihannya.
"Mungkin ada beberapa pertanyaan dari masyarakat di seluruh Indonesia mengapa Profesor Dr. Ma'ruf Amin yang dipilih. Itu karena ia seorang figur relijius yang bijaksana," kata Jokowi.
"Saya kira kami akan saling melengkapi, nasionalis dan relijius," tambahnya, dikutip dari Reuters.
Namun, periset Human Rights Watch Andreas Harsono mengatakan, Ma'ruf ikut menimbulkan peningkatan intoleransi di seluruh Indonesia.
"Ia mengeluarkan fatwa yang mengutuk kaum minoritas agama dan jender, seperti Ahmadiyah dan LGBT, ketika mereka menjadi sasaran tindakan kekerasan," ujarnya kepada Reuters.
The Straits Times juga mengutip komentar analis bahwa Jokowi saat ini memerlukan figur Islami yang kuat sebagai pasangannya di pilpres mendatang tidak hanya untuk menghalau saingannya yang mungkin saja menyerangnya dengan isu-isu agama, namun juga untuk menarik suara pemilih konservatif di Pulau Jawa.
Dalam pilpres tahun 2014 lalu, sang presiden diserang oleh kampanye hitam di internet yang menyebut keluarganya adalah seorang komunis dan ia seorang keturunan China.
Analis politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan kepada The Straits Times bahwa pilihan Jokowi menunjukkan keinginannya untuk berkompromi dan mengakomodasi kepentingan berbeda-beda dari berbagai partai politik yang mendukungnya.
Namun, langkah itu tampaknya akan memungkinkan timbulnya poros ketiga dalam pemilihan mendatang.
Setelah berhasil menyelesaikan isu pemilih Muslim, tantangan bagi Jokowi selanjutnya adalah bagaimana menarik perhatian pemilih muda sebab mereka mungkin saja lebih tertarik untuk memilih pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno.
(wed) Next Article Di Balik Layar Menuju Deklarasi Jokowi-Ma'ruf Amin
Salah satu yang menyita perhatian adalah pilihan cawapres petahana Joko Widodo, Ma'ruf Amin. Jokowi bersama ulama Ma'ruf Amin akan menghadapi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Reuters menyebut keputusan mengejutkan Jokowi memilih Ma'ruf terjadi di hari yang dramatis dan penuh dengan manuver serta intrik politik. Pengumuman Jokowi itu terjadi hanya beberapa jam setelah mantan hakim Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengonfirmasi kesiapannya menjadi cawapres pilihan Jokowi.
Kandidat pilkada Jakarta yang didukung Prabowo, yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, akhirnya memenangkan pemilihan. Analis dan pejuang hak asasi manusia menyebut pasangan ini mengipasi isu-isu dan sentimen sektarian yang memecah belah bangsa.
Jokowi tampaknya menyadari banyak orang mempertanyakan pilihannya.
"Mungkin ada beberapa pertanyaan dari masyarakat di seluruh Indonesia mengapa Profesor Dr. Ma'ruf Amin yang dipilih. Itu karena ia seorang figur relijius yang bijaksana," kata Jokowi.
"Saya kira kami akan saling melengkapi, nasionalis dan relijius," tambahnya, dikutip dari Reuters.
Namun, periset Human Rights Watch Andreas Harsono mengatakan, Ma'ruf ikut menimbulkan peningkatan intoleransi di seluruh Indonesia.
"Ia mengeluarkan fatwa yang mengutuk kaum minoritas agama dan jender, seperti Ahmadiyah dan LGBT, ketika mereka menjadi sasaran tindakan kekerasan," ujarnya kepada Reuters.
The Straits Times juga mengutip komentar analis bahwa Jokowi saat ini memerlukan figur Islami yang kuat sebagai pasangannya di pilpres mendatang tidak hanya untuk menghalau saingannya yang mungkin saja menyerangnya dengan isu-isu agama, namun juga untuk menarik suara pemilih konservatif di Pulau Jawa.
Dalam pilpres tahun 2014 lalu, sang presiden diserang oleh kampanye hitam di internet yang menyebut keluarganya adalah seorang komunis dan ia seorang keturunan China.
Analis politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan kepada The Straits Times bahwa pilihan Jokowi menunjukkan keinginannya untuk berkompromi dan mengakomodasi kepentingan berbeda-beda dari berbagai partai politik yang mendukungnya.
Namun, langkah itu tampaknya akan memungkinkan timbulnya poros ketiga dalam pemilihan mendatang.
Setelah berhasil menyelesaikan isu pemilih Muslim, tantangan bagi Jokowi selanjutnya adalah bagaimana menarik perhatian pemilih muda sebab mereka mungkin saja lebih tertarik untuk memilih pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno.
(wed) Next Article Di Balik Layar Menuju Deklarasi Jokowi-Ma'ruf Amin
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular