
Ini Bukti Terbaru Eropa Mulai Pecah Gegara Rusia

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Negara-negara Uni Eropa (UE) masih belum mencapai konsensus mengenai penutupan perbatasan bagi warga Rusia yang ingin mengunjungi wilayah itu. Pasalnya, masih terjadi perdebatan terkait apakah memang warga Rusia tidak dapat masuk seutuhnya.
Sebelumnya, proposal larangan tersebut pertama kali dilontarkan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia beralasan banyak warga Rusia yang diam dengan aksi pemerintah negara itu menyerang Ukraina sehingga perlu ada tekanan semacam itu.
Sejauh ini, Finlandia, negara yang berbagi perbatasan sepanjang 830 mil dengan Rusia, telah mengumumkan minggu ini bahwa mereka akan mengurangi separuh jumlah aplikasi visa dari warga Rusia.
Saat ini, 1.000 orang Rusia dapat mengajukan permohonan visa Finlandia setiap hari. Namun, mulai 1 September, jumlah itu akan turun menjadi 500.
Direktur jenderal untuk layanan konsuler di Kementerian Luar Negeri Finlandia Jussi Tanner mengatakan bahwa maksimal 20% dari kuota tersebut akan dialokasikan untuk visa turis. Ini artinya tidak lebih dari 100 visa turis akan tersedia per hari.
Pembatasan ini sendiri memang didukung Perdana Menteri (PM) Finlandia Sanna Marin. Ia menganggap perjalanan ke Eropa bagi warga Rusia adalah hak istimewa dan bukan hak dasar.
"Saya pikir tidak benar bahwa warga Rusia dapat bepergian, memasuki Eropa, memasuki wilayah Schengen, menjadi turis, melihat pemandangan sementara Rusia membunuh orang di Ukraina. Itu salah," ujarnya dikutip Selasa, (16/8/2022).
Selain Finlandia, langkah ini juga telah diambil Estonia. Negara Baltik itu bahkan melarang orang Rusia yang sudah memiliki visa untuk memasuki negara itu. Dalam laporan Reuters, jumlahnya mencapai 50 ribu orang.
Republik Ceko dan Latvia juga telah mendukung larangan visa. Mereka juga telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi orang Rusia bepergian ke UE.
Di sisi lain, hal ini sendiri masih mendapatkan kontradiksi dari Jerman. Kanselir Jerman Olaf Scholz menganggap banyak warga Rusia yang tidak sepakat dengan rezim Presiden Vladimir Putin sehingga ingin melarikan diri dari negara itu.
"Semua keputusan yang kita buat seharusnya tidak memperumit mereka untuk kebebasan dan meninggalkan negara itu, untuk menjauh dari kepemimpinan dan kediktatoran mereka di Rusia," paparnya.
Meski begitu, seorang diplomat senior Jerman menyatakan argumen Scholz tidak berdasarkan fakta karena siapapun dapat mengajukan permohonan visa kemanusiaan.
"Scholz sebagian besar berusaha untuk menyeimbangkan partainya sendiri yang terpecah antara mereka yang ingin berdialog dengan Rusia dan mereka yang ingin tampil keras," ujarnya.
Sejauh ini isu terkait visa bagi warga Rusia ini diprediksi akan menjadi agenda pada pertemuan informal para Menteri Luar Negeri UE pada 31 Agustus mendatang. Namun diperkirakan tidak akan lahir konsensus mengenai hal ini pada pertemuan itu.
Negara-negara di Barat dan Selatan UE cenderung mengingatkan secara eksplisit bahwa Rusia adalah bagian yang sangat besar dari wilayah Eropa yang lebih luas. Oleh karena itu, tidak hanya sangat sulit, tetapi mungkin tidak terlalu produktif, untuk mengabaikan Rusia begitu saja.
Setelah perang di Ukraina berakhir, CNN Melaporkan bahwa ekonomi Eropa diprediksi akan membangun kembali hubungan dengan Rusia. Ini tentu tidak hanya bermanfaat bagi negara-negara tersebut, tetapi juga dapat menjadi bukti berharga untuk meyakinkan rata-rata orang Rusia tentang manfaat nilai-nilai Eropa.
Di ujung wilayah lainnya, ada negara-negara seperti Polandia, Estonia, Lithuania dan Latvia yang cukup menderita di tangan Rusia baik di tangan kediktatoran Uni Soviet dan juga dari ancaman dari Kremlin pimpinan Putin.
(luc/luc) Next Article Jerman Bikin Eropa Terbelah soal Rusia, Ada Apa?
