
B20 Masih Ada Catatan , Industri Tambang Berat ke B30
Iswari Anggit, ²©²ÊÍøÕ¾
06 December 2018 13:45

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO) Bambang Tjahjono, menyampaikan beberapa masalah yang dihadapi para pelaku industri tambang terhadap penggunaan B20 untuk bahan bakar alat berat. Dengan masih adanya catatan untuk penggunaan B20 ini,  Bambang menyarankan agar pemerintah menunda penerapan B30 yang direncanakan dan melakukan pengujian kembali.
"Karena ini jadi mandatori pemerintah ya kita [industri tambang] dukung. Tapi problem-problem akan kami sampaikan," kata Bambang dalam pemaparannya dalam seminar "Pemakaian B20 di Industri Pertambangan: Masalah dan Solusi", di Grand Sahid Jaya, Kamis (6/12/2018).
Perlu diketahui, selama ini alat berat pertambangan, menggunakan B0 sebagai bahan bakar. Namun, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menggunakan B20 sebagai bahan bakar. Dengan digunakannya B20 sebagai bahan bakar, pemerintah berharap mampu memperbaiki defisit transaksi berjalan negara.
Diakui Bambang dalam pelaksanaannya, para pelaku industri pertambangan menemukan berbagai masalah terkait penggunaan B20; "Solar B0 itu ibarat makanan vegan, bio diesel itu ibarat jeroan, sate kambing, dan lain-lain, jadi memang boleh dimakan tapi jangan banyak-banyak."
Bambang juga menjabarkan beberapa kekurangan B20, berdasarkan masalah yang sering dihadapi para pelaku industri pertambangan. Kekurangan B20 menurut Bambang di antaranya:
1. Untuk campuran biodiesel 10% sampai 20%, tenaga yang dihasilkan lebih rendah, sehingga lebih boros sampai 5%.
2. Umur filter bahan bakar menjadi lebih pendek, setidaknya pada periode tiga sampai empat kali penggantian filter bahan bakar.
3. Sifat biodiesel yang merusak karet, akan memperpendek umur spare part berbahan dasar karet, seperti; seal, hose, dan sebagainya.
4. Biodiesel juga bersifat higroskopis, sehingga mudah menyerap air dari udar bebas.
5. Biodiesel juga mudah teroksidasi, sehingga menghasilkan endapan.
6. Tidak dapat disimpan terlalu lama (menurut BPPT, maksimal penyimpanan biodiesel hanya tiga bulan)
7. Produsen alat berat mengakui, hanya memberikan jaminan garansi untuk maksimum B7 (biosolar dengan kadar campuran 7%), bukan B20.
Dari sekian banyak kekurangan B20, dalam pemaparannya Bambang mempertanyakan riset pemerintah terkait B20. Bambang bahkan membeberkan, kalau pihaknya tahu riset B20 hanya diterapkan pada mesin mobil, bukan mesin alat berat, kapal (seperti yang dikhawatirkan INSA beberapa waktu lalu), apalagi pada mesin genset atau diesel di rumah sakit, perkantoran, apartemen, dan sebagainya.
"Mohon maaf ini saya sampaikan ke Bu Feby [Direktur Bio Energi - dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi atau EBTKE], risetnya kurang tepat sasaran, khususnya bagi kami. Mungkin keterbatasan dana. Kalau butuh engine dari alat berat, kita welcome. Tolong lebih tepat sasaran apalagi [pemerintah berencana] menuju ke B30."
"Harapan untuk pemerintah, kita himbau pemakaian B20 jangan dipercepat jadi 2019. Apalagi seluruh dunia belum ada yang merekomendasikan pakai B20," tandasnya.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Andriah Feby Misna menanggapi kritikan tersebut sebagai catatan. Ia menekankan bahwa di Eropa, bahkan pembangkit listrik sudah gunakan CPO dari Indonesia. "Kalau kita masih ribut pakai B20 ya sampai kapan. Usulan B30 masih terbuka untuk otomotif, kalau teman-teman tambang ingin ikut kami lakukan kajian teknis bersama B30, monggo."
(gus) Next Article RI Ingin Loncat dari B20 Langsung B100, Mungkinkah?
"Karena ini jadi mandatori pemerintah ya kita [industri tambang] dukung. Tapi problem-problem akan kami sampaikan," kata Bambang dalam pemaparannya dalam seminar "Pemakaian B20 di Industri Pertambangan: Masalah dan Solusi", di Grand Sahid Jaya, Kamis (6/12/2018).
Perlu diketahui, selama ini alat berat pertambangan, menggunakan B0 sebagai bahan bakar. Namun, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menggunakan B20 sebagai bahan bakar. Dengan digunakannya B20 sebagai bahan bakar, pemerintah berharap mampu memperbaiki defisit transaksi berjalan negara.
Bambang juga menjabarkan beberapa kekurangan B20, berdasarkan masalah yang sering dihadapi para pelaku industri pertambangan. Kekurangan B20 menurut Bambang di antaranya:
1. Untuk campuran biodiesel 10% sampai 20%, tenaga yang dihasilkan lebih rendah, sehingga lebih boros sampai 5%.
2. Umur filter bahan bakar menjadi lebih pendek, setidaknya pada periode tiga sampai empat kali penggantian filter bahan bakar.
3. Sifat biodiesel yang merusak karet, akan memperpendek umur spare part berbahan dasar karet, seperti; seal, hose, dan sebagainya.
4. Biodiesel juga bersifat higroskopis, sehingga mudah menyerap air dari udar bebas.
5. Biodiesel juga mudah teroksidasi, sehingga menghasilkan endapan.
6. Tidak dapat disimpan terlalu lama (menurut BPPT, maksimal penyimpanan biodiesel hanya tiga bulan)
7. Produsen alat berat mengakui, hanya memberikan jaminan garansi untuk maksimum B7 (biosolar dengan kadar campuran 7%), bukan B20.
![]() |
Dari sekian banyak kekurangan B20, dalam pemaparannya Bambang mempertanyakan riset pemerintah terkait B20. Bambang bahkan membeberkan, kalau pihaknya tahu riset B20 hanya diterapkan pada mesin mobil, bukan mesin alat berat, kapal (seperti yang dikhawatirkan INSA beberapa waktu lalu), apalagi pada mesin genset atau diesel di rumah sakit, perkantoran, apartemen, dan sebagainya.
"Mohon maaf ini saya sampaikan ke Bu Feby [Direktur Bio Energi - dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi atau EBTKE], risetnya kurang tepat sasaran, khususnya bagi kami. Mungkin keterbatasan dana. Kalau butuh engine dari alat berat, kita welcome. Tolong lebih tepat sasaran apalagi [pemerintah berencana] menuju ke B30."
"Harapan untuk pemerintah, kita himbau pemakaian B20 jangan dipercepat jadi 2019. Apalagi seluruh dunia belum ada yang merekomendasikan pakai B20," tandasnya.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Andriah Feby Misna menanggapi kritikan tersebut sebagai catatan. Ia menekankan bahwa di Eropa, bahkan pembangkit listrik sudah gunakan CPO dari Indonesia. "Kalau kita masih ribut pakai B20 ya sampai kapan. Usulan B30 masih terbuka untuk otomotif, kalau teman-teman tambang ingin ikut kami lakukan kajian teknis bersama B30, monggo."
(gus) Next Article RI Ingin Loncat dari B20 Langsung B100, Mungkinkah?
Most Popular