
Ahli Sebut Pembangkit Nuklir Lebih Aman daripada PLTU lho..

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah semakin serius mempertimbangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai salah satu opsi sumber energi masa depan. Hal ini tercermin melalui dibentuknya Tim Persiapan Pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) oleh Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Meski masih ada sejumlah pihak yang meragukan akan keamanan pembangkit nuklir, namun ahli di bidang nuklir menyebut bahwa tenaga nuklir justru paling aman dibandingkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) periode 2012-2018 Djarot Sulistio Wisnubroto menyebut, secara statistik tenaga nuklir menjadi yang paling aman bila dibandingkan dengan PLTU maupun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
"Mungkin kita melihat, memang ada kecelakaan, itu harus diakui, kecelakaan Fukushima tahun 2011, Chernobyl tahun 1986, mungkin Three Mile Island sebelum itu. Tetapi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir itu secara statistik paling aman dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap misalnya," paparnya dalam Energy Corner ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (31/10/2022).
Djarot mengatakan, Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki banyak pulau. Kelebihan ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan teknologi nuklir pada pulau tidak berpenduduk. Selain itu, pulau tidak berpenghuni juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat disposal atau pembuangan limbah radioaktif.
"Tetapi limbah radioaktif sendiri mempunyai sifat usia, ada yang 30 tahun, ada yang 100 tahun, ada yang mungkin ratusan ribu tahun. Yang harus diperhatikan yang usia panjang ini," ungkapnya.
Namun demikian, menurutnya lebih amannya pembangkit nuklir ini bukan berarti tidak dengan perhitungan matang. Menurutnya, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum membangun PLTN, antara lain pencarian tempat yang aman, jauh dari risiko bencana alam, serta dibarengi dengan pendekatan ke masyarakat dan antisipasi terjadinya kemungkinan bencana alam.
"Dengan adanya Net Zero Emissions, kita punya target 2040 mulai beroperasi (PLTN), ada yang mengatakan 2045, ada juga 2049, ya kita siap saja. Otomatis ini artinya apa yang kita sudah lakukan selama ini menjadi tabungan," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna menyebutkan saat ini pemerintah mendorong penelitian dan pengembangan teknologi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebagai salah satu upaya untuk mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060.
"Dengan teknologi pembangkit energi baru terbarukan yang efisien, maka kita dapat lebih kompetitif serta affordable", ujarnya, dikutip Rabu (26/10/2022).
Menurut Feby, teknologi dan good engineering practices di bidang EBT akan dapat mendorong keamanan dan keandalan sistem energi listrik dengan harga yang akan semakin kompetitif. Oleh karenanya pemanfaatan EBT harus dilaksanakan secara masif mengingat Indonesia melimpah potensi EBT.
Selain teknologi, lanjutnya, agar pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT dapat dikembangkan secara masif, dibutuhkan juga akses pendanaan karena investasi pada bidang ini cukup besar.
"Kita upayakan untuk mendapatkan akses pendanaan yang murah. Pada Presidensi G20 2022 ini, kita mengangkat isu pendanaan untuk mendorong akses pendanaan terhadap energi bersih sehingga transisi energi bisa dilakukan dengan cepat," papar Feby.
(wia) Next Article Harga Listrik Nuklir Bisa Lebih Murah dari Batu Bara, Serius?