
Rupiah Menguat, PLN Raup Laba Rp 7,35 T di Semester I-2019
Donald Banjarnahor, ²©²ÊÍøÕ¾
23 September 2019 11:11

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- PT PLN (Persero) membukukan laba Rp 7,35 triliun untuk kinerja semester I-2019. Naik pesat dibanding periode serupa tahun lalu yang masih mencetak rugi Rp 5,35 triliun.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan laba ini diraup dari naiknya penjualan tenaga listrik PLN sebesar 4,95% dari Rp 127,16 triliun jadi Rp 133,45 triliun.
Pertumbuhan penjualan ini berasal dari kenaikan volume penjualan menjadi sebesar 118,52 Terra Watt hour (TWh) atau naik 4,41% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 113,52 TWh.
Peningkatan konsumsi kWh juga didukung dari kenaikan jumlah pelanggan sampai dengan akhir Juni 2019 yang mencapai 73,62 juta atau bertambah 3,92 juta pelanggan dari akhir Juni 2018. "Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 98,3% pada akhir tahun 2018 menjadi 98,81% pada 30 Juni 2019," kata Sarwono, Senin (23/9/2019).
Dengan naiknya penjualan, biaya usaha PLN juga alami kenaikan 7,08% jadi Rp 152,51 triliun dari Rp 142,43 triliun. Dari biaya tersebut, komponen pembelian listrik swasta mencapai Rp 41,4 triliun terkait banyaknya IPP yang memasok listrik ke PLN. Selain itu, komponen biaya bahan bakar masih mendominasi dengan porsi 43% dengan gas sebagai bahan bakar terbesar dari sisi biaya.
PLN tetap mengoptimalkan pembangkit berbahan bakar batubara untuk mendongkrak efisiensi sejalan dengan dukungan pemerintah terkait harga maksimal batubara untuk sektor kelistrikan.
Laba PLN, kata Sarwono, juga disebabkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS dan Euro. "Yang mana sebagian besar pinjaman jangka panjang yang diperoleh PLN untuk pendanaan investasi terutama Program 35 GW dalam bentuk US$," jelasnya.
Penguatan nilai tukar rupiah tersebut berdampak positif bagi hasil usaha PLN, membuat perseroan membukukan Keuntungan Selisih Kurs pada Juni 2019 sebesar Rp5,04 Triliun.
(gus/gus) Next Article Laba PLN Tiba-Tiba Meroket Jadi Rp 11,6 T, Kok Bisa?
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan laba ini diraup dari naiknya penjualan tenaga listrik PLN sebesar 4,95% dari Rp 127,16 triliun jadi Rp 133,45 triliun.
Peningkatan konsumsi kWh juga didukung dari kenaikan jumlah pelanggan sampai dengan akhir Juni 2019 yang mencapai 73,62 juta atau bertambah 3,92 juta pelanggan dari akhir Juni 2018. "Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 98,3% pada akhir tahun 2018 menjadi 98,81% pada 30 Juni 2019," kata Sarwono, Senin (23/9/2019).
Dengan naiknya penjualan, biaya usaha PLN juga alami kenaikan 7,08% jadi Rp 152,51 triliun dari Rp 142,43 triliun. Dari biaya tersebut, komponen pembelian listrik swasta mencapai Rp 41,4 triliun terkait banyaknya IPP yang memasok listrik ke PLN. Selain itu, komponen biaya bahan bakar masih mendominasi dengan porsi 43% dengan gas sebagai bahan bakar terbesar dari sisi biaya.
PLN tetap mengoptimalkan pembangkit berbahan bakar batubara untuk mendongkrak efisiensi sejalan dengan dukungan pemerintah terkait harga maksimal batubara untuk sektor kelistrikan.
Laba PLN, kata Sarwono, juga disebabkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS dan Euro. "Yang mana sebagian besar pinjaman jangka panjang yang diperoleh PLN untuk pendanaan investasi terutama Program 35 GW dalam bentuk US$," jelasnya.
Penguatan nilai tukar rupiah tersebut berdampak positif bagi hasil usaha PLN, membuat perseroan membukukan Keuntungan Selisih Kurs pada Juni 2019 sebesar Rp5,04 Triliun.
(gus/gus) Next Article Laba PLN Tiba-Tiba Meroket Jadi Rp 11,6 T, Kok Bisa?
Most Popular