Kisah Atlet Bridge Tertua hingga Terkaya di Asian Games 2018
Ester Christine Natalia, ²©²ÊÍøÕ¾
23 August 2018 17:58

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ketika para atlet lain berkeringat dan merasakan ketegangan di lintasan, lapangan atau kolam, sekelompok orang bersaing di cabang olahraga yang lebih mengasah otak dan memerlukan ketenangan di Asian Games 2018 hari Selasa (21/8/2018).
Permainan kartu bernama bridge melakukan debutnya di Asian Games, perhelatan berbagai cabang olahraga terbesar di dunia setelah Olimpiade. Lebih dari 200 atlet dari seluruh Asia turut berpartisipasi dalam kompetisi itu.
Tongkat alat bantu jalan milik warga Filipina bernama Kong Te Yang, 85 tahun, tergeletak di sebelah kursinya, satu dari 17 meja yang disusun di ballroom Jakarta Convention Center (JCC). Ia berhadapan dengan sepasang pemain dari Pakistan dalam salah satu pertandingan pembukaan.
Tidak seperti acara lain di mana keramaian pengunjung adalah bentuk dukungan positif, umumnya penonton justru dilarang menyaksikan kompetisi bridge. Alhasil, hampir tidak ada suara yang terdengar ketika "pertandingan" sedang berlangsung.
Yang, peserta tertua di kompetisi itu, tertawa ketika ditanya apakah bridge harus dianggap sebagai sebuah cabang olahraga.
"Kami sulit dibandingkan dengan Olympian [para atlet Olimpiade], yang motonya adalah 'lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih kuat,'" kata Yang, dilansir dari Reuters.
"Kami harus melihat lebih dari batasan kekuatan fisik kami. Bridge sebenarnya sangat matematis. Anda harus mengetahui probabilitas, Anda harus tahu psikologi, dan Anda harus memiliki pikiran terbuka di setiap waktu."
Yang berharap mendapat perlawanan sengit dari Indonesia, selaku tuan rumah, juga dari China, India, Pakistan, dan "tim termuda Singapura". Kenneth Chan, 22 tahun, masuk dalam tim Singapura.
"Permainan bridge ini sangat mirip seperti kehidupan, dengan semua ketidakpastiannya," katanya. Ia berkata bahkan jika Anda berpikir sudah menguasai banyak teknik, maka akan sadar bahwa belum cukup banyak teknik yang Anda pelajari.
Permainan kartu bernama bridge melakukan debutnya di Asian Games, perhelatan berbagai cabang olahraga terbesar di dunia setelah Olimpiade. Lebih dari 200 atlet dari seluruh Asia turut berpartisipasi dalam kompetisi itu.
Tongkat alat bantu jalan milik warga Filipina bernama Kong Te Yang, 85 tahun, tergeletak di sebelah kursinya, satu dari 17 meja yang disusun di ballroom Jakarta Convention Center (JCC). Ia berhadapan dengan sepasang pemain dari Pakistan dalam salah satu pertandingan pembukaan.
Yang, peserta tertua di kompetisi itu, tertawa ketika ditanya apakah bridge harus dianggap sebagai sebuah cabang olahraga.
"Kami sulit dibandingkan dengan Olympian [para atlet Olimpiade], yang motonya adalah 'lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih kuat,'" kata Yang, dilansir dari Reuters.
"Kami harus melihat lebih dari batasan kekuatan fisik kami. Bridge sebenarnya sangat matematis. Anda harus mengetahui probabilitas, Anda harus tahu psikologi, dan Anda harus memiliki pikiran terbuka di setiap waktu."
Yang berharap mendapat perlawanan sengit dari Indonesia, selaku tuan rumah, juga dari China, India, Pakistan, dan "tim termuda Singapura". Kenneth Chan, 22 tahun, masuk dalam tim Singapura.
"Permainan bridge ini sangat mirip seperti kehidupan, dengan semua ketidakpastiannya," katanya. Ia berkata bahkan jika Anda berpikir sudah menguasai banyak teknik, maka akan sadar bahwa belum cukup banyak teknik yang Anda pelajari.
Next Page
Mimpi Olimpiade Taipan Terkaya Indonesia
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular