²©²ÊÍøÕ¾

Terpopuler 2019

Kontroversi Menteri Edhy, Dari Cantrang Hingga Ekspor Lobster

Thea Fathanah Arbar, ²©²ÊÍøÕ¾
01 January 2020 08:51
Sejumlah rencana kebijakan Edhy Prabowo berbeda dengan pendahulunya, yaitu Susi Pudjiastuti.
Foto: Menteri KKP Edhy Prabowo di Lombok (Ist/Twitter KKP)
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sosok Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo kerap diperbincangkan beberapa waktu belakangan. Ini tak lepas dari deretan rencana kebijakan yang bertentangan dengan pendahulunya, yaitu Susi Pudjiastuti.

Apa saja?

Aturan Larangan Cantrang
Kebijakan larangan penggunaan alat tangkap ikan berjenis cantrang pada era menteri Susi sempat menuai kontroversi hebat di kalangan nelayan. Sebagai menteri baru, Edhy mengkaji ulang aturan tersebut.

Edhy sempat mengatakan kebijakan larangan cantrang memang masih pro dan kontra. Ia bilang ada sejumlah pihak yang menilai cantrang tidak berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, Edhy harus mendengarkan keinginan nelayan yang tetap ingin menggunakan cantrang.

Walaupun begitu, politikus Partai Gerakan Indonesia Raya itu menambahkan memang sudah ada solusi alat pengganti cantrang, namun belum semua nelayan mendapatkannya.

"Sudah ada solusi alat cantrang kan penggantinya banyak. Tapi belum semua. Ada yang alat tangkapnya nggak cocok, ada yang nggak kebagian, ada yang alat tangkapnya ada tapi pelampungnya nggak ada," katanya.

Aturan larangan cantrang terbit sejak 2015. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Beleid itu sempat ditunda dua tahun karena rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia.

Namun, pada 17 Januari 2018, muncul keputusan Presiden Jokowi, tidak ada larangan cantrang hingga batas waktu yang belum ditentukan sambil menunggu penggantian alat tangkap nelayan.

Di sisi lain, aturan menteri soal larangan cantrang belum dicabut. Sebelum keputusan itu, para nelayan melakukan demo besar-besaran, sejak awal Januari 2018, memprotes kebijakan era Susi tersebut.

Penghentian Kebijakan Penenggelaman Kapal
Susi pernah membuat kebijakan untuk melakukan penenggelaman kapal-kapal ilegal pencuri ikan. Namun kini, kapal-kapal ilegal pencuri ikan yang tertangkap di perairan Indonesia tak harus ditenggelamkan.

Edhy menegaskan, kapal-kapal yang kini sudah tertangkap akan dibagikan kepada para nelayan. Selain itu, untuk menimbulkan efek jera bagi para pelanggar misalnya, KKP akan mengintensifkan komunikasi dengan pihak terkait seperti TNI AL, kepolisian, kejaksaan, dan polair

Edhy mengaku sudah berkoordinasi dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dari hasil koordinasi itu, menurut Edhy, akan ada pertemuan dengan Kejaksaan Agung dan Kementerian Perhubungan untuk membahas hal ini secara teknis.

Selama ini, kapal-kapal yang berdasarkan keputusan pengadilan harus dimusnahkan, lebih banyak ditenggelamkan pada era Susi. Edhy mencoba alternatif lain.



"Kita harus data semuanya karena ada yang hasil pengadilannya untuk dimusnahkan, nah dimusnahkannya masih mungkin nggak, kalau masih bagus untuk disita negara kemudian kita reparasi untuk diserahkan ke nelayan atau koperasi atau siapa," katanya, Senin (18/11/2019).

Penentuan nelayan yang akan menerima juga masih dalam pembahasan. Bisa jadi nantinya nelayan penerima diprioritaskan yang berada pada wilayah-wilayah yang selama ini paling banyak jadi lokasi pencurian.

Namun secara perinci kriteria nelayan penerima kapal-kapal ilegal itu belum ditetapkan. Yang jelas, menurut Edhy, hal ini bisa jadi stimulus semangat baru bagi para nelayan.

Ekspor Benih Lobster
Pernyataan Edhy terkait kemungkinan membuka keran ekspor benih lobster beberapa waktu lalu menuai kontroversi. Ekonom Faisal Basri menyebut rencana tersebut 'gila' karena tidak memberikan nilai tambah dan isu lingkungan.

Kebijakan membuka keran ekspor berbeda haluan dari kebijakan Susi yang melarang ekspor benih lobster ukuran di bawah 200 gram. Sedangkan alasan kemungkinan membuka kembali keran ekspor benih lobster adalah potensi pasar yang besar.

Pada era Susi, larangan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2019. Benih lobster yang dilarang ditangkap dan diekspor adalah yang sedang berterlur atau ukuran karapaksnya kurang dari 8 cm dan berat di bawah 200 gram per ekor.

Sejak peraturan itu diteken pada 26 Desember 2016, ekspor lobster secara keseluruhan (total dewasa hasil tangkap) pada 2017 ekspor lobster jenis Panulirus spp. (HS 03063120) saja mencapai 1.286 ton senilai US$ 16 juta.

Pada 2018, ekspor lobster tercatat 1.243 ton senilai US$ 26,15 juta. Artinya ekspor lobster hidup yang ditangkap nelayan nilainya mencapai US$ 21/kg pada 2018. Sepanjang 9 bulan pertama tahun 2019, ekspor lobster mencapai 713 ton senilai US$ 16,7 juta.

Jika keran benih ekspor lobster dibuka, berpotensi akan menambah nilai ekspor Indonesia. Apalagi harga benih langka dan sedang mahal di negara tujuan. Namun, ekspor benih lobster untuk meningkatkan nilai ekspor tanah air dinilai merupakan tindakan jangka pendek.

Setelah banyak penolakan, Edhy memastikan tidak meneruskan wacana ekspor benih lobster jika budidaya bisa diterapkan dengan baik. Hal tersebut ia sampaikan usai menemui nelayan dan pembudidaya lobster di Lombok Nusa Tenggara Barat pada Kamis 26 Desember 2019.

[Gambas:Video ²©²ÊÍøÕ¾]


(miq/miq) Next Article Gantikan Susi, Edhy Tak Rombak PNS, Beri Waktu 6 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular